Pengantar buku “SENYAWA KATA KITA” Antologi Puisi Komunitas Cybersastra TITAH PENA HAMBA – DISKUSI SASTRA ONLINE
Hadi Napster
http://sastra-indonesia.com/
Jika ada yang bertanya tentang muasal lahirnya buku Antologi Puisi SENYAWA KATA KITA yang sangat sederhana ini, maka jawabannya adalah: cybersastra. Ya, sebuah transformasi baru dalam laju periodisasi kesusastraan yang mulai familiar dikenal sejak sekitar tahun 2001. Atau lebih tepatnya kala budaya internet mulai mewabah dalam geliat kehidupan sehari-hari di seantero negeri. Tak dapat dipungkiri, bahwa kehadiran cybersastra memang telah membawa dampak besar dalam dunia sastra. Laksana tamu tak diundang yang datang mengetuk pintu hati para penggiat, pemerhati, hingga peneliti sastra yang selama ini seakan terkunci. Meski oleh berbagai kalangan, diam-diam masih menjadi perdebatan, apakah kehadiran gaya baru bersastra ini membawa hal positif atau negatif? Lantas, apa saja sebenarnya yang telah, sedang dan akan terjadi melalui cybersastra?
Secara definitif, cybersastra dapat diartikan sebagai aktivitas sastra yang memanfaatkan fasilitas komputer dan internet. Memang banyak kalangan yang berasumsi bahwa terobosan inovatif dalam dunia sastra ini tidak lebih dari sekedar hasil karya orang-orang yang kurang kerjaan. Pun berbagai pertanyaan yang sering muncul ke permukaan demi mencari kesamaan etos antara cybersastra dengan sastra koran dansastra buku.Di sisi lain, ada juga kalangan, khususnya para penulis,yang tidak dapatmembaur ke dalam cybersastralantaran aktivitas yang satu ini memang membutuhkan keterampilan khusus mengoperasikan komputer serta kemampuan berselancar memainkan fitur-fitur internet. Sedangkan kita semua tentu mafhum bahwa tidak semua penggiat atau pemerhati sastra dapat melakukan hal tersebut, mengingat keterbatasan fasilitas maupun kendala gaptek. Jadi dapat dipastikan, hanya penggiat dan pemerhati sastra yang mau dan mampu mengikuti arus kemajuan teknologi informasi saja yang dapat berjibaku dalam cybersastra.
Secara kasat mata, ada beberapa alasan yang membuat para penggiat sastra terjun ke cybersastra. Yang pertama adalah karena telah jenuh dengan tradisi lama sehingga ingin mencari model kreatifitas baru. Sebab di dalam cybersastra segala ekspresi dan kreasi memang lebih terwakili. Dengan kata lain, karya apapun yang disuguhkan, akan tetap diakui eksistensinya.Alasan kedua, yakni ingin segera mencari popularitas. Karena sudah menjadi hal mutlak, melalui cybersastra nama seorang penulis atau pengarang akan sangat mudah danbegitu cepat terkenalsertaterangkat. Bukan hanya di dalam negeri, akan tetapi ke seluruh dunia di mana orang-orang mengakses internet serta membuka jaringan cybersastra. Yang lebih menarik lagi karena popularitas ini bisa didapatkan tanpa harus melewati wisuda khususdan menjadi sarjana ini-ituterlebih dahulu.Adapun alasan yang ketiga adalah sekedar iseng bermain internet, lalu menulis apapun yang dianggap dapat untuk ditulis. Dalam ketiga konteks di atas, terkadang juga dibarengi oleh anggapan bahwa sastra koran atau sastra buku telah menjadi hal yang hegemonik. Sehingga keinginan menulis pun ditumpahkan melalui cybersastra.
Kehadiran cybersastra dalam pandangan komunikasi sastra memang bersifat maya (virtual), yakni komunikasi jarak jauh dengan teknik baca khusus. Dengan kata lain, jika penggiat dan pemerhati sastra tidak menguasai “bahasa internet”, maka komunikasi sastra pun akan gagal.Olehnya itu, secara otomatis para pelaku cybersastra harus menghafal dan benar-benar fasih dengan kode-kode tertentu yang digunakan dalam komunikasi dan interaksi melaluicybersastra.Terkait kode-kode dalam karya sastra dimaksud, sebagaimana Teeuw dalam bukunya Membaca dan Menilai Sastra telah menyarankan; agar pemahaman karya sastra memperhatikan berbagai kode, antara lain kode sastra, kode budaya, dan kode bahasa. Yang mana ketiga kode tersebut ternyata hadir semua ke dalam cybersastra.
Kode sastra (hal ini berlaku bagi karya sastra secara umum), terkait dengan aspek-aspek “citraan”yang sedikit rumit. Dalam karya sastra jenis puisi misalnya, menggunakan citraan diksi sederhana namun bermakna sangat luas. Bahkan pada tataran ini, kadang-kadang menciptakan makna yang luar biasa. Sehingga para pembaca, pemerhati maupun peneliti sastra diharuskan bertaruh memahami citra yang sering abstrak dan bergumul dengan realitas dunia yang pseudo-realatau hyper-real. Kode budaya dalam cybersastra, berhubungan langsung dengan aspek teknologi canggih yang menjadi media penyebarannya. Atau dapat dikatakan menjadi bagian dari budaya industri, yang selalu menyuguhkan komoditas untung-rugi. Dengandisadari atau tidak, namun cybersastra berjalan pada wilayah tersebut, dan tentunya menimbulkan sebuah pertanyaan: siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Pada tataran demikian, peran masyarakat kapitalis tentu dapat lebih menentukan makna cybersastra, meskipun masih ada juga para penggiat cybersastra yang berat meninggalkan kapitalisme sehingga cybersastra independen masih sebatas dalam bayangan.Kode bahasa(juga berlaku bagi karya sastra secara umum), merujuk langsung pada penggunaan bahasa yang singkat, padat, bermakna dalam serta tak jarang mengandung unsurambiguitas, kontradiksi, dan nonsense.Tampilan fisik bahasa khas yang kadang berbaur dengan seni instalasi akan membawa pembaca dan pemerhati sastra pada kemampuan maupun keleluasaan untuk mengurai pemaknaan tersendiri dari karya-karya yang ditampilkan. Tentu saja termasuk keterkaitan pada kaidah-kaidah bahasa yang ada.
Lalu apa kira-kira manfaat cybersastra dalam tumbuh kembang sastra? Inilah pertanyaan yang wajib dijawab oleh para penggiat cybersastra, baik penulis, pembaca, pemerhati hingga para peneliti sastra. Ihwal paling mendasar yang dapat kita tilik tentu saja dampak hadirnya cybersastratelah membawa angin segar bagi para penulis –khususnya penulis baru– dalam upaya mempublikasikan karyanya. Dibandingkan ketika karya-karya mereka harus berjubel antri di meja redaksi penerbit buku konvensional atau redaksi koran dan majalah. Bisa jadi polemik ini pula yang membuat cybersastra tidak hanya melahirkan penulis-penulis baru, namun juga wajah lama yang berganti media.
Selanjutnya kita dapat menelaah kaitannya dengan promosi karya, pencapaian pasar, serta sejauh mana cybersastramenguntungkan dari segi finansial. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa cybersastra hanya sekedar tempat pelarian para penulis yang menjadi korban ketatnya seleksi sastra koran dan satra buku. Atau hanya menjadi ajang curhat para “penulis dadakan” yang cuma ingin berkeluh-kesah demi kepuasan batin semata. Jangan sampai giat sastra yang sedianya ditujukan sebagai salah satu kontribusi membangun kesusastraan ini justru hanya menguntungkan pihak-pihak penyedia dan pemilik situs internet saja.
Terkait subjek yang satu ini, maka sisi kualitas cybersastra layak untuk ditinjau lebih jauh. Meskipun persoalan mutu cenderung bersifat relatif, akan tetapi dapat dikaji lagi tentang bermutu atau tidaknya karya-karya yang lahir melalui cybersastra jika dilihat dari basis teori sastra secara lazim. Jangan sampai kehadiran cybersastra justru malah mementahkan kreativitas dan hanya dijubeli oleh kuantitas karya-karya penulis yang berdesak-desakan ingin segera terpublikasi, tanpa memedulikankualitas dari karya yang ditampilkan. Sebab dengan tidak adanya seleksi seperti pada sastra koran dan sastra buku, tentu menjadi peluang sangat besar akan terjadinya hal semacam ini. Dan jika masalah ini berlarut-larut tanpa adanya kritik melalui penelitian sastra secara signifikandan konsisten, maka justru akan menjadi titik degradasi sastra secara besar-besaran.
Masalah yang juga tidak dapat disepelekan dalam cybersastra adalah sejauh mana tanggapan pembaca, khususnya pada fenomena popularitas karya yang dalam hitungan menit saja dapat langsung terpublikasi ke puluhan, bahkan ratusan negara. Lantaran tidak menutup kemungkinan para pembaca atau pemerhati sastra yang selama ini tertinggalkan oleh sastra koran dan sastra buku, justru akan meramaikan cybersastra. Namun tentunya dengan pertimbangan; seberapa besar tingkat kemelekan masyarakat kita pada jagat internet? Hal ini benar-benar harus dipahami dengan baik dan ditilik secara proporsional, mengingat modal pembacaan melalui internet di samping menjadi beban keterbatasan fasilitas teknologi, juga merupakan beban finansial bagi pembaca.
Untuk kasus yang satu ini, adanya studi bandingan antara cybersastra dengan sastra koran dan sastra bukuoleh para peneliti sastra nampaknya dapat menjadi jawaban. Sebab dengan cara ini akan terungkap transformasi maupun persinggungan dari giat sastra di atas, sekaligus akan menjadi cara untuk mengetahui orisinalitassebuah karya. Karena sangat jelas dan bahkan sudah menjadi trenselama ini, bahwa karya-karya sastra koran dan sastra buku dipublikasikan juga melalui cybersastra, begitupun sebaliknya. Namun yang menjadi tantangan utama bagi para penggiat cybersastra adalahsejauh ini belum ada kode etik khusus yang mengatur atau membatasi aktivitasdalam cybersastra, sehingga dengan sendirinya perkembangan cybersastra pun seakan belum menemukan muara yang fokus demi memberikan kontribusi yang benar-benar bertujuan membangun kesusastraan.
Terlepas dari segala plus-minus yang mengiringi perjalanannya, harus diakui bahwa cybersastra telah menyuguhkan sistem sastra yang unik dan berhasil menciptakan ekologi sastra baru. Dari cybersastra para penulis mulai dan telah membangun stus-situs sastra monumental, pun pembaca yang dengan sangat mudah dapat mengetahui informasi tentang sastra –bahkan dari sejumlah periodisasi sekalipun–yang telah disajikan dengan lengkap dan beraneka ragam lewat jaringan cybersastra. Kehadiran cybersastrajuga telah menghilangkan sekat-sekat dalam bersastra, di mana persoalan waktu, tempat dan kesempatan, bukan lagi menjadi masalah. Dalam cybersastra gerakan sastra pedalamanserta sastra marginal lebih mendapatkan ruang dan lebih dianggap, dikarenakan tidak adanya pembatasan strata. Jadi paham-paham sentralisasisastra telah berubah menjadi desentralisasi sastra, sehingga hak-hak hidup etnis akan lebih terwadahi dalam berkarya dan berkreasi.
Angin segar hadirnya cybersastra juga terasa langsung dengan kemudahan berinteraksi. Baik dalam lingkup sesama penulis, maupun antar penulis dengan pembaca dan para pemerhati sastra. Kemudahan untuk saling memberi apresiasiini tentu sangat membantu proses evaluasiterhadap sebuah karya secara khusus, dan tumbuh-kembang sastra secara umum. Dengan kata lain, hubungan antar para penggiat cybersastra jauh lebih akrab dan pragmatis, sehingga lebih memudahkan untuk saling memberi pandangan dan bertukar pikiran serta pengetahuan melalui forum-forum diskusi online.
Namun bukan berarti tidak ada hal yang perlu digarisbawahi di balik kehadiran cybersastrayangfenomenal. Satu contoh paling mendasar; dengan tidak adanya “batasan” kreativitas seperti halnya sastra koran dan sastra buku, maka kebebasan berimajinasi penulis tentu akan menciptakan eksperimen- eksperimen baru. Bahkan ada yang sesuka hati. Akibatnya, karya-karya sastra yang lahir pun semakin liar dan kadang tak terkendali. Hal ini juga dipicu dengan adanya paham tentang otokrasi koranyang telah menjadi paradigma tersendiri bagi sebagian penulis, yang lantas melahirkan anggapan bahwa in house style koran justru sering memberangus penulis. Gejolak ini semakin ditunjang dengan mewabahnya penerbit-penerbit buku berlabel indie (non konvensional) yang dengan senang hati akan memfasilitasi para penulis jika ingin membukukan karyanya. Meski mayoritas kerja samaala indie ini hanya menilik sisi keuntungan finansial semata, tanpa mempertimbangkan kaidah bahasa, makna, maupun dampak baik-buruk dari buku yang sedianya akan diterbitkan.Masalah inilah yang perlu dikaji ulang secara serius oleh para peneliti sastra, karena jangan sampai ramainya giat cybersastra dan membanjirnya buku-buku indie di pasaran, pada akhirnya justru akan meruntuhkan kualitas serta menghancurkan tatanan kesusastraan sendiri.
Pada kesimpulannya, apapun kenyataan yang ada, sastra tetap harus berterima kasih kepada cybersastra. Karena kehadirannya yang telah membawa warna dan pencerahan baru dalam dunia sastra. Meski masih ada saja kalangan yang beranggapan bahwa cybersastra hanyalah konsumsi segelintir orang frustrasi yang hendak menumpahkan unek-unek dalam hati melalui tulisan, namun pada kenyataannya telah berbeda. Cybersastratelah merambah ke seluruh lapisan penggiat sastra, tanpa memandang usia, status sosial maupun eksistensi dalam bersastra. Hingga kelak di suatu waktu yang masih entah, di mana kita harapkan ketika itu telah ada kode etik, sistem dan mekanisme khusus yang mengatur segala hal terkaitdengan keberadaan cybersastra, maka kenyataan masih akan tetap sama; bahwa demokratisasi ekologisyang telah lahir melaluicybersastra akan terus meluas dan menjadi daya tarik tersendiri. Pun jika harus mengkilik-kilik andil nyata cybersastra terhadap perkembangan sastra, maka secara umum barangkali dapat dikedepankan pernyataanBudianta, dkk. (2004:24); bahwa semua pihak yang terkait dengan reproduksi dan produksi sastra akan sangat menentukan perkembangan sastra.
Oleh karenanya, dengan iringanbasmalah punhamdalah, mewakili seluruh sahabat penulis dan pemerhati sastra yang sehari-hari bergiat di Komunitas Cybersastra TITAH PENA HAMBA, kami serahkan sepenuhnya tulisan hasil karya 64 penyairyang terangkum dalam Buku Antologi Puisi SENYAWA KATA KITAini kepada seluruh pembaca, untuk selanjutnya memberi anggapan pun tanggapan. Tentunya dengan satu tujuan yang kami emban bersama-sama, yakni membangun kesusastraan serta menegaskan dengan setegas-tegasnya bahwa cybersastrabukan hanya sekedar iseng, akan tetapi telah mencipta rezim baru dalam dunia sastra. Sekaligus sebagai bukti bahwa cybersastra dengan sastra buku telah melebur dalam sebuah transformasi serta akan terus membudaya sepanjang sejarah kesusastraan.
Tak lupa pula kami haturkan terima kasih mendalam kepada orang tua kami Ersis Warmansyah Abbas, selaku motivator dan figur yang telah menggagas wacana sekaligus memfasilitasi penerbitan buku ini. Semoga segala warna yang tertuang dalam buku ini dapat menjadi instrumen tersendiri yang akan ikut mengiringi gemulai tarian sastra, dalam angan dan harapan kita semua. Dalam cerlang cinta dan kemauan para penyair TITAH PENA HAMBA, yang selalu ingin MENULIS dengan INDAH, BAIK, BENAR dan BERGUNA.
Yogyakarta, Juli 2011
Salam Bahasa, Sastra dan Budaya!
______________
Powered : Ersis Warmansyah Abbas (Banjarbaru)
Pengantar : Hadi Abdul Hamid (Yogyakarta)
Prolog : Dimas Arika Mihardja (Jambi)
Epilog : Puja Sutrisna (Boyolali)
(64 Penyair – 126 Puisi)
- Rindu Takbir (Abdul Malik)
- Saat Terindah (Abdul Malik)
- Bungkam (Ade Afiat)
- Untuk Esok Pagi (Ade Afiat)
- Onak (Ade Batari)
- Tembok (Ade Batari)
- Keluh? Huh! (Ahmad Filosofia)
- Setiap Hari Adalah (Ahmad Filosofia)
- Pada Tanah Kelahiran (Alfikry Ilmi)
- Delusi (Ali Mukhsin)
- Kabut Hati (Ali Mukhsin)
- Repihan Hati (Ali Mukhsin)
- Ciuman Pertama (Amin Nuansa Reftil)
- Dua Garis Nasib (Amin Nuansa Reftil)
- Entah (Amin Nuansa Reftil)
- Imperium Cinta (Amin Nuansa Reftil)
- Pada Lilin Pertama Kita (Amin Nuansa Reftil)
- Pada Rahim Ibumu (Andi Tendriola)
- Tentang Jarak dan Waktu (Andi Tendriola)
- Ciuman Terakhir (Anwari WMK)
- Tawa dan Candamu (Anwari WMK)
- Misteri Yang Bersahaja (Asral Sahara)
- Sajak Melankolik (Asral Sahara)
- Elegi Cinta Semusim (Astry)
- Lelaki Belati (Astry)
- Wajahku di Kolong Langit (Asyari Muhammad)
- Koi (Boedi Ismanto)
- Kepada Kembara (Dalasari Pera)
- Surat Kabar (Dalasari Pera)
- Usai Percintaanku (Deri Hudaya)
- Yang Bernama Sepuluh Bunga (Deri Hudaya)
- Lukai Tubuhku, Jangan Hatiku (Dewi Restunawati)
- Titian Kalbu (Dewi Restunawati)
- Jasadku dan Kaki Langit (Didi PS.)
- Derap Rindu (Dien Makmoer)
- Kursi Pengadilan (Dien Makmoer)
- Hutan Jati (Dissa Thami Putri)
- Kemarin (Dissa Thami Putri)
- Cinta 69 (Dwee WieLee)
- MerinduMu (Dwee WieLee)
- Prasasti Rindu (Dwi Ayu Prahandini)
- Bingkisan di Ujung Senja (Eka Watiningsih)
- Kelam Tak Segaris Bulan (Eni Meiniar Gito)
- Akasara Mati (Ezzyla Fi)
- Dendam Terindah (Ezzyla Fi)
- Amuk (Fauzi Nurbain)
- Syukur (Fauzi Nurbain)
- Ta’ziah (Firman Hidayat)
- Ratapan Dini Hari (Firman Maulana)
- Syair Bintang Untuk Rembulan (Firman Maulana)
- Pijak Resah (Galih)
- Entah (Gito Tias)
- Epigram Dalam Renungan (Hadi Abdul Hamid)
- Gatra Murakab (Hadi Abdul Hamid)
- Hikayat Kita dan Cinta (Hadi Abdul Hamid)
- Kontradiksi Era (Hadi Abdul Hamid)
- Paradoks Sastra (Hadi Abdul Hamid)
- Nyanyian Lilin (Hanna Yohana)
- Bila Patah Tak Tumbuh, Hilang Bukan Ganti (Hj. S. Bariah)
- Suluhan Jiwa (Hj. S. Bariah)
- Aku Ingin (Ibnu Din Assingkiri)
- Stasiun Sepi (Ibnu Din Assingkiri)
- Walau Tuan Berlaku Curang (Ibnu Din Assingkiri)
- Aroma Tanah Basah dan Saat Jiwa Mulai Menembang (Imron Tohari)
- Ohai! (Imron Tohari)
- Pernikahan di Bingkai Sajak (Imron Tohari)
- Cerita Anak Kampung (Irwanto HPD)
- Rerumput Kata (Irwanto HPD)
- Kita (Lingsir Wengi Guntono)
- Migren (Lingsir Wengi Guntono)
- Sesal (M. Nur Chamim)
- Tanpa Makna (M. Nur Chamim)
- Andai (Mahendra PW)
- Ini Bukan Rindu (Meli Imel)
- Saja Kau Saja (Meli Imel)
- Sebelum Ajal Mengetuk Manja (Moh. Ghufron Cholid)
- Yang Tersisa Hanya Pencipta (Moh. Ghufron Cholid)
- Hakikat Kelahiran (Muhammad Maulana Rumi)
- Sujud (Nadzme Bali)
- Sajak Malam (Neogi Arur)
- Teori (Neogi Arur)
- Rinduku (Nikky Mas Yadi)
- Pentas Masa (Noer Komari)
- Kenangan Bulan Ketiga (Nur Ridwan Shidiq)
- Ridict I (Nurani Soyomukti)
- TitahMu (Pepen Dianto)
- Di Rimba Penantian (Pidri Syaikhal)
- Jejak Pagi (Pidri Syaikhal)
- Elegi (Prasetyo Gunawan)
- Hening (Prasetyo Gunawan)
- Kepadamu (Prasetyo Gunawan)
- Mari Mencumbu Rindu (Prasetyo Gunawan)
- Puisi Perlu Kesederhanaan (Prasetyo Gunawan)
- Buat Apa (Puja Sutrisna)
- Menggenggam Matahari (Puja Sutrisna)
- Surga Itu Mudah? (Puja Sutrisna)
- Dunia (R. Hadi Isdi Hartana)
- Penjagal Malam (R. Hadi Isdi Hartana)
- Ada Hujan Lebat di Matamu (Renny Sendra Wahyuni)
- Catatan Malam (Renny Sendra Wahyuni)
- Harapan di Hatiku (Renny Sendra Wahyuni)
- Rakyat Istimewa (Renny Sendra Wahyuni)
- Tidur di Basah Aspal (Renny Sendra Wahyuni)
- Aku Titipkan Kekasihku (Restu Putri Astuti)
- Cermin Retak (Restu Putri Astuti)
- Audrey (Romyan Fauzan)
- Danau Itu Muram (Romyan Fauzan)
- Ronta Petani (Romyan Fauzan)
- Gerimis Pagi (Saidati Najia)
- Tragedi Subuh (Saidati Najia)
- Azure (Soei Rusli)
- Malam Ini (Soei Rusli)
- Pengelana (Supartini Apriawati)
- Aku Adalah Malam (Syahrial Mandeliang)
- Nanti (Tuditea Masditok)
- Terasing (Ungke)
- Wassalam (Ungke)
- Janji Adalah Keramat (Yandri Yadi Yansah)
- Kau (Yandri Yadi Yansah)
- Nilam (Yandri Yadi Yansah)
- Rusak (Yandri Yadi Yansah)
- Tergugah (Yandri Yadi Yansah)
- Aroma Dusta (Zuhrotul Makrifah)
- Dentang Jam Kedua (Zuhrotul Makrifah)
- Hujan Tengah Malam (Zup Dompas)
- Tanda Manusia (Zup Dompas)
* Proyeksi Terbit : Awal Tahun 2012
Terima kasih mendalam kepada seluruh pihak yang telah turut mendukung wacana lahirnya buku sederhana ini. Semoga membawa manfaat serta semakin menumbuhkan minat membaca dan menulis dalam lingkup masyarakat–khususnya generasi muda.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/hadi-napster/cybersastra-pentingkah/306158489409281
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/hadi-napster/antologi-senyawa-kata-kita-1/306166009408529
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar