Minggu, 29 Juni 2014

PENDIDIKAN MIE INSTAN

Awalludin GD Mualif
sastra-indonesia.com

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.

(WS. Rendra)

Dalam dongeng-dongeng ada kisah tentang sebuah peristiwa yang seharusnya diselesaikan dalam tempo waktu lama, mampu diselesaikan dengan cepat, segera, dan makan waktu sangat singkat. Misalnya, candi sewu di Prambanan Yogyakarta, berbatasan dengan Jawa Tengah, selesai dibangun dalam tempo waktu semalam. Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat, yang sebelumnya tidak ada tiba-tiba muncul menjulang ke langit. Suatu puri yang indah permai di Negeri Antah-berantah tiba-tiba berdiri sendiri, sebagai jawaban seorang ksatria atas sayembara yang dibuat oleh Putri Raja cantik jelita: “Siapa yang mampu mendirikan suatu puri dalam satu malam, akan diambil sebagai suami”. Pembuatan atau pendirian dalam waktu yang sekejap itu tidak hanya terjadi dalam sebuah dongeng, tetapi juga terjadi dalam kehidupan nyata.

Di kehidupan saat ini, mental untuk mendapatkan segala macam keinginan secara cepat bin segera sudah melanda banyak orang. Tak terkecuali di dunia pendidikan kita. Proses dalam sebuah hidup manusia berupa: senang, sedih, beruntung, buntung, berhasil, gagal, menang, kalah, adalah pendidikan pendewasaan bagi manusia untuk lebih matang dalam berpikir dan bersikap. Ilustrasi menarik sebagai sebuah penjelasan tentang proses, kelahiran manusia misal, dimana kelahiran seorang anak manusia di dunia ini tidak langsung ujug-ujug muncul dengan sendirinya. Ia melalui proses pertemuan antara sperma laki-laki membuahi sel telur dalam rahim seorang perempuan, lalu menjadi segumpal darah, berubah menjadi segumpal daging, ditiupkanlah ruh, dan menjelma menjadi seorang anak manusia selama kurang lebih sembilan bulan di dalam rahim, yang pada akhirnya keluar di dunia ini ditandai dengan sebuah tangisan. Tak lantas anak manuisa ini pun bisa langsung berbicara, merangkak, berdiri, berjalan, menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggalkan kembali dunia yang telah disambanginya (mati). Kesemuanya membutuhkan proses. Ada proses yang memang sudah digariskan oleh Tuhan berupa kodrat manusia sebagai seorang manusia, dan ada proses untuk menjadikan manusia yang manusiawi (pendidikan/pembelajaran). Proses manusia dalam rana pendidikan ini menjadi faktor terpenting baginya untuk mengetahui kodratnya dan menyempurnakan dirinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang dihadirkan di dunia fana ini dengan berbekal akal.

Manfaat Ilmu Pengetahuan

Ilmu Pengetahuan adalah hal terpenting bagi manusia dalam mengarungi perjalanan hidupnya. “Barang siapa ingin meraih dunia, maka dengan ilmulah ia mampu meraih, dan barang siapa ingin meraih akhirat, maka dengan ilmulah ia dapat meraihnya juga. Dan barang siapa ingin meraih keduanya, maka dengan ilmu lah ia mampu meraihnya” (AL-Hadist) Hadist ini telah mensiratkan kepada manusia betapa pentingnya peran sebuah ilmu bagi keberlangsungan hidup manusia.

Jika kita merujuk kepada hadist diatas, seolah-olah kita (manusia) tidak akan mungkin mampu meraih apa yang kita cita-citakan tanpa peran sebuah ilmu sebagai landasanya. Hampir tak ada satupun penemuan di dunia ini yang tak berlandaskan atau dapat di terangkan oleh Ilmu Pengetahuan. Ia seperti cahaya bagi kegelapan, tongkat penuntun bagi manusia untuk menemukan segala bentuk sesuatu yang bermanfaat baginya, dan semesta……………..(kurang)

Ilmu Pengetahuan, proses, dan cepat

Sebagaiamana proses sebuah kelahiran, pedidikan manusia pun membutuhkan proses yang tidak singkat dalam mengetahui, memahami, menghayati, sampai dengan menjalankan/mengamalkan apa yang telah dipelajari dan diketahuinya (ilmu pengetahuan). Baik secara formal (sekolah) atau non formal (belajar dari alam), ada plus minus di antara keduanya. Dalam kontek ini, akan saya batasi pada tingkat pendidikan formal tanpa menafikan keanekaragaman pengetahuan yang diberikan oleh pendidikan non formal.

Sebuah pendidikan yang telah diatur sedemikian rupa, berjenjang, dengan kurikulum yang telah disesuaikan menurut jenjang pendidikan yang ditempuh sejak dini (taman kanak-kanak) sampai dengan perguruan tinggi, diharapkan mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan manusia dalam ilmu pengetahuan. Tingkatan-tingakatan pendidikan ini mempunyai bagian ilmu pengetahuannya masing-masing. Perguruan tinggi (kampus) dipercayai sebagai jenjang tertinggi dalam mencari sebuah ilmu pengetahuan. Dalam kontek ini, menjadi hal wajar jika penghuni di dalam kampus dikatakan sebagai ujung tombak bagi keberlangsungan ilmu pengetahuan. Sudah tak tercatat lagi para tokoh di dunia ilmu pengetahuan yang telah berhasil memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan hajat hidup orang banyak dari tempat itu (kampus). Muncul sebuah pertanyaan kecil, apakah budaya seperti itu akan muncul di era-era saat ini dan mendatang? Bersikap positif akan melahirkan jawaban iya. Tetapi fenomena yang sedang berlangsung di rana perguruan tinggi saat ini membuat jawaban positif (iya). Patut dikaji ulang. Bukan berarti tidak bisa/ada! Setidaknya cerminan ini dapat dilihat di salah satu kios buku di Kota Yogyakarta yang memperjual-belikan hasil karya intelektual mahasiswa (skripsi), di mana kios tersebut cukup banyak dikunjungi oleh mahasiswa semester akhir di kota yang dikenal sebagai kota pendidikan di Indonesia (miris). Walaupun fenomena ini belum dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam memberikan/membuat sebuah kesimpulan tentang korelasi antara tingkat intelektual mahasiswa dengan tingkat kemalasan (yang mampu menjerumuskan para intelektual muda ini ke dalam jurang penyesalan di kemudian hari), tetapi sedikit banyak bisa dijadikan acuan, karena fenomena ini adalah fakta, empiris.

Hal di atas dipertajam oleh sistem pendidikan yang diterapkan oleh para pemegang otoritas kebijakan di bidang pendidikan (pemerintah) lewat lembaga (kampus) sebagai “pendidik” dan “pengayom” nalaria/naluria mahasiswa yang terkadang kurang mempertimbangkan dan mewadahi aspirasi para mahasiswa dalam berproses mencari ilmu pengetahuan.

Kebijakan untuk siapa?

Aturan kebijakan diberlakukan kepada mahasiswa untuk segera cepat lulus meninggalkan kampus serta dituntut mampu menghadapi tantangan jaman. Dalam proses pendidikan di perguruan tinggi saat ini, diberlakukan hanya 14 semester atau 4 tahun untuk mencapai gelar strata 1 (sarjana) dalam masa pendidikanya. Ukuran keberhasilan mahasiswa tidak dilihat dari sejauh mana ia mampu menemukan siapa dirinya, mengembangkan, mengetahui arah hidup, memahami dan mampu menjalankan pengetahuanya (jati diri) , namun dilihat dari nilai IPK, absensi, dan tak bermasalah dengan lembaga. Praktis hal semacam ini membuat mahasiswa disibukan dengan hal-hal yang bersifat pyur akademik, dirinya, dan kepentingannya sendiri. Sehingga banyak mengurangi atau bahkan melupakan komunikasi dan interaksi sosial antar mahasiswa dengan mahasiswa (berorganisasi), mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan karyawan kampus, dan terutama mahasiswa dengan masyarakat luas (realitas) hingga sedikit banyak mempengaruhi kepekaan sosialnya. Pola-pola seperti ini ibarat pisau bermata dua, di sisi lain bisa membentuk mahasiswa menjadi rajin belajar guna memenuhi sebuah aturan main yang diberlakukan oleh lembaga, tetapi di sisi yang berbeda bukan tidak mungkin mampu membentuk jiwa-jiwa individualis tanpa memiliki rasa kepekaan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Lalu apakah mungkin dengan proses seperti itu mahasiswa mampu dihadapkan kepada realitas sosial ketika ia suka, tidak suka, atau mau tidak mau akan membaur bermasyarakat?

Bukankah mahasiswa sebagai manusia, bersifat sosial? Tidak hanya karena kebetulan, tetapi kodratnya. Untuk hidup dan mencapi kepenuhanya, manusia memerlukan orang lain, sesamanya. Oleh karenanya, dalam perbuatan pun dia harus mempertimbangkan mereka. Baru dengan demikian tercapai keseimbangan antara pengembangan pribadi serta kepentinganya dan pengembangan serta kepentingan sesama.

Dimana nilai bijak dalam kebijakan?

“Bijak” salah satu kata yang membuat tenang bagi siapapun, jika kita berhadapan dengan orang dengan sifat seperti ini. Ia adalah daya milik manusia guna memandang segala bentuk persoalan dari berbagai bentuk prespektif, mempertimbangakn banyak faktor/hal dalam mengambil sebuah keputusan demi kemaslahatan bersama, terlebih jika menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karenanya menjadi sangat wajar jika muncul pertanyaan dimana nilai “bijak”? dalam setiap kebijakan yang di putuskan oleh para pemegang otoritas itu.

Apakah sudah ada nilai bijak dalam setiap kebijakan yang di putuskan? Entah terlewat atau mungkin kurang mendalam dalam mengkaji hal ini, atau bahkan sudah dilakukan riset-riset mendalam berkenaan dengan pendidikan, tapi pengambilan keputusanya kurang tepat? Masih terasa abu-abu. Tak ada runginya juga berbaik sangka kepada para pemangku kebijakan pendidikan di Negara ini, toh masa depan bangsa terletak di pundak mereka. Apa mungkin mereka akan mempertaruhkan tanah air ini?

Diantara jenjang pendidikan di Indonesia salah satu jenjang pendidikan Formal yang menjadi pondasi dasar bagi siswa/siswi adalah saat mereka duduk di bangku Sekolah Dasar selama 6 tahun. Mari kita me-review pengalaman kita ketika duduk di bangku SD ini.

Jhon Paul Satre mengatakan “Hanya ada dua orang pintar di dunia ini, Seniman dan Agamawan”
To be continu…..

Kopi Hitam
Ruang Jurnal ISI Yogyakarta 19 mei 2014
http://sastra-indonesia.com/2014/06/pendidikan-mie-instan/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest