Jumat, 23 Desember 2011

Cak Selamet

Ahmad Zaini*
__Radar Bojonegoro, 18 Des 2011

Peluh bercucuran dari wajah keriput menjelang tua. Kedua kakinya tiada henti mengayuh pedal becak yang menjadi temannya setiap hari dalam mengais rezeki. Caping lebar yang terbuat dari anyaman bambu masih melekat di kepalanya. Kemudian dia berhenti pada sebuah warung yang berdiri di pinggir jalan. Capingnya dilepas lantas ia kipas-kipas agar keringat yang meleleh di keningnya kering. Kedua kaki ia lemaskan sembari menyandarkan punggungnya di dinding warung. Perlahan kaki kanannya diangkat di atas kursi panjang membujur di dalam warung. Ia lantas menghela napas panjang melepas lelahnya.

“Pesan apa, Met?” Tanya tukang warung.

“Biasa, Mbok. Nasi pecel dan air putih saja,” jawab Cak Selamet.

Kemudian Mbok Darmi dengan tangkas melayani pesanan Cak Selamet.

Sepiring nasi pecel dengan lalap kangkung ia santap dengan lahap. Tangan yang kini kisut dengan sedikit gemetar bergerak cekatan menyodorkan suapan nasi pada mulut yang tiap hari tak pernah lepas dari rokok klobot. Keringat yang semula agak kering kini mengucur lagi setelah melahap nasi pecel dengan cabe merah menganga. Segelas air putih diteguknya kemudian ia melepas kancing baju bagian atas. Caping yang disandarkan di kursi ia ambil kemudian ia berdiri dan meninggalkan warung itu.

“Cak, uangnya!” tegur Mbok Darmi.

“Oh, iya! Saya lupa Mbok.”

“Sudah tidak apa-apa. Ini kembalinya,”

Mbok Darmi mengulurkan tangannya kepada Cak Selamet.

Siang hari saat debu berterbangan tersapu roda kendaraan di tengah keramaian kota, Cak Selamet mengayuh becaknya berkeliling kota mencari penumpang. Dia melintas di perempatan jalan protokol. Bunyi sempritan polisi mengejutkan dirinya.

“Hai, tahu tidak kalau jalan ini sementara ditutup?” tegur polisi.

“Tidak, Pak. Memangnya kenapa?” Tanya Cak Selamet.

“Hari ini akan ada kunjungan Pak Walikota,” jawab polisi dengan wajah garang.

Kemudian Cak Selamet memutar becak ke arah yang berlawanan.

Dengan kaki berat ia mengayuh becak meninggalkan perempatan jalan tersebut. Padahal saat jam-jam seperti itu para penumpang becak mengantri di pinggir jalan raya.

“Apes, apes! Dasar polisi tidak tahu bagaimana susahnya rakyat kecil mencari uang. Gara-gara walikota akan lewat, jalan ditutup. Hilang rezekiku siang ini. Padahal saya belum dapat setoran,” gerutunya.

Menjelang sore, Cak Selamet pulang. Ia mengayuh becaknya dengan santai. Di sepanjang tepi sungai, bergerombol para penghuni rumah liar. Mereka membicarakan sesuatu. Cak Selamet dengan rasa penasaran menghentikan becaknya kemudian mencari tahu apa yang mereka bicarakan.

“Rumah kita akan digusur,” jawab Suparmin penghuni rumah di pinggir sungai itu.

“Apa? Rumah kita akan digusur!?” ucap Cak Selamet keheranan.

“Iya, tadi pak Walikota datang ke tempat kita dan memberitahukan rencana itu. Menurutnya, jika kita tidak membongkar rumah kita dalam dua hari ini, maka mereka akan merobohkan paksa rumah-rumah kita,” imbuh Suparmin.

“Tidak bisa. Kita harus menolaknya. Kita mendirikan bangunan di sini tidak meminta tanah pada kakek-nenek mereka. Kita ini membeli tanah. Enak saja asal gusur,” suara lantang Cak Selamet di hadapan para penghuni rumah tersebut.

“Betul. Betul Cak Selamet. Kita harus menolaknya,” teriaknya mendukung.

Hari-hari dilalui Cak Selamet dengan geram. Ia benar-benar murka terhadap rencana walikota menggusur rumah mereka. Cak Selamet tidak habis pikir jika nanti rumah-rumah mereka jadi digusur oleh pihak pemerintahan kota. Mau dikemanakan keluarga mereka. Rumah yang kini mereka tempati adalah hasil dari mengayuh becak selama puluhan tahun.

“Saudara-saudara, hari ini adalah hari terakhir kalian membongkar dan mengemasi barang-barang kalian. Segeralah meninggalkan tempat ini,” seru anggota satpol PP pada mereka dari atas kendaraan dinasnya.

Para penghuni tempat itu tak menggubris imbauan tersebut. Mereka tetap santai di jok becak sambil menengok kanan-kiri mencari penumpang. Bahkan pandangan matanya tidak menghiraukan mobil dinas satpol PP yang melintas di depannya.

“Becak, antarkan saya ke kantor pajak!” perintah lelaki yang berdasi motif belang-belang dan bersepatu mengkilat.

“Baik, Pak,” sanggup Cak Selamet.

Di tengah perjalanan mengantarkan lelaki tadi, Cak Selamet melintas di jalan utama kota. Di pinggir trotoar ia melihat satpol PP yang dibeckingi aparat keamanan mengusir dan mengobrak-abrik para pedagang kaki lima. Lapak dagangannya diangkut ke atas truk. Sedangkan barang dagangannya dihambur-hamburkan ke uadara hingga berceceran di jalan raya. Teriak histeris dan jerit tangis dari para pedagang terdengar jelas di gendang telinga Cak Selamet.

“Ya, Tuhan! Di mana rasa kasihan mereka. Tak bolehkah mereka mencari rezeki halal seperti yang mereka lakukan? Jika rakyat kecil mencuri ayam atau menjambret, pasti akan ditangkap polisi kemudian dipenjara. Bahkan kalau ketahuan massa maka mereka akan jadi bulan-bulanan warga dan ada yang sampai dibakar hidup-hidup. Akan tetapi mereka yang berjualan di pinggir jalan dengan cara halal kok malah dilarang. Dagangannya malah diobrak-abrik seperti itu. Serba sulit ya jadi rakyat jelata,” kata Cak Selamet dalam hati.

“Cak,berhenti, Cak!” kata lelaki yang menggunakan jasanya.

“Oh, iya,” jawab Cak Selamet sambil menginjak rem cakram becaknya.

“Ini ongkosnya,” lelaki memberikan ongkos naik becak.

“Pak, maaf! Kurang ongkosnya,” minta Cak Selamet memelas.

“Ini!” lembaran uang dua ribu dilemparkan kepada Cak Selamet.

“Dasar orang kaya! Semena-mena pada orang miskin” gerutunya.

Perlahan Cak Selamet memutar becaknya kembali ke pangkalan. Dengan mendendangkan lagu melayu, dia mengayuh becaknya melintasi jalan beraspal di tengah kota.

“Priiiiiit! Berehenti! Anda telah melanggar peraturan lalu lintas. Becak tidak boleh melintas di tengah kota. Maka sekarang Anda ikut kami!” hadang dua orang polisi menghalangi laju becak Cak Selamet.

“Waduh, Pak. Sehari ini saya baru dapat dua orang penumpang. Sekarang Bapak-bapak mau membawa saya ke kantor polisi. Terus bagaimana saya bisa mendapat uang setoran dan nafkah untuk keluarga saya?” tanya Cak Selamet mengiba pada meraka.

“Kami tidak mau tahu itu. Semua itu urusan kalian. Di sini kami hanya melaksanakan tugas,” jawab petugas dengan tegas.

Cak Selamet tak berkutik ketika para petugas menjerat dengan pasal-pasal yang tertuang dalam tuntutan. Ia pasrah pada nasib yang diterimanya. Uang setoran belum didapat malah sekarang dia meringkuk di kantor polisi.

“Pak, izinkan saya hari ini pulang. Besok pagi rumah kami akan digusur.”

“Maaf, Pak. Saya tidak bisa mengabulkan permintaan Bapak. Sebelum sanksi yang kamiberikan tuntas maka kami tidak berani mengeluarkan Bapak dari sini. Ini amanat, Pak!” terang penjaga.

Pagi hari saat waktu tenggang yang diberikan petugas sudah habis, para penghuni rumah di pinggir sungai itu bersiaga memblokir jalan. Mereka menghalangi kendaraan berat, yang akan digunakan menggusur rumah mereka, masuk ke kawasan tempat tinggal mereka. Laki-laki, perempuan, tua, muda, serta anak-anak membentuk barisan berlapis-lapis. Sementara di pihak penggusur mulai bergerak mendekati blockade warga. Diiringi oleh ratusan satpol PP dan aparat keamanan mereka merangsek membongkar blockade warga. Karena jumlah satpol PP dan aparat keamanan lebih banyak daripada jumlah warga, akhirnya blockade itu jebol. Para warga yang dianggap sebagai provokator ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.

Tanpa rasa iba para petugas membongkar paksa bangunan yang berjajar di sepanjang tepi sungai. Buldozer dengan kekuatan cakar besinya merobohkan satu demi satu rumah warga. Dalam waktu kurang dari satu jam, bangunan rumah di sepanjang sungai rata dengan tanah. Para ibu dan anak-anak menjerit histeris dan larut dalam tangis derita. Mereka kini tidak mempunyai lagi rumah untuk berteduh dari panas dan hujan. Mereka tidak mempunyai lagi tempat berkumpul bersama keluarga untuk beristirahat dan bersenda gurau. Rumah yang menjadi surga baik suka maupun duka tinggal puing-puing berserak di pinggr sungai. Ya, ratusan warga kini hanya pasrah pada nasib yang mereka alami.

Mejelang sore Cak Selamet dibebaskan dari kantor polisi. Ia diperbolehkan pulang untuk berkumpul dengan warga dan anggota keluarganya. Wajah kusut dengan tangan keriput mengendalikan laju becak menyusuri jalan-jalan kota. Saat laju roda becaknya mendekati kawasan tempat tinggalnya, perasaan Cak Selamet menjadi tidak enak. Rasa bahagia karena bebas dari kantor polisi berubah menjadi banjir air mata saat Cak Selamet menemui istri dan anak-anaknya menangis di tengah reruntuhan dan puing-puing bangunan tempat tinggalnya. Mereka merengek dan menangis merangkul orang tuanya yang baru datang dari kantor polisi.

Becak, barang miliknya dan satu-satunya yang tersisa dibiarkan tergeletak di pinggir jalan. Mereka larut dalam tangis penderitaan. Masa depan anak-anaknya kini tak jelas. Terkubur bersama reruntuhan dan puing-puing bangunan rumahnya.

Malam hari ketika purnama sempurna, ia tampak tersenyum kemudian membisikkan gairah kepada mereka untuk bangkit lagi. Jemari tangannya kemudian tergerak merengkuh kemudi becak yang dibiarkan tergeletak sejak sore itu.

*) Cerpenis adalah guru SMA Raudlatul Muta’allimin Babat. Tinggal di Wanar Pucuk Lamongan.

1 komentar:

@saifuali mengatakan...

Saya warga baru yang hendak belajar sastra. Mohon bimbingan kawan-kawan. Sudah dua kali ini saya baca cerpen Kang Zaini yang terbit di Radar Bojonegoro. Terima kasih. Jadi semangat, ternyata arek Jawa Timur juga memiliki wadah untuk menumpahkan kreasinya di sini. ^0^

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest