Senin, 30 Mei 2011

Bunga Besut

Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/

Marsudi benar-benar hilang. Entah kapan persisnya, aku tak punya tanda pengingat khusus, semisal jaman Semeru meletus yang tiap dedaunan dipenuhi debu hingga sempal, jaman hama wereng yang menggagalkan panen padi, jaman pederos yang mencekam karena tiba-tiba ditemukan mayat terbungkus karung, atau ketika muncul peristiwa manggar emas, manggar yang diterpa bias sinar mentari sore, sehingga warnanya persis seperti emas. Dan, hanya sore itu, tidak terjadi lagi pada sore berikutnya hingga kini. Tak pelak sore itu banyak orang berkerumun,menyaksikan manggar yang berupa emas.

Maksudku, orangnya masih ada hingga sekarang, ia berperawakan kecil, pendek, berambut ikal panjang, berjenggot, menikah dan mempunyai anak lima. Tetapi nama pemberian orang tuanya sejak kecil, yakni Marsudi, sudah tak dikenal orang lagi. Awalnya ia terbiasa dipanggil ‘Sud’, kemudian orang dan teman sebaya menjulukinya Besut. Sejak itulah nama Marsudi hilang dan berganti Besut. Tapi bukan Besut tukang ngamen di awal tahun 1900-an, yang kemudian melahirkan tontonan Ludruk di daerahku.

Meski bukan sarjana, Besut lulusan SMA. Bapaknya gigih menggulung rantai, mengayuh becak untuk membiayai sekolahnya, dengan harapan kelak Besut bisa menjadi pegawai negeri. Tetapi nasib dan keberuntungan selalu berkata jujur, jika sedang tak memihaknya, harapan hanyalah cita-cita yang diidamkan namun tak kunjung tiba. Yah, rumus kehidupan kadang lebih lurus daripada garis lapangan sepak bola: karena miskin, maka tak mampu bersekolah hingga sarjana, akhirnya mencari pekerjaan susah, kalau pun ada, tak bergaji seberapa, tak cukup membiayai sekolah anaknya hingga sarjana, terus nasib temurun sampai dunia senja.

Memelihara bunga, sesungguhnya bukanlah hobinya. Hanya karena ia bekerja kepada Ko Yang, saudagar bunga berketurunan Cina yang memiliki pabrik besar di barat kota. Belajar dari Ko Yang inilah, Besut mengerti ilmu spekulasi, jika apa pun bisa dimainkan harganya melebihi emas dengan profokasi media. Rata-rata, pecinta bunga adalah orang yang berloncatan trend. Ketika musim bunga sepi, mereka beralih ke penangkaran burung atau ikan hias. Sementara beberapa bulan ini, bunga yang laku di pasaran antara lain: Gelombang Cinta, Mawar Hitam, Teratai Jingga, Efourbia, Aglonema, Mini Bonsai, bunga Bank, hingga bunga Bangkai.

Lain saat jam kerja di area taman bunga KoYang, lain pula sepulang bekerja. Pelataran belakang rumah Besut juga dipenuhi aneka bunga yang jenisnya sama dengan yang ada di kebun juragannya. Rupanya Besut selalu membawa bibit bunga sepulang kerja. Kalau ada yang laku, lumayan buat tambahan belanja istrinya selain gaji perbulan yang pas-pasan.

***

Lewat malam Jum’at Legi lalu, aku memergoki wajah Besut gelisah. Aku baru paham, bahwa memilki ribuan bunga pun, tak pasti membuat wajah seseorang berbunga-bunga. Padahal, beberapa bunga pribadinya laku terjual. Ia seperti menyimpan rahasia, yang andai terbongkar, mampuslah ia, anak serta istrinya. Tak siang, atau malam, Besut mondar mandir tak karuan.

Rian. Yah, Rian. Aku jadi teringat pemuda tampan yang sekabupaten denganku. Sosok pendiam, ramah, santun, kreatif mencari peluang usaha, namun tanpa disangka, ia pembunuh berdarah dingin yang sadis. Rian yang rela mengajari orang, bahwa terpikat hanya karena ketampanan, berpeluang besar akan terbinasakan.

Aku teringat betul ketika Besut menggali beberapa lubang,yang alasannya akan dibuat memendam pupuk kompos daur ulang. Satu lubang lagi di pojok pekarangan bunga yang kini ditanami Bonsai Serut yang mulai rindang. Pantas saja pohon serut itu tumbuh lebat, kontan di bawahnya dipendam sesosok mayat, entah laki, perempuan, atau remaja. Pasti saat tertangkap nanti, akan terbongkar juga kedoknya. Sedang pohon Palem yang ditanam 3 bulan lalu, mungkin di bawahnya berisi mayat orang gemuk, atau tiga mayat dalam satu lubang, sebab aku tau, Besut menggalinya cukup lebar.

Ulah Besut ini akan lebih rapi daripada Rian. Dengan alasan menanam bunga, seratus mayat pun akan dia kubur tanpa kentara. Rian saja yang pekarangannya tidak ada alasan untuk menanam sesuatu bisa aman hingga belasan mayat, apalagi Besut.

Pantas saja dua hari lalu, ketika salah satu tetangga menghampiri Besut yang sedang mengguntingi dedaunan kuning, kekalutan wajahnya bergegas ia lipat dengan senyuman. Tak cukup menimbun rapat bau tiap mayat, Besut pun menguruk keresahannya dengan ekspresi wajah ceria. Seolah di sekitar pekarangan bunganya tak pernah terjadi apa-apa, dan aman- aman saja.

***

Purnama malam itu Rembulan dengan puasnya mencandai Bumi, karena tak sedikit pun awan menghijab. Bagai esok tiada hari lagi, Bulan dengan derasnya memancarkan seluruh sinarnya tanpa sisah. Tepatnya bukan malam purnama, tapi sudah hampir pagi, sebab Bulan tak lagi di atas kepala, melainkan condong dan bertengger di ubung-ubung rumah. Pertanda sepertiga malam lagi ,rembulan segera sembunyi dikejar mentari pagi.

Tiap bulan purnama yang hampir pagi, aku selalu menghabiskan hingga sisahnya. Sedari sore aku dan teman sekampung selalu menghabiskan kilau rembulan sembari bermain jarakte, obak soutdor, petak umpet dll. Itu dulu, sebelum rembulan pecah dan menjadi serpihan gelas-gelas kaca. Namun. Setelah tak ada rembulan lagi di atas kampung kami, aku dan teman-temanku bermain petak umpet di alun-alun kota, atau gedung-gedung mewah.

Satu kelokan lagi, adalah gang menuju rumahku. Di balik pagar tikungan itu pula kebun bunga Besut. Ingatanku tentang kegalauan Besut dan beberapa bekas galian, tiba-tiba muncul lagi, setelah ditelan permainan dengan kawan-kawan separuh malam tadi. Anggapanku bahwa Besut sudah tertidur pulas pun ambyar, setelah kudapati ternyata Besut masih berada di kebun bunganya. “Bejo! Baru pulang Jo…?” sapa Besut yang sesungguhnya tidak kuharapkan. “Kesini sebentar! Aku ada perlu denganmu, penting,” tambahnya yang membuatku terperangkap. Sejatinya, aku ingin menjawab “ iya” sambil lalu saja, dan terus ngelonyor kerumah. Tapi keberuntunganku terpangkas waktu yang hanya selisih beberapa detik.

Aku pun menghampiri Besut. Tampak jelas cangkul dan linggis di kanan-kirinya samar diterpa temaram sisah purnama. Dalam keremangan itu samar pula kulihat tiga gundukan tanah bekas galian baru. Lubang yang katanya akan dibuat menanam Bonsai Serut, Palem, dan Bonsai Asem. Aku sinis mendengarnya, pasti cercaunya hanyalah alasan, seperti melipat risau dengan senyuman kepada tetangga tadi siang. Rasanya ia sudah merencanakan bahwa aku adalah target yang akan dibunuhnya malam ini. Taruan saja ia sabar menunggu kepulanganku hingga larut pagi. Aku menyadari, bahwa tentang semua galian di taman bunga ini, hanyalah aku yang paling mengetahui.

Setelah linggis terayun tepat menghantam kepalaku, tubuhku kemudian diseret dan ditekuk dalam salah satu kubangan. Betapa sesak mayatku jika diuruk dalam kubangan yang paling kecil itu. “Kok bengong Jo?” Tanya Besut yang sekalian menyergap laju perasangkaku yang sebentar lagi kedatangan malaikat berpesta sesaat setelah kematianku. Kesadaranku tergeragap. Ternyata aku masih bernyawa di taman bunga.

Plong sesaat. Kesalahan prasangkaku seperti malaikat kecil dengan tangannya yang rapuh mencoba menyeretku dari deraan kecamuk menggumpal di rongga dada beberapa hari ini. Lega walau pun secerca. Saat itulah aku merasa berada dalam ikatan selingshot, sebuah tambatan tali yang hendak menjatuhkankanku namun tak sampai menyentuh bumi. Atau yang kemudian menarik tubuhku terbang ke angkasa, namun juga tak lepas ke awang-awang.

“Beberapa hari ini fikiranku kalut Jo,” papar Besut mengawali kepentingannya memanggilku baru saja. Aku berpura tak tau, walau ucapan itu, adalah yang kuamati beberapa hari ini. Seandainya Besut akan membongkar semua rahasianya, pasti terkaanku tak melenceng sedikit pun perihal Besut yang lebih sadis daripada Rian sang jagal manusia. “ Kau bertengkar dengan istri? Atau sekedar didiamkan istri? Gampang, sebaiknya ngomong terbuka saja. Semisal, Dik, istriku, aku perhatikan beberapa hari ini kau mendiamkan aku, kalau ada salah, salahku apa? Biar aku tak iwuh sebagai lelaki. Aku takut dibilang orang, bahwa aku lelaki yang tak bisa menduduki posisiku sebagai lelaki.” Komentarku yang sengaja menyemprotkan jasa kepada Besut, dengan harapan ucapan itu mampu mematahkan niat buruk Besut terhadapku. Sekias bibir Besut tersenyum. Walau dugaanku tentang kekalutannya tak tepat sasaran. “Mimipi yang sering kuceritakan padamu, malam Jum’at Legi kemarin datang lagi,” lanjut Besut menjelaskan kekalutan yang menderanya. Hatiku blong. Kecurigaanku terhadap kejahatan Besut hilang separuh. Sebab tak sekali ini ia bercerita perihal mimpi aneh yang aku sendiri keheranan. Yakni mimpi tentang artis ibu kota yang datang membeli bunga. Yang membuatku heran ialah setiap artis yang mendatangi Besut untuk membeli bunga, pasti tak berselang lama, artis itu meninggal dunia. Padahal hanya datang dan membeli bunga lewat mimpi.

“Kenapa mimpi-mimpi itu datang lagi. Para artis itu, apa hubungannya denganku, toh aku hanya mengenal mereka dari televisi.” “Siapa yang tererakhir datang membeli bunga?” sergapku penasaran. Dengan suara lirih Besut menyebut satu nama. Tentu saja aku mengenal nama itu. Artis yang dimaksut Besut memang sudah kondang sejak aku masih kecil.

***

Berbeda dengan kebanyakan orang yang kutemui. Rata-rata, mereka bangga jika mendapat bocoran ilham rahasia Tuhan yang ditunjukkan kepadanya. Ada juga yang supaya dibocori Tuhan atas rahasianya, mereka melakukan apa pun hingga terkentut-kentut. Setelah mendapatkannya pun, mereka segera mengganggap kalau dirinya teman dekat Tuhan yang berhak menggantikan kedudukannya.

Walau mimpi Besut tajam dan cospleng tentang kematian para artis, namun aku tetap degdegan. Jangan-jangan suatu ketika, bukan artis yang datang membeli bunga-bunganya Besut, tetapi aku, atau Besut sendiri.

*) Cerpenis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Beralamat di Dowong RT/RW: 08/02. Plosokerep, Sumobito, Jombang. Email: sabrank_bre@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest