Rabu, 25 Mei 2011

Membaca Nurel, Membaca Sutardji *

Fanani Rahman
http://sastra-indonesia.com/

“ akulah Jala Suta, memberontak
adalah siasatku menghormati nenek moyang.”

Kutipan di atas adalah penggalan dari larik terakhir puisi panjang Nurel Javissyarqi, Balada Jala Suta, yang ditulisnya lebih 10 tahun lampau, dalam kembara kreatifnya di Yogyakarta. Dari larik puisi itu pula saya mencoba silaturahmi “mengenal” proses kreatifnya, sebab akan terkesan sok akrab kalau saya mengistilahkan “menyelami” atau “mengupas” atau istilah lain — yang malah kurang nyaman.

Saya belum pernah bertemu langsung dengan Nurel, hanya sekali bersapa via sms, seminggu lalu, atas budi baik Sabrank Suparno yang berbagi nomor HP, yang telah duluan jadi teman bersastra. Sementara dari catatan Fahrudin Nasrulloh, saya mendapatkan sekilas gambaran sosok Nurel, yang digelari sebagai penulis pemberontak, yang nekad dan gede nyali bikin penerbit sendiri, Pustaka Pujangga.

Sayapun akhirnya berkenalan juga dengan situs sastra-indonesia.com, situs yang konon dibuat dengan nekad pula oleh Nurel 3 tahun lampau. Yang dengan jujur saya acungi jempol, karena telah mampu menjadi lembar-lembar propaganda, menjumput karya-karya sastra yang tak tergapai media massa.

Baiklah kawan, ijinkan saya mulai masuk,

adegan I :

Fenomena Sekte Sutardji Calzoum Bahri (SCB)

Dalam sejarah sastra Indonesia, nama SCB melesat bagai kejora, sekitar tahun 1970-an, tatkala tampil membaca puisi tunggal, dengan gaya yang nyleneh, membaca puisi sambil menenggak bir dan mengayunkan kapak di atas panggung. Gelar kepenyairannya makin kokoh, ketika dia memproklamirkan “Kredo Puisi” tahun 1973, sebagai konsep bersastranya. Oleh beberapa pengamat dia dianggap sebagai pembaharu perpuisian Indonesia, bahkan diberi gelar Presiden Penyair Indonesia.

Untuk menyegarkan ingatan, berikut saya kutip kredonya :

“Dalam (penciptaan) pusi saya, kata-kata saya biarkan bebas…

Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama,….

Sebagai penyair saya hanya menjaga – sepanjang tidak mengganggu kebebasannya – agar kehadirannya yang lebih bebas sebagai bentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal. Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata yang berarti mengembalikan kata-kata pada awal-mulanya. Pada mulanya-adalah Kata. Dan Kata pertama adalah Mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.”

Kredo puisi yang diproklamirkan itu, sungguh luar biasa efeknya, ibarat strategi memenangkan peperangan dan legitimasi atas keistimewaan karyanya. Sejurus itu, blantika sastra mengamininya, tersebutlah SCB sebagai pembaharu puisi tanah air. Konon, sejak itu SCB dianggap meluruhkan mitos Chairil Anwar Sang Pelopor angkatan 45, sebagaimana jua Chairil meluruhkan mitos Raja Pujangga Baru, Amir Hamzah.

Posisi SCB mendapat tahta yang istimewa dalam jagat sastra Indonesia, iapun banyak mendapat penghargaan sastra, antara lain South East Asia Writing Award (Sea Award) di Bangkok, Thailand (1979), dan Anugerah Sastra “Chairil Anwar” (l997-l998) dari Dewan Kesenian Jakarta. Puisinya diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Belanda.

Hingga tergelar acara “Pekan Presiden Penyair” yang dihelat di Taman Ismail Marzuki–menara gading sastra– untuk merayakan usia 66 tahun SCB, paling tidak ini menunjukkan seberapa penting eksistensi Sutardji dalam sejarah sastra Indonesia. Konon, acaranya sungguh semarak, menghadirkan pembicara-pembicara sastra dari negeri tetangga pula. Setahu saya, belum pernah ada penghidmatan atas penyair yang diwujudkan dalam agenda sastra sebegitu meriah, sebagaimana yang diberikan terhadap SCB ini. Kecuali mungkin terhadap tokoh-tokoh yang sudah tiada, pada Chairil Anwar misalnya.

SCB telah berhasil menciptakan mitos dirinya. Telah berhasil membangun sekte sastra tersendiri (meminjam istilah Oyos Suroso HN). Betapa tidak, semua yang keluar dari dirinya selalu dianggap memukau, nyleneh, mempesona, dielu-elukan. Sosok dan penampilannya yang nyleneh, konon telah dianut dengan takdzim oleh beberapa generasi setelahnya. Kabarnya, salah seorang lomba baca puisi dalam rangkaian acara “Pekan Presiden Penyair” itu, membawakan puisi berjudul “Mas Kawin” nyaris tanpa busana dan beraksi panggung layaknya sebuah peristiwa ranjang.

Adegan II :

Nurel pun takjub pada Presiden Penyair

Sebagaimana halnya pengelana sastra yang lain, Nurel pun takjub atas kepiawaian SCB. Ini bisa dirasakan pada bagaimana buncahnya dia mengisahkan, bertemu sepanggung dengan SCB, saat rangkaian peristiwa pengukuhan Abdul Hadi WM sebagai Guru Besar, di Kampus Paramadina, Jakarta.

Pun bagaimana Nurel memberikan catatan hormat atas kumpulan esai SCB, Isyarat, terbitan Indonesia Tera, 2007. Berikut saya kutip ulasan Nurel :

“Membaca Isyarat Tardji, serasa mendengar paduan suara jaman, yang didengungkan kumpulan serangga nan berkumandang.” (dari esai “Isyarat Tardji Tergeletak dan Codot” 17 September 2010)

Pada paragraf lain, ia menulis :

“Ia telah melampaui seorang diri, genap sudah usianya melegenda; seumur hidup dikawal kalimah-kalimahnya, praktis paripurna. Bahasa menterengnya, Tardji itu segugus peradaban perpuisian di Indonesia.” (dari esai “Isyarat Tardji Tergeletak dan Codot” 17 September 2010)

Adegan III :

Jala Suta menggugat

Pada beberapa agenda apresiasi sastra, dimana SCB didaulat jadi pembicara, yang sering diapresiasi bukan pada proses pemahaman terhadap karya-karya SCB, bukan pada tematik – inti ruh karyanya, tapi lebih pada kenyentrikan dan kenylenehan style dan performa sang penyair. Ini tentu tak lepas dari keberhasilan SCB membangun mitos, yang mana sejarah dan pengajaran sastrapun mengamininya.

Dari beberapa catatan yang ada, belum saya temukan ulasan minor tentang SCB, kecuali dalam buku gugatan Nurel ini. Kalaupun ada mungkin desas desus sambil lalu, seperti cibiran kecil, tatkala SCB memutuskan untuk menerima hadiah 150 juta saat dinobatkan sebagai salah satu peraih Bakrie Award 2008.

Buku “ Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bahri” merupakan tanggapan atas esai SCB yang berjudul “Sajak dan Pertanggungjawaban Penyair”, yang disampaikan sebagai orasi budaya dalam acara Pekan Presiden Penyair, di TIM, tahun 2007 silam.

Saya sendiri mencoba menelisik, namun semenjak esai itu dilahirkan, disuarakan sebagai orasi, bahkan dimuat di beberapa sumber berita, tidak saya temukan jejak tertulis, tanggapan kritis atas pernyataan SCB (atau mungkin karena pembacaan saya yang tidak purna). Ada baiknya saya kutip kembali pernyataan SCB untuk sama-sama kita cermati:

“Peran penyair menjadi unik, karena—sebagaimana Tuhan tidak bisa dimintakan pertanggunganjawaban atas ciptaannya, atas mimpinya, atas imajinasinya—secara ekstrem boleh dikatakan penyair tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban atas ciptaannya, atas puisinya.”

Alkisah, Sang Jala Suta gelisah setelah membaca esai penyair pujannya itu. (saya membayangkan, malam itu mungkin ia tidak bisa tidur, menghisap dalam berbatang-batang rokok, menenggak bergelas-gelas kopi kental. Sebagaimana ia terseret ujaran yang diugeminya :

“Meski saya tidak rajin ibadah, melakukan dosa, jangan sekali-kali menghina agama saya, Tuhan saya, Nabi saya, keyakinan saya.”

Saya membayangkan betapa gelisahnya dia, selaksa demonstran menggedor-gedor pintu tebal penguasa. Alam pikirnya berkecamuk antara dirinya penyair, dirinya pengagum SCB, dirinya santri, dirinya manusia pengelana. Dimana dia akhirnya dengan tegas menuturkan dan menggugat:

“Penyair bukanlah turunan pokok ruhani, apalagi jasadiah para nabi. Yang jelas, ia mencintai bahasa setulus-tulusnya dan siap bertanggung jawab atas setiap perbuatan (kata-katanya) juga kisaran hayat seperti para insan yang mempertanggungjawabkan kepada sesama serta Tuhan Yang Esa, di kala dimintai pertanggungjawaban.”

Saya kira pemberontakan kawah pikirnya berhenti disitu, namun tidak, ia lanjutkan gugatannya lebih tajam:

…“Kekeliruan” penyair zaman dulu sampai sekarang, watak ugal-ugalannya karena merasa sudah sangat serius melakoni hayat bersastra dengan seluruh jiwa raga. Kesuntukan itu menggodanya meloloskan diri dari tanggung jawab dengan memanfaatkan ayat-ayat, nilai, dan corak lelaku sedurungnya, sehingga abai pada ikhtiar kehidupan.”

Begitulah Nurel, sang penulis pemberontak, mengudarasa sumbatan-sumbatan yang mengganjal di benaknya.

Menggugat pernyataan Sang Presiden Penyair, dengan kalimat pamungkas:

“Akhirnya, kukira surat Asy Syuara bukanlah bentuk penghormatan kepada para penyair, melainkan titel tersebut tak lebih sebagai hardikan serupa yang ada pada Surat Al Lahab.”

Adegan IV :

Suara angin, lalu sepi…

Buku Nurel tersebut, adalah tanggapan yang kritis atas sikap kepenyairan Sutardji. Adalah sikap pemberontak yang tak bisa tinggal diam. Tidak salah jika M.D Atmaja, eman terhadap nama Nurel yang semakin mewarna jagat sastra. Karena menggugat Sutardji, ibarat menggugat mitos, menggedor tembok raksasa. Disini, nama dan kepenyairan Nurel dipertaruhkan juga.

Namun, usai buku diluncurkan, bahkan sebelumnya secara bertahap sudah diposting di situs internet, saya belum mendengar riuh-tanggapan. Yang ada hanya dialog abu-abu. Kata-kata yang samar, lalu suara angin, lalu sepi..

Saat sepi itu, saya teringat kembali Jala Suta, yang memberontak, yang menggugat, sebagai siasat untuk menghormati Sang Presiden Penyair.

*) Secarik pengantar bedah buku: “Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bahri”, Kumpulan Esai Karya Nurel Javissyarqi, Terbitan PUstaka puJAangga dan SastraNESIA, Mei 2011.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest