Selasa, 21 Oktober 2014

Emha Ainun Nadjib: Dari Langit ke Bumi, Dari Bumi ke Langit

Wita Lestari
Jurnal Nasional, 21 Juli 2013

Cak Nun merupakan sosok yang tak pernah membosankan untuk didengarkan. Cara pandang dan cara penyampaian gagasannya selalu unik.

MASIH dengan rambut gondrong ikal sebahunya, berkemeja putih lengan pendek dengan celana panjang abu-abu gelap, sosok Emha Ainun Nadjib atau dikenal dengan sapaan Cak Nun akhirnya muncul di ambang pintu ruangan buka puasa bersama di kantor IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Jl Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (12/7) sekitar pukul lima sore.


Sedari pukul 16.30 WIB petang itu pria bernama asli Muhammad Ainun Nadjib ini memang ditunggu-tunggu oleh hadirin. Penampilannya, seperti biasa, bersahaja. Dan, tentu saja, tidak kebarat-baratan ataupun kearab-araban. Beberapa waktu lalu dia pernah berkomentar di media bahwa penampilan dari kita sering kebarat-baratan atau kearab-araban.

Pria 60 tahun berjuluk Kiai Kanjeng ini dalam pembukaan orasinya mengatakan, tidak pernah bercita-cita jadi penceramah meski kerap diundang memberikan wejangan. Ia lalu mengemukakan keberatan-keberatannya disebut sebagai penceramah.

“Apalagi apa kaitan antara saya dengan IDI? Karena saya perokok mungkin gak cocok juga dengan IDI. Yang mengundang saya ke sini adalah anaknya Paman saya. Bapaknya beliau itu adiknya ayah saya,” kata laki-laki kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 ini mencoba menjelaskan mengapa dia sampai duduk di antara hadirin dari kalangan medis ini untuk berbicara.

“Nah, karena kalau telanjur ketemu kita harus berguna, sudah macet-macetan di jalan, ya jadi pertemuan kita ini harus ada gunanya,” kata suami artis Novia Kolopaking ini pada hadirin yang terdiri atas para dokter, istri/suami dokter, pegawai IDI, dan para jurnalis media.

Begitulah Cak Nun, yang selama ini kita kenal lebih mengedepankan esensi ketimbang basa-basi. Di surat undangan tertulis: tauziah oleh Emha Ainun Nadjib. “Dari terminologinya tausiah itu adalah omongan orang yang mau meninggal,” kata Cak Nun diiringi tawa hadirin. Jelas dia belum mau meninggal saat itu. “Tapi, karena panitia yang mengundang menyebutnya dengan kata “tauziah” (salah sebut-Red) yang tidak ada artinya ya jadi memang tidak apa-apalah kali ini saya menyampaikan pesan-pesan berguna menjelang buka puasa,” tutur budayawan yang perjalanan hidupnya banyak dipengaruhi oleh penyair/sufi Umbu Landu Paranggi ini.

Kehidupan multi-kesenian Cak Nun selama di Yogya bersinergi dan berkolaborasi dengan Halim HD. Waktu itu dia aktif di jaringan kesenian antara lain Sanggar Bambu dan Teater Dinasti. Dia menghasilkan repertoar juga pementasan drama antara lain Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan), Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern), Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern). Bersama Teater Salahudin, Cak Nun mementaskan Santri-Santri Khidhir tahun 1990 di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, sedangkan 35.000 penonton di alun-alun madiun. Sedangkan Lautan Jilbab dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya, dan Makassar, pada tahun 1990.

Sejumlah buku puisi dan esai juga ditulis Cak Nun, antara lain Syair-syair Asmaul Husna (1994) dan Slilit Sang Kiai (1991) yang diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti. Dalam buku Slilit Sang Kiai, Cak Nun berkisah tentang seorang kiai yang gagal masuk surga karena pernah mengambil serpihan bambu yang dijadikannya slilit (tusuk gigi, untuk mendongkrak sisa makanan yang nyangkut di sela gigi).

Kembali ke perkara puasa, menurut Cak Nun, puasa adalah urusan antara seorang hamba dengan Allah. Oleh karena itu, semestinya saat berbuka pun tak perlu diomong-omongkan, apalagi diadakan buka bersama. “Cuma di Indonesia saja yang ada acara buka bersama. Di luar negeri gak ada. Di Arab sekalipun gak ada. Tapi, kalau orang Indonesia tinggal di AS, ya… bikin buka bersama di sana. Rasulullah juga tidak pernah buka puasa bersama,” kata Cak Nun yang sempat juga menyoroti tema-tema puasa kita, “Kita ini memang tak pernah ‘naik kelas’, dari tahun ke tahun temanya sama.”

Dua Rumus

Lantas, apa hukumnya buka puasa bersama itu? Menurutnya, buka puasa bersama itu sama seperti tahlilan dan maulidan. Menurut Cak Nun, dalam beragama ada dua rumus. Pertama, Dari Langit ke Bumi, kamu lakukan saja apa yang diperintahkan Allah dan Rasulnya, contohnya salat lima waktu. Kedua, Dari Bumi ke Langit, kamu boleh lakukan apa saja kecuali yang dilarang. Nah, buka puasa bersama itu tidak ada larangannya, jadi rumusnya Dari Bumi ke Langit. Tahlilan juga tidak ada larangannya. “Kalau tahlilan bid’ah, maka yang lainnya juga bid’ah. Pakai loud speaker itu bid’ah karena itu cara Hitler untuk mengeraskan suaranya dulu semasa dia berkuasa,” kata pendiri komunitas Kenduri Cinta ini. Kenduri Cinta adalah sebuah forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan, dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, diadakan di Jakarta sebulan sekali sejak tahun 1990.

Bukan di Jakarta saja Cak Nun punya acara rutin bulanan. Di kota-kota lain dia juga punya agenda rutin bulanan, seperti Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Padhangmbulan di Jombang, Gambang Syafaat di Semarang, Bangbang Wetan di Surabaya, Paparandang Ate di Mandar, Maiyah Baradah di Sidoarjo, Obro Ilahi di Malang, Hongkong, dan Bali.

Kembali ke soal bid’ah, menurut Cak Nun, orang sering bertengkar tentang hal-hal yang tidak dimengertinya semisal soal bid’ah itu. Ini bid’ah, itu bid’ah, sebentar-sebentar bid’ah. Padahal, selama tidak ada larangannya ya boleh-boleh saja. “Bikin band, buka bersama, bikin IDI, ya boleh. Meski kegiatan itu di luar syariah,” kata Cak Nun.

Namun, tidak berarti juga apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah maka kita melakukannya juga dalam konteks sekarang ini. “Pergi haji naik onta misalnya, itu kan dilakukan oleh Rasulullah. Apa kita mau menirunya juga,” kata pria yang pernah dengan lantang meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya saat pusaran arus perubahan kekuasaan 1998 dulu. Boleh dibilang Cak Nun adalah salah seorang tokoh reformasi. Namun, menurutnya, reformasi tidak berlangsung sukses di negeri ini.

Kembali ke soal puasa, menurut rumusan Cak Nun itu berarti Dari Langit ke Bumi. Itu perintah yang tidak bisa ditawar. Secara harfiah puasa itu adalah “menahan”. Kita menahan diri dari imsak hingga Magrib. “Nah, coba terminologi ‘menahan’ itu ditingkatkan dalam hal apa saja. Menahan diri dari korupsi misalnya,” katanya.

Puasa pada hakikatnya adalah rela tidak melakukan apa yang kita suka. Tidak mengambil yang kita suka. “Kita berhak mengambil, tapi tidak kita ambil, misalnya makan,” kata Cak Nun masih soal puasa. Kalau kita mau jujur, kata Cak Nun, sebenarnya kita tidak suka puasa, tapi hebatnya kita tetap puasa, mengapa?

“Mana yang nilainya lebih tinggi, makan getuk karena Anda suka getuk dengan minum obat (pahit) supaya Anda sembuh?” kata Cak Nun. Kira-kira puasa seperti itulah, kita tidak suka berpuasa tapi ikhlas melakukannya karena nilainya mulia.

“Kalau Anda menyukai puasa, Tuhan tidak kagum kok pada Anda. Tapi, kalau Anda tidak suka berpuasa, tapi ikhlas berpuasa untukNya, itulah yang dikagumiNya dari Anda,” kata penerima Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Republik Indonesia ini sambil mengingatkan bahwa Ramadan mengingatkan kita untuk melakukan apa yang bermakna dalam hidup ini.

Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/07/sosok-emha-ainun-nadjib-dari-langit-ke.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest