Jumat, 15 April 2011

Sebuah Pertanyaan

Rakhmat Giryadi
http://sastraapakah.blogspot.com/

Hidup di gang sempit, para tetangga seperti punya alat perekam yang canggih. Kupingnya seperti alat pendeteksi, matanya seperti hidencamera, yang setiap gerak gerik kita, semua terekam. Dan otak mereka seperti hardisc yang mampu menyimpan miliaran data. Sekali tekan tombol : mulut mengoperasikan data itu menjadi gosip yang berkepanjangan.

Hidup di gang sempit memang tidak ada rahasia. Kita seperti hidup di ruang kaca. Semua polah tingkah kita akan segera bisa diketahui dari gang satu ke gang lain, kemudian merebak bagai gelombang radio yang dalam sepersekian detik, kabar itu bisa diterima ke pendengar terjauh sekalipun.

Hidup di gang sempit, semua orang boleh mengetahui apa yang kami miliki dan tidak kami miliki. Hidup di gang sempit, ruang hidup kita memang benar-benar sempit. Mata, telinga, dan otak tetangga ada disisi kita, menempel di dinding, seperti lumut yang menggerogoti tembok.
Dan kali ini lumut itu menggerogoti tembok kami.

Sore yang sumpek dan gerah, seperti biasa Sukir mulai belajar membaca. Ia selalu belajar membaca dengan suara lantang. Ia tidak bisa membaca dalam hati. Apalagi ia masih belajar mengeja. Suaranya hampir mengalahkan tarqim dari musala kampung. Otot-otot lehernya terasa mencuat. Ludahnya muncrat. Lidahnya sekali-kali mengelap ludahnya yang ndlewer di ujung bibirnya, persis seperti ular Cak Nurdin tukang sulap keliling itu.

Kami menyambut gembira. Tetapi, tidak bagi tetangga kami.

“Apa yang kamu baca, sudah saya baca sejak kecil. Dilarang membaca keras-keras!” seru Bejan dengan wajah tersungut-sungut.

“Tidak tahu surub, ta? Dilarang membaca keras-keras!,” teriak Karno yang baru pulang dari nyopet di terminal Joyoboyo, sok alim.

“Nggak punya telinga, ya. Ini kan magrib! Dilarang teriak-teriak,” himbau Kaji Dofir, yang gelar Kaji atau Haji di depan namanya itu sebenarnya hanya gelar-gelaran. Dia dipanggil Kaji Dofir karena dia sangat rajin salat magrib di musala. Para tetangga yang mulutnya panjang memperoloknya dengan sebutan Kaji. Gelar itu tersemat begitu saja.

Mendapat teguran dari tetanga sebelah, Sukir tak pernah menghiraukan. Ia malah membaca dengan sangat lantang. Lantang sekali! Sampai saya dan istri harus menegurnya. Tetapi dasar anak kecil yang sedang senang-senangnya belajar, semua dianggap angin lalu.

“Kalau baca yang lirih. Nggak tahu ada tetangga sakit!” hardik Cak Dahlan yang meski lambungnya rusak, masih saja mulutnya menyemburkan bau alkohol.

Larangan tetangga tak menyurutkan Sukir untuk terus membuka bukunya, halaman demi halaman. Halaman demi halaman seperti misteri yang harus ia pecahkan dengan rasa kegembiraan. Setiap kata ia eja dengan lantang. Tentu itu bukan kemauan Sukir. Tetapi begitulah guru Sukir mengajarinya. Atau mungkin juga bukulah yang mengharuskan Sukir membaca dengan tegas dan lantang.

Menurut saya memang wajar. Tetapi menurut tetangga kami tidak.

Apakah Sukir mengalah? Tidak! Ia tetap saja belajar mengeja dengan suara lantang. Bahkan kali ini cukup lantang, seperti teriakan seorang telah menemukan jalan baru ketika terjebak di jalan buntu. Namun, kerasnya sikap Sukir disambut sikap keras para tetangga.

Pak RT berkunjung ke rumah. Ia mewakili warga yang protes. Dengan nada ditegas-tegaskan ia menghimbau kami agar bisa membimbing anak berlaku sopan dalam bertetangga. Bahkan ia membawa plakat bertuliskan : ‘Dilarang Berisik!’ Plakat itu ia pasang di gerbang RT. Saya dan istriku bisa mengerti saran Pak RT. Tetapi apakah Sukir bisa mengerti?

Besoknya Sukir masih berprilaku sama. Bahkan kali ini ia membaca dengan irama cepat dan lantang. Bahkan, sekarang ia tidak hanya membaca buku pelajarannya. Setiap ada tulisan, ia eja. Tulisan di tembok, di koran, di kalender, di kardus-kardus bekas, di kaleng-kaleng bekas, di spanduk-spanduk, di iklan-iklan tempel, di baliho, di poster, di majalah, semua ia baca. Ia seperti sedang membuka rahasia kehidupan yang hari demi hari ia lalui. Tak lupa ia membacanya dengan cepat dan lantang.

Bahkan kini, tidak hanya sekedar membaca, tetapi diikuti dengan pertanyaan tentang arti kata yang diejanya. “Fuk y-o-u itu apa?,” tanya Sukir pada Giono yang kaosnya bertuliskan : Fuck You dan gambar jari tengah menelunjuk ke atas.

Giono yang preman lulusan SD itu malah menunjukan jemari tengahnya tepat di hidung Sukir. Sukir membalas dengan gaya yang sama. “Fak yu, men!”
Sukir dijitak. Sukir menangis.

Hampir semua tetangga mendapat jatah pertanyaan dari Sukir. Pertanyaannya itu tidak hanya menyibukan kami, tetapi juga guru, teman-temannya di sekolah, orang di jalanan, dan tentunya orang sekampung. Ada saja yang dieja dan ditanyakan. Tulisan-tulisan yang bertebaran di jalan, di tembok, di pagar seng, di tiang listrik, di mobil, di becak, di truk, di angkot, semua diejanya. Tetapi yang tidak bisa kami pahami adalah pertanyaannya itu.

Kali ini tidak Pak RT yang berkunjung ke rumah, tetapi juga Pak RW dan dua Hansip. Memang kedatangan Pak RW tidak membentak-bentak. Dengan didatangi pejabat kampung, tentu itu suatu sasmita bagi orang kecil seperti kami.

“Saya tidak melarang anakmu belajar membaca. Tetapi dilarang banyak tanya!” kata Pak RW.
Kami harus mengerti. Tetapi apakah Sukir bisa mengerti?

Suatu hari ia menangis sesenggukan. Gara-garanya ia dipukul Cak Bendol. Kata Sukir, ia hanya tanya pada Cak Bendol yang sedang cangkruk di becak, arti kata cabul. Besokan juga terjadi hal yang sama. Katanya ia baru saja dicubit Ning Maryati hanya gara-gara ia tanya arti kata lonthe. Ning Maryati yang mantan pelacur itu tentu naik pitam.

Kebiasakan ‘buruk’ Sukir, membuat Pak RT dan Pak RW bertindak tegas. Mereka menghimbau agar kami pindah rumah. Karena perbuatan Sukir sudah memusingkan orang sekampung. Dengan nada dihaluskan, beliau menghimbau kami agar anaknya diajari sopan santun. Hidup di kampung harus tau tepa selira. Memahami hak-hak tetangga. Dan yang lebih penting adalah tidak mengganggu tetangga.
Istri saya sempat protes. Tetapi apalah artinya protes bagi suara kecil yang terselip di gang sempit seperti itu?

“Sssst! Sabar, sabar!” kataku menenangkan.
“Sabar, sabar. Sampeyan itu wong lanang kok tidak bisa bela keluarga. Ini hak kita, Cak. Hak anak kita!”
***

Sepulang sekolah, Sukir nangis lagi. Katanya ia baru dipukul Cak Dul. Masalahnya sepele. Ia tanya arti kata : ‘Narapidana.’ Karena jengkel, Cak Dul memukul kepala Sukir. Saya cari Cak Dul di pangkalan becak, dekat gedong ludruk Irama Budaya, milik Cak Zakia.

“Kenapa kamu Drat. Cari saya ta?. Kamu tidak terima anakmu saya pukul?. Mau apa?!,” sergah Cak Dul jumawa.

Saya sedikit grogi. Demi anak, saya beranikan diri melawannya, meski Cak Dul yang gemar lagunya Roma Irama ini pernah dipenjara, karena membunuh teman becakannya yang ngencani istrinya.
“Kalau anak kamu sendiri saya pukul, bagaimana?”
“Tak bunuh orangnya!” potong Cak Dul.

Saya semakin terpojok. Apakah saya juga akan membunuhnya? Orang-orang sudah mulai menjauh. Sayapun keder. Karena Cak Dul mulai turun dari becaknya. Tangannya mencengkeram leher saya. Matanya melotot tajam. Mulutnya menyemburkan bau minuman keras.
“Kamu mau membunuh saya?” tantangnya.

Kali ini saya beranikan diri, mendorong tubuhnya keras sekali sampai terjengkang ke becak. Cak Dul hendak beranjak dengan wajah memerah. Tetapi satu tendangan, membuatnya terjungkal lagi. Kali ini Cak Bokir, Kolik, Gimo, Rodli, Sariban, mengerubut Cak Dul yang naik pitam sembari mengerang-ngerang. Sementara saya diseret Cak Ripin pergi menjauh.

Malam harinya, Pak RW datang lagi. Kali ini ia bicara agak keras. Bahkan berbau ancaman. Paling tidak itulah yang saya rasakan.

“Demi ketenangan, ada baiknya sampeyan merubah sikap. Kalau tidak kita sebagai aparat desa, tidak bisa berbuat apa-apa kalau rakyat bertindak sendiri-sendiri….,” kata Pak RT, kemudian menyudahi kunjungannya itu dengan kalimat singkat tetapi penuh harapan sekaligus ancaman : “Camkan itu!”
Untuk melawan tentu kami tidak punya modal. Sederhananya, terpaksa kami memaksa Sukir untuk belajar membaca dalam hati.

“Tidak perlu bersuara. Cukup dibatin saja. Dan yang penting jangan banyak tanya,” sergahku. Bahkan kali ini dengan menjewer telinganya.
***

Sejak anak saya tidak membaca dengan keras, rumah terasa sepi. Bahkan kampung juga terasa sepi. Setiap usai magrib, tak ada suara, selain suara ketokan penjual bakso. Klakson penjual roti. Atau teriakan penjual sate ayam. Teriakan anak-anak kecil yang main petak umpet.

Buku-buku sukir tertata rapi di meja kecil. Ia enggan menyentuhnya, apalagi membukanya. Ia lebih memilih bermain dengan mainan apa adanya. Terkadang ia bermalas-malas di tempat tidur, sambil nonton TV. Sepulang sekolah ia juga tak menyentuh buku. Ia memilih nonton TV.

Yang merisaukan, Sukir menjadi enggan sekolah. Bahkan kali ini ia sama sekali tidak mau masuk sekolah. Terpaksa Sukir saya pindahkan sekolah di desa orang tua saya. Namun tiga bulan kemudian, orang tua saya memulangkan Sukir.

“Anakmu tak kembalikan, di sana merepotkan sekali,” kata Bapak yang dibenarkan Ibu.

Begitu juga mertua saya, mereka memulangkan Sukir dengan alasan sama.
Sukir kembali kepangkuan kami. Ia tetap tidak mau sekolah.

“Kalau Sukir tidak mau sekolah, nanti kan tidak bisa membaca?” kata saya suatu hari. “Kalau sukir mau sekolah nanti dibelikan bapak buku baru,” rayu saya.

Sukir bergeming. Kami tidak memaksakan diri, meski kami was-was dengan masa depannya.

Pada tahun ajaran baru, kami mengajak Sukir pergi sekolah. Untung sekali ia mau kembali ke sekolah. Hati kami lega. Tetapi suatu siang Sukir pulang sekolah dengan berurai air mata.

Saya tidak berani bertanya. Saya melihat ada rasa kecewa yang dalam dari sorot matanya. Sukir saya biarkan menangis. Begitu juga istriku, ia tetap sibuk menata barang-barang bekas.

Pada malam harinya, saya baru berani mendekati Sukir yang tampak sudah melupakan kejadian tadi siang. Dengan sedikit bercanda saya beranikan diri bertanya pada Sukir.

“Kenapa kamu tadi siang menangis?”
“Habis, Bu Guru tanya terus pada Sukir. Sukir kesal. Sukir bilang ‘dilarang bertanya!’ Eh, Sukir dipukul pakai penggaris,” cerita Sukir.
“Terus?”
“Dilarang bertanya terus!” sergahnya. Kali ini ini dengan nada lepas dan tanpa beban.
Kami melongo. Hidup di gang sempit memang tidak ada kata tanya.

Surabaya, Desember 2007

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest