Ahmad Zaini*
__Radar Bojonegoro, 18 Des 2011
Peluh bercucuran dari wajah keriput menjelang tua. Kedua kakinya tiada henti mengayuh pedal becak yang menjadi temannya setiap hari dalam mengais rezeki. Caping lebar yang terbuat dari anyaman bambu masih melekat di kepalanya. Kemudian dia berhenti pada sebuah warung yang berdiri di pinggir jalan. Capingnya dilepas lantas ia kipas-kipas agar keringat yang meleleh di keningnya kering. Kedua kaki ia lemaskan sembari menyandarkan punggungnya di dinding warung. Perlahan kaki kanannya diangkat di atas kursi panjang membujur di dalam warung. Ia lantas menghela napas panjang melepas lelahnya.
“Pesan apa, Met?” Tanya tukang warung.
“Biasa, Mbok. Nasi pecel dan air putih saja,” jawab Cak Selamet.
Kemudian Mbok Darmi dengan tangkas melayani pesanan Cak Selamet.
Sepiring nasi pecel dengan lalap kangkung ia santap dengan lahap. Tangan yang kini kisut dengan sedikit gemetar bergerak cekatan menyodorkan suapan nasi pada mulut yang tiap hari tak pernah lepas dari rokok klobot. Keringat yang semula agak kering kini mengucur lagi setelah melahap nasi pecel dengan cabe merah menganga. Segelas air putih diteguknya kemudian ia melepas kancing baju bagian atas. Caping yang disandarkan di kursi ia ambil kemudian ia berdiri dan meninggalkan warung itu.
“Cak, uangnya!” tegur Mbok Darmi.
“Oh, iya! Saya lupa Mbok.”
“Sudah tidak apa-apa. Ini kembalinya,”
Mbok Darmi mengulurkan tangannya kepada Cak Selamet.
Siang hari saat debu berterbangan tersapu roda kendaraan di tengah keramaian kota, Cak Selamet mengayuh becaknya berkeliling kota mencari penumpang. Dia melintas di perempatan jalan protokol. Bunyi sempritan polisi mengejutkan dirinya.
“Hai, tahu tidak kalau jalan ini sementara ditutup?” tegur polisi.
“Tidak, Pak. Memangnya kenapa?” Tanya Cak Selamet.
“Hari ini akan ada kunjungan Pak Walikota,” jawab polisi dengan wajah garang.
Kemudian Cak Selamet memutar becak ke arah yang berlawanan.
Dengan kaki berat ia mengayuh becak meninggalkan perempatan jalan tersebut. Padahal saat jam-jam seperti itu para penumpang becak mengantri di pinggir jalan raya.
“Apes, apes! Dasar polisi tidak tahu bagaimana susahnya rakyat kecil mencari uang. Gara-gara walikota akan lewat, jalan ditutup. Hilang rezekiku siang ini. Padahal saya belum dapat setoran,” gerutunya.
Menjelang sore, Cak Selamet pulang. Ia mengayuh becaknya dengan santai. Di sepanjang tepi sungai, bergerombol para penghuni rumah liar. Mereka membicarakan sesuatu. Cak Selamet dengan rasa penasaran menghentikan becaknya kemudian mencari tahu apa yang mereka bicarakan.
“Rumah kita akan digusur,” jawab Suparmin penghuni rumah di pinggir sungai itu.
“Apa? Rumah kita akan digusur!?” ucap Cak Selamet keheranan.
“Iya, tadi pak Walikota datang ke tempat kita dan memberitahukan rencana itu. Menurutnya, jika kita tidak membongkar rumah kita dalam dua hari ini, maka mereka akan merobohkan paksa rumah-rumah kita,” imbuh Suparmin.
“Tidak bisa. Kita harus menolaknya. Kita mendirikan bangunan di sini tidak meminta tanah pada kakek-nenek mereka. Kita ini membeli tanah. Enak saja asal gusur,” suara lantang Cak Selamet di hadapan para penghuni rumah tersebut.
“Betul. Betul Cak Selamet. Kita harus menolaknya,” teriaknya mendukung.
Hari-hari dilalui Cak Selamet dengan geram. Ia benar-benar murka terhadap rencana walikota menggusur rumah mereka. Cak Selamet tidak habis pikir jika nanti rumah-rumah mereka jadi digusur oleh pihak pemerintahan kota. Mau dikemanakan keluarga mereka. Rumah yang kini mereka tempati adalah hasil dari mengayuh becak selama puluhan tahun.
“Saudara-saudara, hari ini adalah hari terakhir kalian membongkar dan mengemasi barang-barang kalian. Segeralah meninggalkan tempat ini,” seru anggota satpol PP pada mereka dari atas kendaraan dinasnya.
Para penghuni tempat itu tak menggubris imbauan tersebut. Mereka tetap santai di jok becak sambil menengok kanan-kiri mencari penumpang. Bahkan pandangan matanya tidak menghiraukan mobil dinas satpol PP yang melintas di depannya.
“Becak, antarkan saya ke kantor pajak!” perintah lelaki yang berdasi motif belang-belang dan bersepatu mengkilat.
“Baik, Pak,” sanggup Cak Selamet.
Di tengah perjalanan mengantarkan lelaki tadi, Cak Selamet melintas di jalan utama kota. Di pinggir trotoar ia melihat satpol PP yang dibeckingi aparat keamanan mengusir dan mengobrak-abrik para pedagang kaki lima. Lapak dagangannya diangkut ke atas truk. Sedangkan barang dagangannya dihambur-hamburkan ke uadara hingga berceceran di jalan raya. Teriak histeris dan jerit tangis dari para pedagang terdengar jelas di gendang telinga Cak Selamet.
“Ya, Tuhan! Di mana rasa kasihan mereka. Tak bolehkah mereka mencari rezeki halal seperti yang mereka lakukan? Jika rakyat kecil mencuri ayam atau menjambret, pasti akan ditangkap polisi kemudian dipenjara. Bahkan kalau ketahuan massa maka mereka akan jadi bulan-bulanan warga dan ada yang sampai dibakar hidup-hidup. Akan tetapi mereka yang berjualan di pinggir jalan dengan cara halal kok malah dilarang. Dagangannya malah diobrak-abrik seperti itu. Serba sulit ya jadi rakyat jelata,” kata Cak Selamet dalam hati.
“Cak,berhenti, Cak!” kata lelaki yang menggunakan jasanya.
“Oh, iya,” jawab Cak Selamet sambil menginjak rem cakram becaknya.
“Ini ongkosnya,” lelaki memberikan ongkos naik becak.
“Pak, maaf! Kurang ongkosnya,” minta Cak Selamet memelas.
“Ini!” lembaran uang dua ribu dilemparkan kepada Cak Selamet.
“Dasar orang kaya! Semena-mena pada orang miskin” gerutunya.
Perlahan Cak Selamet memutar becaknya kembali ke pangkalan. Dengan mendendangkan lagu melayu, dia mengayuh becaknya melintasi jalan beraspal di tengah kota.
“Priiiiiit! Berehenti! Anda telah melanggar peraturan lalu lintas. Becak tidak boleh melintas di tengah kota. Maka sekarang Anda ikut kami!” hadang dua orang polisi menghalangi laju becak Cak Selamet.
“Waduh, Pak. Sehari ini saya baru dapat dua orang penumpang. Sekarang Bapak-bapak mau membawa saya ke kantor polisi. Terus bagaimana saya bisa mendapat uang setoran dan nafkah untuk keluarga saya?” tanya Cak Selamet mengiba pada meraka.
“Kami tidak mau tahu itu. Semua itu urusan kalian. Di sini kami hanya melaksanakan tugas,” jawab petugas dengan tegas.
Cak Selamet tak berkutik ketika para petugas menjerat dengan pasal-pasal yang tertuang dalam tuntutan. Ia pasrah pada nasib yang diterimanya. Uang setoran belum didapat malah sekarang dia meringkuk di kantor polisi.
“Pak, izinkan saya hari ini pulang. Besok pagi rumah kami akan digusur.”
“Maaf, Pak. Saya tidak bisa mengabulkan permintaan Bapak. Sebelum sanksi yang kamiberikan tuntas maka kami tidak berani mengeluarkan Bapak dari sini. Ini amanat, Pak!” terang penjaga.
Pagi hari saat waktu tenggang yang diberikan petugas sudah habis, para penghuni rumah di pinggir sungai itu bersiaga memblokir jalan. Mereka menghalangi kendaraan berat, yang akan digunakan menggusur rumah mereka, masuk ke kawasan tempat tinggal mereka. Laki-laki, perempuan, tua, muda, serta anak-anak membentuk barisan berlapis-lapis. Sementara di pihak penggusur mulai bergerak mendekati blockade warga. Diiringi oleh ratusan satpol PP dan aparat keamanan mereka merangsek membongkar blockade warga. Karena jumlah satpol PP dan aparat keamanan lebih banyak daripada jumlah warga, akhirnya blockade itu jebol. Para warga yang dianggap sebagai provokator ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.
Tanpa rasa iba para petugas membongkar paksa bangunan yang berjajar di sepanjang tepi sungai. Buldozer dengan kekuatan cakar besinya merobohkan satu demi satu rumah warga. Dalam waktu kurang dari satu jam, bangunan rumah di sepanjang sungai rata dengan tanah. Para ibu dan anak-anak menjerit histeris dan larut dalam tangis derita. Mereka kini tidak mempunyai lagi rumah untuk berteduh dari panas dan hujan. Mereka tidak mempunyai lagi tempat berkumpul bersama keluarga untuk beristirahat dan bersenda gurau. Rumah yang menjadi surga baik suka maupun duka tinggal puing-puing berserak di pinggr sungai. Ya, ratusan warga kini hanya pasrah pada nasib yang mereka alami.
Mejelang sore Cak Selamet dibebaskan dari kantor polisi. Ia diperbolehkan pulang untuk berkumpul dengan warga dan anggota keluarganya. Wajah kusut dengan tangan keriput mengendalikan laju becak menyusuri jalan-jalan kota. Saat laju roda becaknya mendekati kawasan tempat tinggalnya, perasaan Cak Selamet menjadi tidak enak. Rasa bahagia karena bebas dari kantor polisi berubah menjadi banjir air mata saat Cak Selamet menemui istri dan anak-anaknya menangis di tengah reruntuhan dan puing-puing bangunan tempat tinggalnya. Mereka merengek dan menangis merangkul orang tuanya yang baru datang dari kantor polisi.
Becak, barang miliknya dan satu-satunya yang tersisa dibiarkan tergeletak di pinggir jalan. Mereka larut dalam tangis penderitaan. Masa depan anak-anaknya kini tak jelas. Terkubur bersama reruntuhan dan puing-puing bangunan rumahnya.
Malam hari ketika purnama sempurna, ia tampak tersenyum kemudian membisikkan gairah kepada mereka untuk bangkit lagi. Jemari tangannya kemudian tergerak merengkuh kemudi becak yang dibiarkan tergeletak sejak sore itu.
*) Cerpenis adalah guru SMA Raudlatul Muta’allimin Babat. Tinggal di Wanar Pucuk Lamongan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 23 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
1 komentar:
Saya warga baru yang hendak belajar sastra. Mohon bimbingan kawan-kawan. Sudah dua kali ini saya baca cerpen Kang Zaini yang terbit di Radar Bojonegoro. Terima kasih. Jadi semangat, ternyata arek Jawa Timur juga memiliki wadah untuk menumpahkan kreasinya di sini. ^0^
Posting Komentar