Senin, 18 Juli 2011

Puisi Indonesia Miskin Diksi

Teguh Presetyo
Lampung Post, 4 Mei 2008

KARYA sastra Indonesia, terutama puisi, meski pertumbuhannya pesat, dinilai miskin diksi. Bahkan bisa dikatakan tidak ada perkembangan diksi-diksi terbaru yang mampu dihasilkan para penyair.

Penyair Binhad Nurohmat mengemukakan hal tersebut dalam kegiatan Bilik Sastra Membedah Buku 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008 yang dikeluarkan Anugerah Sastra Pena Kencana, di PKM Unila, Rabu (30-4) malam. Padahal menurut dia, sekitar 10 tahun terakhir ini, karya sastra yang ada dan berhasil diciptakan para penyair sudah sangat banyak.

Apalagi berkaitan dengan sastra yang ada di Indonesia saat ini yang tidak bisa dimungkiri merupakan “sastra koran”, di mana kuantitas penerbitan karya sastra terutama puisi dan cerpen menjadi semakin intens. Sebab, jumlahnya yang diperkirakan mencapai ribuan judul puisi dan cerpen yang telah di keluarkan. Tentu saja ini merupakan angka yang tidak sedikit.

“Namun, ternyata pertumbuhan karya sastra yang tinggi tersebut tidak dibarengi dengan inovasi baik berkaitan dengan ekstetika maupun tema. Begitu juga dengan pertumbuhan diksi yang nyaris dikatakan tak ada yang baru,” kata Binhad. Sehingga penyair asal Lampung Timur ini berani mengatakan dalam waktu 20 tahun, hanya ada beberapa saja kalimat yang bisa ditebarkan.

Dia menyebutkan bahwa pada era tahun 70-an, paling tidak terdapat tiga penyair yang bisa dikatakan memiliki waktu starter yang sama, tapi bisa dikenal dengan memiliki ciri khasnya tersendiri yakni Goenawan Muhammad, Sapardi Djoko Damono, dan Sutardji Calzoum Bachri. Sedangkan yang ada kini penyair banyak yang tidak memiliki temuan inovasi terutama persoalan diksi seperti dahulu. “Inovasinya semakin miskin. Dunia semakin maju tapi dunia kepenyairan mundur.”

Meskipun memang diksi yang dimaksudkan bukanlah suatu yang masih mentah. Namun, diksi tersebut yang mampu diberikan makna lain oleh penyairnya. “Kini penyair banyak yang miskin dalam menyikapi kata.”

Binhad menyatakan berdasarkan sejarah perkembangan dunia sastra Indonesia yang diawali penyair yang tergabung dalam Pujangga Baru bisa dikatakan mampu menjawab kekosongan akan diksi yang sarat akan optimisme. Lalu era revolusioner, Chairil Anwar muncul dengan diksi yang berbeda dengan yang digulirkan Pujangga Baru. Kemudian era tahun 1970-an, muncul Sutardji Calzoum Bachri dengan Mantra yang merupakan kegelisahannya memunculkan identitas kelokalannya di tengah dunia yang menjelang era globalisasi.

Kemudian tahun 80-an muncul W.S. Rendra dengan diksi yang penuh protes akan kondisi yang ada. Dan kemudian muncul Afrizal Malna yang kemudian membawa diksi-diksi yng memperlihatkan kondisi masyarakat perkotaan. “Dalam puisinya muncul kata-kata yang dulu tidak dikenal pada karya sastra seperti botol Coca Cola, odol, opelet, kulkas, dan sebagainya,” kata Binhad lagi.

Makanya, dia menyatakan bahwa ketika 100 karya sastra yang ada sudah dilabelkan menjadi karya terbaik, takutnya nanti akan dijadikan satu rujukan oleh masyarakat. “Dan inilah yang kemudian menjadi beban sosial bagi dewan juri yang ada.”

Sedangkan Joko Pinurbo, penyair yang juga merupakan wakil dari dewan juri dari Anugerah Sastra Pena Kencana, mengatakan kalau dirinya lebih tertarik melihat karya sastra terutama puisi dari detail. “Saya akan tercengang ketika membaca karya puisi yang kalimatnya sederhana tapi bisa membuat sebuah metafora yang sangat indah. Contohnya karya Ari Pahala Hutabarat yang berjudul Kado Ulang Tahun.”

Sebab, menurut Joko, puisi bisa berkata lebih sederhana, lebih jernih, dan lebih jelas terhadap suatu yang rumit ataupun kata biasa yang kerap diucapkan. “Salah satu yang menghambat penyair dalam mengembangkan diksi adalah banyaknya penyair yang hanya belajar dari penayir-penyair terdahulu, belum mencoba menginjakkan ke dunia lain.” Sementara itu, penyair Ari Pahala Hutabarat mengaku sangat tidak setuju dengan pernyataan Binhad. Dia mengaku cukup mengerti niatan baik dari Binhad agar para penyair bisa lebih memperkaya diksi yang dimilikinya. Namun, menurut dia, diksi bukanlah satu persoalan krusial yang dialami para penyair kini.

“Apakah betul diksi yang menjadi persoalan saat ini. Sebab sebenarnya menurut saya, persoalan utama dari dunia sastra terutama puisi adalah sedikitnya tema. Sehingga terlampau jemu dengan tema-tema itu saja seperti sepi, senja, dan pelabuhan,” kata penggiat KoBER ini.

Sebab itu, menurut dia, tema-tema yang ada sekarang merupakan satu pengulangan dari tema yang sudah ada, bahkan bisa dikatakan semakin menyempit. Kalaupun ada tema yang baru, tapi ini tidak disertai dengan pendalaman tema. Sehingga belum bisa secara jernih untuk memasukinya. “Tugas penyair inilah mendalami tema yang ada. Karena karya yang berbeda hanyalah sebatas antitetis dari karya yang sudah ada. Untuk itu, Ari sangat tidak sepakat dengan pendapat Binhad yang lebih mempersoalkan masalah kelemahan diksi.

Anugerah Sastra Pena Kencana

Mengapa sastra Indonesia hingga kini belum pernah mendapatkan Nobel? Bahkan cerpen dan puisi yang merupakan genre terpopuler yang banyak diciptakan oleh sastrawan, memang tidak dididik atau dikondisikan untuk mendapatkan penghargaan yang memadai.

Sebuah pertanyaan menggelitik tapi cukup menyentak tersebut dikemukakan Triyanto Triwikromo yang merupakan Direktur Program Anugrah Sastra Pena Kencana, dalam kata pengantar buku 100 Puisi Terbaik Indonesia. Triyanto mengatakan hingga kini apresiasi yang diberikan atas karya sastra puisi ataupun cerpen masih sangat kecil sekali. Honorarium yang diterima penulis untuk karya puisi tertinggi hanya mencapai Rp250 ribu dan cerpen berkisar Rp1 juta–Rp1,5 juta.

Meskipun sudah ada pemberian penghargaan yang diberikan beberapa institusi pada karya puisi dan cerpen terbaik. Misalnya dari Harian Kompas dan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. Pun dengan Khatulistiwa Literary Award yang memberikan penghargaan kepada penyair yang berhasil melahirkan buku kumpulan puisi ataupun cerpen terbaik. “Makanya Anugerah Sastra Pena Kencana ini hadir memangkas jalur yang terlalu lama dan ingin memartabatkan sastrawan.”

Eka Kurnia dari Anugerah Sastra Pena Kencana yang hadir dalam kegiatan bilik sastra menyatakan bahwa 100 puisi terbaik yang ada tersebut, diambil dari karya-karya puisi yang diterbitkan 12 media massa yakni Lampung Post, Kompas, Suara Pembaharuan, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Jawa Pos, Bali Post, Pontianak Post, Fajar, dan Pikiran Rakyat. “Namun, pemilihan media massa ini akan terus berubah dilihat dari apakah media tersebut masih peduli dengan dunia sastra.”

Kemudian karya-karya yang ada di media massa tersebut dinilai oleh tujuh dewan juri yang ditunjuk PT Kharisma Pena Kencana, yakni Prof.Dr.Sapardi Djoko Damono, Prof.Dr.Budi Darma, Prof.Dr.Apsanti Djokosujatno, Ahmad Tohari, Sitok Srengenge, Joko Pinurbo, dan Jamal D. Rahman. Karya yang dinilai mulai 1 November 2006 sampai 31 Oktober 2007.

“Pembaca bisa menentukan karya terbaik yang dipilihnya dengan mengirimkannya via SMS. Nantinya akan dipilih tiga pemenang dengan total hadiah Rp50 juta, yakni juara pertama Rp25 juta, juara kedua Rp15 juta, dan juara ketiga Rp10 juta. Pemilihan dapat dilakukan hingga 15 Agustus yang akan datang dan akan diumumkan pada bulan September 2008,” ujar Eka.

Dan dari 100 karya puisi terbaik yang ada tersebut, penyair asal Lampung mendominasi jumlahnya. Sebut saja Ari Pahala Hutabarat, Dahta Gautama, Dina Oktaviani, Inggit Putria Marga, Iswadi Pratama, Jimmy Maruli Alfian, Laela Awalia, Lupita Lukman, dan Oyos Saroso H.N. Semoga saja gelar puisi terbaik tersebut mampu diraih oleh penyair asal Lampung. Sehingga nama Lampung sebagai negeri penyair akan semakin berkibar.

Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/05/apresiasi-puisi-indonesia-miskin-diksi.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest