Jumat, 30 Mei 2014

Teori Sastra dan Rasisme

Donny Syofyan *
harianhaluan.com 24 Juni 2012

Sejak tahun 1970-an, ras dianggap sebagai konsep sosial, budaya dan politik yang sebagian besar didasarkan pada penampilan luar yang dangkal dan semu. Gagasan tentang ras ditanggapi secara emosional sehingga diskusi-diskusi objektif tentang signi­fikansi ras dalam kaitannya dengan isu-isu sosial menjadi sulit. Setidaknya, ada tiga teori sastra penting dalam upayanya mendefinisikan kembali istilah ‘ras’. Tulisan ini mencoba untuk mende­finisikan konsep terkini ten­tang ras di antara kebudayaan warga kulit hitam Amerika (African-American) dan gaga­san-gagasan ras lainnya yang telah terbentuk sepanjang konfigurasi teori-teori post­modernisme, feminisme dan postkolonialisme.


Postmodernisme adalah sebuah terma yang kompleks yang muncul sebagai bidang kajian sejak pertengahan 1980-an. Pada dasarnya, postmodernisme tidak mung­kin hadir dengan satu definisi tunggal, meskipun konsep ini dalam totalitasnya adalah gerakan dalam bidang seni, musik, sastra dan drama yang mencoba menolak ide-ide modern era Victoria. Gerakan ini memberi sumbangan mun­culnya kesadaran bahwa seni tidak memiliki makna tunggal dan membalikkan pelbagai masalah dengan batas-batas budaya dan bahasa yang terlepas dari makna seni, nilai dan kebenaran. Kini postmo­dernisme masih menjadi state of mind bagi kebanyakan orang di tengah keniscayaan era multi-budaya. Postmoder­nisme rasial mengarahkan perhatian kepada pemahaman tentang batas-batas kelas, gender dan ras. Upaya mema­hami rasisme secara serius mengharuskan orang untuk menghiraukan nasib ras ber­war­na kelas bawah, yang sebagian besar adalah kulit hitam. Bagi warga kulit hitam di Amerika, kondisi postmo­dern ditandai dengan kelanju­tan displacement dalam ling­kungan sosial dan keputu­sasaan.

Meningkatnya pembagian dan diferensiasi kelas telah menciptakan rasisme terha­dap kelas menengah kulit hitam hingga ke level terken­dalanya mobilitas sosial. Pada saat yang sama, ini juga membuat masyarakat hitam kelas bawah melakukan resistensi yang termanifestasi lewat kecanduan obat bius, penyalahgunaan alkohol, pem­bunuhan dan aksi bunuh diri. (Biddiss: 17). De-industri­alisasi melipatgandakan pen­deritaan kelas pekerja warga kulit hitam. Sayangnya, se­dikit sekali intelektual kulit hitam yang berbicara atau menulis tentang postmo­dernisme. Dalam bukunya The Post-Modern Condition , JF Loytard mengemukakan ku­rangnya pengakuan kehadiran warga kulit hitam oleh para teoritisi postmodernis dan perlawanan masyarakat kulit hitam terhadap hubungan nyata antara postmodernisme dan pengalaman mereka. (Loytard: 24). Dampak kese­luruhan dari kondisi postmo­dern adalah bahwa banyak kelompok etnis lainnya berba­gi keterasingan mendalam, keputusasaan, dan ketidak­pastian seperti warga kulit hitam. Terlepas dari kenyata­an bahwa masyarakat men­jadi lebih beragam, dunia kini menjadi lebih toleran terhadap kelompok budaya, agama dan ras yang berbeda dalam masyarakat.

Pada dekade 1960-an, feminisme mengklaim bersu­ara untuk semua kaum pe­rempuan dari berbagai ras, warna dan kelompok etnis. Teori feminis menginginkan reformasi sosial dan politik serta menyatukan perempuan guna mengubah posisi mereka dalam masyarakat. Sayang­nya gerakan ini sepenuhnya bukan gerakan politik dan sosial total karena gerakan terbukti mengucualikan ke­lompok-kelompok minoritas seperti perempuan kulit hi­tam, lesbian dan kelas peker­ja perempuan. Ini berdampak terjadinya penyempitan gera­kan dan teori feminisme men­jadi sekelompok kecil perem­puan elit kulit putih. Banyak pihak yang telah direkrut mendapati gerakan dan teori feminisme tidak responsif terhadap pengalaman hidup mereka. Perasaan tersebut menguat lantaran sekolah-sekolah tinggi yang mendidik perempuan kelas menengah kulit putih mendominasi isu perempuan, tanggapan, metode dan cara berbicara yang dikla­si­fikasikan sebagai “feminis­me” tanpa menggambarkan pengalaman perempuan-pe­rem­puan non-kulit putih dari kelas bawah. (Tong 56). Ada kesadaran di kalangan kelas menengah feminis kulit putih bahwa kelompok-kelompok feminis tersebut perlu me­masukkan semua wanita. Kesadaran ini mendorong kelompok-kelompok feminis tersebut memasukkan perem­puan non kelas menengah dan non kulit putih ke dalam gerakan mereka.

Dalam perkembangan teori feminisme, satu hal penting yang tak bisa diabaikan adalah unsur universalimse palsu. Menurut Jane Flax, universalisasi semu adalah pembentukan generalisasi yang secara keliru menga­sumsikan dan tidak menandai ras, kelas, gender atau orien­tasi seksual dari kelompok yang sedang dibahas serta menerapkan seperangkat asumsi tentang suatu kelom­pok untuk semua anggota dalam kelompok itu (Flax: 21). Gelombang kedua feminisme pada tahun 1964 melarang diskriminasi lapangan kerja atas bias jenis kelamin, ras, agama dan asal usul. (Flax: 24). Sebuah gerakan pem­bebasan dibentuk dan disebut New Left yang memusatkan diri pada pembebasan wanita kulit hitam. Sebagai dampak dari gelombang kedua ini, teori feminis tidak lagi ber­konsentrasi kuat pada ras, kelas dan seksualitas tetapi lebih kepada pada penindasan perempuan atas dasar gender. Kesetaraan gender seharusnya menjadi pedoman bersama semua pihak untuk reformasi, dan tidak menjadi eksklusif untuk kelompok tertentu. Sayangnya, baik gelombang pertama dan gelombang kedua gagal menyatukan semua perempuan. Ini telah menye­babkan percekcokan yang tak bisa duperbaiki lagi antara ras, kelompok sosial dan kelas. Ini bisa menjadi penje­lasan bagi perkembangan teori feminsime hari ini.

Pada tahun 1990 muncul pergeseran sikap terhadap para penulis postkolonial, yang menjauhkan diri pengaruh Eropa (Barry: 193). Sastra postkolonial memotret berba­gai pengalaman dalam kon­teks masyarakat campuran yang mewakili kelompok-kelompok etnis yang berbeda (Ashcroft: 2). Pintu telah dibuka ketika sastra postk­lonialisme menyajikan dunia sebelumnya yang terabaikan tradisi Afrika semisal ber­dongeng. (Ashcroft: 8). Teori postkolonial, seperti panggung untuk teater, berguna sebagai panggung guna menyewa si aktor yang akan memainkan peran mereka. Tapi persoalan baru tetap muncul dan problematis, kecuali bagi orang yang dapat belajar untuk beradaptasi dalam konteks modern. Menimpakan kesalahan pada sindrom postkolonial pada penyakit negara-negara yang masih bergulat dengan dam­pak penjajahan tidak akan mengatasi masalah. Memutar ulang jam untuk mencegah kolonialisme jelas mustahil. Karenanya, negara-negara berkembang harus melihat setiap masalah dalam konteks modern (Saro-Wiwa: 89) Ma­sya­rakat harus terlebih dahulu memiliki pemahaman tertentu untuk situasi yang dihadapi.

Mengingat postko­lonialis­me dan eksposur terhadap budaya Barat telah menye­babkan banyak perubahan di masyarakat Afrika, orang didorong masuk ke dalam pengalaman baru yang tidak bisa mereka pahami lewat tradisi lama. Masyarakat Afrika harus melihat ke dalam untuk menemukan sisa-sisa koloni­alisme yang terus mem­baha­yakan mereka dan mene­mu­kan hal-hal menguntungkan di dunia baru itu. Hal memba­hayakan dari postkolonialis­me adalah sikap acuh tak acuh masyarakat terhadap situasi yang mereka hadapi. Orang lebih suka menyalahkan kelompok lain, termasuk kaum postkolonialis, atas masalah yang ditemui dan jarang mencoba mema­hami bahwa mereka perlu berbuat dan menolong diri sendiri. Secara kolektif, teori postmodernisme, feminis­me dan postkolo­nialisme telah menyumbang pada evolusi definisi “ras”. Teori-teori ini melampaui batas-batas etnis dan budaya dan membawa cara baru untuk mendekati musik, seni, sastra dan masyarakat. Koeksistensi dan kerjasama damai harus mulai dari apa yang menjadi akar budaya dan terletak jauh di dalam hati dan pikiran manusia. Ini lebih krusial di atas pendapat politik, keyakinan, apatisme atau simpati yang acap mengabaikan transendensi diri dan harmonisasi di dalam dan luar diri seseorang.

*) Dosen Sastra Inggris FIB Unand

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest