Senin, 07 Desember 2015

Sastra Indonesia di Pentas Dunia

Anton Kurnia *
http://www.dw.com

Tahun ini kita memperingati 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, masih banyak hal yang harus kita benahi. Dalam bidang sastra, misalnya, sejujurnya karya sastra Indonesia masih menjadi terra incognita—negeri tak dikenal—dalam pentas sastra dunia. Salah satu sebabnya, meski kita cukup banyak menerjemahkan karya sastra asing ke bahasa Indonesia, adalah tak banyak karya sastra kita yang diterjemahkan ke bahasa asing, terutama bahasa utama dunia seperti Inggris, Jerman, dan Prancis.

Tahun ini Indonesia menjadi tamu kehormatan di ajang akbar Frankfurt Book Fair.
Sejumlah karya telah disiapkan untuk dipamerkan oleh pemerintah, termasuk dalam edisi terjemahan, khususnya bahasa Inggris dan Jerman. Apakah ini dapat memperbaiki representasi dan penetrasi karya sastra Indonesia di pentas dunia?
Berkaitan dengan soal penerjemahan karya sastra ini, saya mengusulkan agar pada jangka panjang kita bisa membentuk semacam Lembaga Penerjemahan Sastra (saya pernah menulis tentang hal ini di harian Media Indonesia, November 2003, dan di majalah sastra Horison, Oktober 2012). Lembaga ini kurang lebih semacam ITBM (Institut Terjemahan dan Buku Malaysia) di negara tetangga. Contoh lain, di Jerman misalnya terdapat Lembaga Penerjemahan Eropa yang berpusat di Straelen, sebuah kota di negara bagian Nordrhein-Westfalen, yang kini telah berusia lebih dari seperempat abad.

Upaya Kolektif

Lembaga Penerjemahan Sastra itu nantinya bertugas membantu dan memperbaiki kemampuan para penerjemah—khususnya para penerjemah sastra—dari berbagai bahasa ke bahasa Indonesia dalam menjalankan tugasnya, lengkap dengan segenap fungsi dan fasilitas penunjang: referensi yang lengkap, jaringan yang luas, dan koordinasi yang baik.

Lembaga ini juga bertugas memfasilitasi penerjemahan karya-karya sastra Indonesia terbaik ke berbagai bahasa asing, serta mengupayakan penerbitan dan penyebarannya.

Pembentukan serta pengelolaan lembaga ini hendaknya merupakan kerja sama antara pemerintah, berbagai kelompok praktisi penerjemahan (termasuk HPI), kalangan akademisi, para penerbit, dan kaum sastrawan, dengan melibatkan berbagai lembaga kebudayaan asing (termasuk Goethe Institut, British Council, Erasmus Huis, dan lembaga kebudayaan lain).

Lembaga penerjemahan sastra ini tentu saja bukanlah semacam tukang sulap yang akan menuntaskan berbagai persoalan penerjemahan karya sastra secara serta-merta, melainkan semacam upaya kolektif yang dilakukan secara terkoordinasi, terencana, dan berkesinambungan untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan yang mengemuka dalam penerjemahan karya sastra dunia ke dalam bahasa Indonesia dan dari bahasa Indonesia ke bahasa-bahasa lain secara bertahap.

Salah satu tugas lembaga penerjemahan sastra ini adalah mengupayakan pemberian penghargaan yang sepadan kepada para penerjemah agar mampu berkonsentrasi dalam berkarya. Selain itu, di sini para penerjemah dari berbagai bahasa bisa berkumpul, berdiskusi membahas proses kerja, sekaligus meningkatkan komunikasi dan saling pengertian demi menghasilkan karya terjemahan yang baik kualitasnya—baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Karya terjemahan yang baik amat kita perlukan demi kemajuan sastra kita.

Bukan soal mudah

Kerja penerjemahan memang bukan soal mudah. Menerjemahkan adalah pekerjaan serius yang menuntut kerja keras dan mengandung tanggung jawab berat, yakni kewajiban menepati makna teks asal dan keniscayaan agar teks hasil terjemahan terbaca dengan jelas dalam bahasa sasaran, sekaligus terjaga nuansanya—terutama pada teks sastra. Maka, sesungguhnya kerja seorang penerjemah adalah sebuah upaya luar biasa untuk mencapai kesempurnaan yang nyaris musykil: terbaca maknanya, indah nuansanya, serta sedapat-dapatnya setia pada teks ciptaan sang penulis—seraya berupaya menafsir dengan setepat-tepatnya.

Kita tidak bisa menutup diri dari perkembangan sastra dunia jika kita ingin berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang menguasai pentas sastra dunia. Sebagai bahan renungan, sejak Hadiah Nobel Sastra diraih pertama kali oleh sastrawan Prancis Sully Prudhomme hingga saat ini, orang Indonesia yang pernah menjadi kandidat kuat memenangi hadiah sastra prestisius itu hanyalah Pramoedya Ananta Toer, sastrawan terkemuka kita yang pernah dipenjarakan dan diasingkan di Pulau Buru tanpa proses pengadilan oleh rezim Orde Baru selama belasan tahun (1965-1979). Setelah bebas, ia menerbitkan novel-novel cemerlang yang melambungkan namanya di pentas sastra dunia.

Saya melihat, di balik keberhasilan individu para peraih Hadiah Nobel Sastra, terbentang tradisi sastra sebuah bangsa yang berakar dan tumbuh sejak berabad-abad silam. Tradisi itu dalam wujud sederhana adalah semangat membaca, menulis, dan menerbitkan karya sastra, serta mewariskan pustaka sebagai pusaka yang terus dimaknai dan kemudian mewujud dalam karya-karya besar. Juga kesediaan untuk belajar dari karya-karya utama dalam khazanah sastra dunia.

Perkembangan sastra Asia

Lihatlah sesama bangsa Asia seperti India, Jepang, dan Cina. India tak hanya punya Rabindranath Tagore, orang Asia pertama yang meraih Hadiah Nobel Sastra (1913), tapi mereka juga melahirkan pendekar-pendekar utama dalam panggung sastra kontemporer yang diperbincangkan oleh dunia semisal Salman Rushdie dan Arundhati Roy.

Jepang memiliki dua peraih Hadiah Nobel Sastra: Yasunari Kawabata (1968) dan Kenzaburo Oe (1994). Jauh sebelum Kawabata dan Oe meraih Hadiah Nobel, karya-karya terkemuka dari khazanah sastra dunia diterjemahkan secara besar-besaran di sana sejak zaman Restorasi Meiji. Karya-karya Shakespeare bahkan diterjemahkan hingga berkali-kali dalam berbagai versi.

Dan kini Cina pun telah melangkah dalam pergaulan sastra dunia kaliber Nobel lewat Gao Xingjian, pemenang Nobel Sastra 2000 yang kini mukim di Prancis, dan Mo Yan, novelis pemenang Nobel Sastra 2012.

Mereka memang memiliki tradisi sastra yang kuat dan sejarah yang panjang. Mereka telah menyalin karya-karya asing dari khazanah sastra dunia ke dalam bahasa mereka, menerbitkannya dalam bentuk buku, menelaah dan menarik manfaat darinya. Kemudian pada saatnya melahirkan karya-karya besar yang setara dengan karya-karya terbaik dunia lainnya.

Tradisi sastra

Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah kita telah memiliki sebuah “tradisi sastra” yang kuat dan sejarah yang panjang?
Pada masa lalu kita pernah melahirkan karya-karya klasik yang tak kalah hebat dengan warisan bangsa lain. Sebut misalnya I La Galigo atau Serat Centhini. Namun, untuk kembali melahirkan karya-karya besar, kita harus mau membuka diri. Tidak hanya puas terkungkung dalam tempurung.

Khalayak sastra kita perlu lebih banyak membaca karya-karya utama dalam pentas sastra dunia, antara lain melalui karya terjemahan, baik melalui penerbitan buku-buku maupun publikasi di media massa (cerpen, sajak, esai, lakon). Saya kira “hal-hal kecil” semacam itu bermanfaat luas bagi perkembangan sastra dan kebudayaan kita.

Kita sudah menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya utama dari khazanah sastra dunia dalam katakanlah 10 tahun terakhir, misalnya Lolita (Vladimir Nabokov), Famished Road (Ben Okri), My Name Is Red (Orhan Pamuk), Midnight's Children (Salman Rushdie), The House of the Spirits (Isabel Allende), The Metamorphosis (Franz Kafka), The Palace of Dream (Ismail Kadare), Dictionary of Khazars (Milorad Pavic), One Hundred Years of Solitude (Gabriel Garcia Marquez), Big Breasts and Wide Hips (Mo Yan), atau The Sound and the Fury (William Faulkner).

Namun, kita perlu menerjemahkan serta membaca lebih banyak karya bermutu dari khazanah sastra dunia demi kemajuan kita sendiri, membandingkan karya-karya itu dengan karya-karya kita sendiri, dan belajar dari para pengarang dunia tersebut.

Berkaca pada Amerika Latin

Di kancah sastra Amerika Latin ada satu fenomena yang disebut “El Boom”. Itulah ledakan karya sastra para pengarang Amerika Latin pada 1960-an hingga awal 1970-an ketika mereka muncul di pentas dunia mengeksplorasi ide-ide baru dan mengguncang pentas sastra dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Para tokoh utamanya adalah Gabriel Garcia Marquez (1927-2014, Kolombia, pemenang Hadiah Nobel Sastra 1982), Julio Cortazar (1914-1984, Argentina), Carlos Fuentes (1928-2012, Meksiko, pemenang Hadiah Cervantes 1987), dan Mario Vargas Llosa (lahir 1936, Peru, pemenang Hadiah Nobel Sastra 2010) yang “secara kebetulan” sama-sama punya pengalaman mengembara di Eropa.

Ledakan sastra ini sedikit banyak dipicu ketegangan politik kawasan Amerika Latin pada masa itu sebagai imbas Perang Dingin antara blok Barat yang kapitalistis dan blok Timur yang komunis. Kemenangan Revolusi Kuba yang dipimpin Fidel Castro dan Che Guevara pada 1959 ketika gerakan revolusioner yang didukung rakyat berhasil menumbangkan diktator Batista menumbuhkan harapan baru bagi rakyat Amerika Latin yang tertindas di bawah rezim junta militer. Harapan itu memicu tumbuhnya gairah mencipta di kalangan para pengarang muda yang terbuka pada ide-ide baru.

Inilah yang kemudian melahirkan “El Boom” dengan novel-novel bercorak “modern”—antara lain bercirikan alur tak linear, penjungkirbalikan latar waktu, dan perubahan penutur silih-berganti—yang memberontak dari pakem konvensional. Di antaranya yang paling fenomenal tentu saja One Hundred Years of Solitude (Gabriel Garcia Marquez, 1967). Pendeknya, “El Boom” mengubah wajah sastra Amerika Latin untuk selamanya dan berpengaruh pada karya generasi selanjutnya.
Menarik perhatian dunia.

Akibat “El Boom”, karya para pengarang Amerika Latin kian menarik perhatian dunia, termasuk karya para pendahulu mereka (termasuk para master semacam Jorge Luis Borges dan Juan Rulfo) serta generasi setelahnya yang lazim disebut angkatan “Post-Boom” seperti Roberto Bolano (1953-2003, Cile).

Salah satu faktor pendukung suksesnya para penulis Amerika Latin, baik di mata kritikus maupun secara komersial, setelah era “El Boom” menjadi pembuka jalan, adalah peran para agen penerbitan (literary agent) seperti “Big Mama” Carmen Balcells yang legendaris. Selain karena karya mereka memiliki identitas kultural yang kuat, sekaligus menunjukkan aspirasi estetis yang unggul, ada peran para agen yang menjadi perantara aktif untuk menembus ketatnya industri penerbitan dunia sehingga bisa diapresiasi oleh kalangan yang lebih luas.

Faktor penerjemahan yang baik juga sangat penting. Dalam hal ini, sebagai contoh, peran para penerjemah ulung dari bahasa Spanyol ke bahasa Inggris, seperti Edith Grossman, Natasha Wimmer, serta suami-istri Gregory dan Clementine Rabassa, sangat signifikan dalam memperkenalkan karya-karya para sastrawan Amerika Latin ke pentas dunia.

Demikianlah. Jika kita ingin berperan lebih banyak dalam pentas sastra dunia, penerjemahan karya sastra kita ke bahasa-bahasa lain adalah keharusan. Makin banyak karya sastra kita yang diterjemahkan ke bahasa asing, tentu makin terbuka kesempatan untuk diapresiasi oleh khalayak yang lebih luas dan secara lebih serius.

Perlu komitmen dan upaya jangka panjang

Upaya penerjemahan besar-besaran sejumlah karya sastra Indonesia terseleksi terkait Frankfurt Book Fair 2015 perlu diapresiasi. Kabar baiknya, empat karya sastra Indonesia dalam terjemahan bahasa Inggris dimasukkan oleh majalah sastra berwibawa World Literature Today ke dalam daftar 75 karya terjemahan terbaik sepanjang 2014, yakni Anxiety Myths (Afrizal Malna, terjemahan Andy Fuller), The Rainbow Troops (Andrea Hirata, terjemahan Angie Killbane), Krakatau: The Tale of Lampung Submerged (Muhammad Saleh, terjemahan John H. McGlynn), dan Lies, Loss, and Longing (Putu Oka Sukanta, terjemahan Vern Cork dan Leslie Dwyer), sejajar dengan terjemahan karya para pengarang terkemuka dunia semacam Alberto Moravia (Italia), Bohumil Hrabal (Ceko), Cesar Aira (Argentina), Danilo Kis (Kroasia), atau Saadat Hasan Manto (Pakistan).

Sebenarnya, sejak beberapa tahun silam sejumlah karya para penulis kita telah beredar di pentas dunia, baik atas upaya terpadu dari sejumlah pihak maupun upaya sendiri. Sebut misalnya Saman karya Ayu Utami, pemenang Prince Claus Award 2000, yang telah diterjemahkan ke dalam delapan bahasa. Begitu pula Tarian Bumi karya Oka Rusmini yang setidaknya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Swedia. Bisa disebut pula karya-karya Eka Kurniawan seperti novel Cantik Itu Luka yang telah diterbitkan di sejumlah negara. Namun, tentu itu saja belum cukup.

Kita memerlukan komitmen dan upaya-upaya jangka panjang yang lebih sistematis dan terpadu untuk menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya terbaik kita dalam bahasa asing. Semua itu akan menjadi sumbangan kita bagi dunia serta membuka jendela bagi terciptanya dialog antarbudaya tanpa perlu terhalang oleh sekat-sekat perbedaan bangsa dan bahasa.

*) Anton Kurnia, penulis, penerjemah, dan editor buku sastra; pengarang kumpulan cerpen Insomnia (diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai A Cat on the Moon and Other Stories); sehari-hari bekerja sebagai Manajer Redaksi Penerbit Serambi, Jakarta.
http://www.dw.com/id/sastra-indonesia-di-pentas-dunia/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest