Minggu, 06 November 2011

Kehidupan Sastra di Dalam Pikiran

Seno Gumira Ajidarma
Kompas, 3 Jan 1993

Ketika Jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila Jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran. Fakta-fakta bisa diembargo, dimanipulasi, atau ditutup dengan tinta hitam, tapi kebenaran muncul dengan sendirinya, seperti kenyataan. Jurnalisme terikat oleh seribu satu kendala, dari bisnis sampai politik, untuk menghadirkan dirinya, namun kendala sastra hanyalah kejujurannya sendiri. Buku sastra bisa dibredel, tapi kebenaran dan kesusastraan menyatu bersama udara, tak tergugat dan tertahankan. Menutupi fakta adalah tindakan politik, menutupi kebenaran adalah tindakan paling bodoh yang bisa dilakukan manusia di muka bumi.

Kesusastraan hidup di dalam pikiran. Di dalam sejarah kemanusiaan yang panjang, kebenaran dalam sastra akhirnya menjulang dengan sendirinya, di tengah hiruk-pikuk macam apapun yang diprogram secara terperinci lewat media komunikasi massa. Rekayasa media massa yang paling canggih pun akan cepat lumer seperti es krim, namun kesusastraan yang ditulis di atas kertas cebok di padang-padang pengasingan, dari Buru sampai Siberia, dari detik ke detik memunculkan dirinya, bicara dalam segala bahasa di delapan penjuru angin. Jangan salah tafsir, ini bukan pemahlawanan para sastrawan, ini hanya menunjukkan keberadaan sastra. Setiap kali kepala seorang sastrawan dipenggal, kebenaran dalam sastra itu akan menitis ke kepala seribu sastrawan lain—yakni siapapun mereka yang “dikutuk” untuk menuliskan kebenaran.

Waktu yang dibutuhkan barangkali bisa panjang, tidak hanya 29 tahun seperti JFK, yang mengguncang setiap kamuflase sekitar pembunuhan presiden Kennedy. Melainkan bisa berabad-abad, seperti secuil prasasti yang muncul dari dalam tanah, hanya untuk meluruskan jalannya sejarah. Perjalanan Nagarakertagama adalah contoh yang bagus, tentang bagaimana karya sastra pada gilirannya menjadi lorong waktu, yang menembus zaman mengamankan kebenaran.

***

Adalah Prapanca, reporter dari Majapahit itu, yang di luar kebiasaan para pujangga yang hanya bisa memuji-muji rajanya, menuliskan kebenaran lain dari kerajaan yang kebesarannya masih dipoles-poles sampai sekarang, dalam syair panjang yang kemudian disebut Nagarakertagama. Namun untuk bisa dimengerti dalam bahasa Indonesia sambil tiduran, Nagarakertagama mengalami perjalanan ratusan tahun.

Meski sudah ditulis tahun 1365 di lereng gunung, di desa Kalamsana, jawa Timur, dengan huruf dan bahasa Jawa Kuno, ia baru ditemukan (itu pun naskah salinan tahun 1740 oleh arthapamasah dengan huruf Bali) di Lombok pada 1894 ketika tentara Hindia Belanda menyerbu dan menjarah Puri Cakranagara, lantas dibawa ke Belanda. Bagaimana naskah salinan itu bisa berada di Lombok, menurut Slamet Mulyana karena pada akhir abad XVII sampai pertengahan abad XVIII, kekuasaan Raja Karangasem di Klungkung memang sampai ke sana. Sedangkan, seperti diketahui, kejayaan budaya Majapahit—dan Jawa Kuno—memang diabadikan di Bali, ke mana orang-orang Majapahit yang militan menyingkirkan diri, semenjak kedatangan Islam.

Penafsiran dan terjemahan Brandes terbit dalam huruf latin dan Bahasa Belanda pada tahun 1902. Disusul oleh sederet sarjana Belanda plus Poerbatjaraka. Negarakertagama diperkenalkan dalam bahasa Inggris lewat Java in the 14th Century, antara 1960-1963, oleh Pigeaud. Dipopulerkan lewat kalangwan, juga dalam bahasa Inggris, oleh Zoetmulder, pada 1974, sebagai salah satu naskah sastra Jawa Kuno yang dikumpulkan di sana. dan baru pada 1979 untuk pertama kalinya Nagarakertagama bisa dibaca dalam bahasa Indonesia lewat terjemahan Slamet Mulyana.

Diperlukan waktu 614 tahun bagi turunan orang-orang Majapahit, untuk tidak hanya mendapat gambaran tentang kehidupan di dalam istana, di mana biasanya para pujangga bercokol di menara gadingnya, melainkan sebuah desawarnana (deskripsi mengenai desa-desa). Prapanca tidak mendapatkan kebenaran itu dengan gratis, ia harus memisahkan diri dari rombongan Hayam Wuruk, dalam perjalanan keliling tahun 1359, untuk melihat kenyataan lain, yang tidak semua penulis masa itu berani melakukan, apalagi menuliskannya.

Ketika para pujangga Jawa terbiasa menjadi mabuk oleh keindahan alam, Prapanca malah berkata “ndatan kacaritan kalangwan ikanan ranu”—kami tidak akan bicara tentang keindahan danau itu. Dengan kata lain sebuah Nagarakertagama, satu-satunya sumber tiada tara tentang keberadaan Majapahit, hanya bisa dilahirkan oleh sebuah visi yang berani melawan kemapanan, bukan hanya dalam penulisan sastra, tapi juga kemapanan politik. Dalam analisisnya Slamet Mulyana mengungkapkan, meski naskah itu merupakan sebuah pujasastra kepada Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanagara, namun paham politik Prapanca sebenarnya tidak sejajar dengan Gajah Mada, yang telah menjadi pedoman semenjak pemerintahan Tribuwana Tunggadewi.

Kalangwan, yang begitu terperinci melaporkan kebenaran di alam Jawa Kuno, baru terbaca dalam bahasa Indonesia tahun 1983 lewat terjemahan Dick Hartoko. Selain memuat Nagarakertagama, juga mengungkap isi sumanasantaka yang ditulis Monaguna. Secara mengejutkan dalam naskah itu terdapat teks tentang daerah pedesaan seperti, “pada marek adum unggwan yan wang sresti humaliwat/asila-sila ri pinggir ning margamalaku sereh”—rakyat untuk sementara meninggalkan pekerjaan sementara pawai itu lewat dan minta sedekah berupa sirih, yang menujukkan indikasi adanya kemiskinan.

Monaguna tak berhenti di sana, ia tuliskan pula bahwa di desa-desa itu “alumbung alit-alit/ teka ri sapi nikalit norakral-kral amedusi”—lumbung-lumbung kecil dan lembu-lembunya sedemikian kurus di bawah ukuran wajar, sehingga lebih menyerupai domba-domba. Tentu saja di semesta kalangon (nyanyian keindahan) yang membaluti hampir segenap Teks dalam sastra Jawa Kuno, deskripsi macam ini merupakan kebenaran, yang meskipun secuil tapi menjelaskan bagaimana kemiskinan struktural menancap dengan kokoh di tanah jawa sejak dahulu kala.

***

Barangkali harus ditambahkan, bahwa Nagarakertagama menurut para ahli, besar kemungkinan tidak populer pada zamannya. Selain karena bentuk penulisan, yang menyempal dari kaidah estetika waktu itu, juga karena Prapanca diduga merupakan seorang tokoh tersingkir. Prapanca adalah nama samaran. Bahkan ada juga dugaan tak pernah terbaca di kalangan istana. Jadi merupakan sastra yang tidak diakui. Tak sepotong prasasti pun menyebutnya, jika Nagarakertagama memang sepenting seperti yang ditemukan sekarang. Ini hanya membuktikan, bahwa seringkali sisi lain kebenaran memang membutuhkan waktu yang panjang untuk ditemukan. Berg mengutik-utik Nagarakertagama selama 30 tahun lebih untuk menemukan bahwa Nagarakertagama bagaikan sebuah planet yang dikelilingi satelit-satelit lain dalam konfigurasi-kakawin.

Slamet Mulyana dalam terjemahan tahun 1979 mengungkapkan, bahwa pada 1978 telah ditemukan salinan naskah-naskah Nagarakertagama lain, masing-masing di Amlapura, Geria Pidada Klungkung, dan Geria Carik Sideman. Kita belum tahu kebenaran apalagi yang bisa terungkap dari naskah-naskah lontar yang belum diteliti itu. Namun kisah tentang salin menyalin naskah itu sendiri, sudah merupakan fakta yang menakjubkan tentang bagaimana buah pikiran manusia dipertahankan dan diselamatkan dari zaman ke zaman.

Kebenaran dalam kesusatraan adalah sebuah perlawanan bagai historisisme, sejarah yang hanya diciptakan bagi pembenaran kekuasaan. Kebenaran dalam kesusastraan sama sekali tidak tergantung pada tanah dan karas—keduanya alat tulis Jawa Kuno—maupun komputer, melainkan oleh visi dalam kepala yang dengan sendirinya antikompromi

terhadap pemalsuan sejarah. Perangkat sastra seperti kertas dan disket bisa terpendam, dilupakan, dan dimusnahkan, tapi kesusastraan akan tetap hadir sebagai kebenaran dari pojok bisu manapun, karena kehidupan sastra berada di dalam pikiran.

*) Dipublikasikan pertama kali di Harian Kompas, Minggu 3 Januari 1993. Dibukukan dalam kumpulan Essay “Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara”, Bentang, 1997.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=213445282017678

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest