Nurel Javissyarqi
http://sastra-indonesia.com/
Seperti biasa, aku mencari data-data dari media massa di Google untuk kuunggah pada web http://sastra-indonesia.com/ yang telah berjalan sejak Juli 2008. Aku nekat membikin situs tersebut dari biaya transport acara sastra di Jakarta. Sepulang dari Ibu Kota, perasaanku seolah sudah menjadi penyair, apalagi membaca puisi sepanggung dengan para jawara sastra, pada malam pengukuhan Guru Besar Abdul Hadi W.M., di kampus Paramadina Jakarta.
Di kereta, dalam perjalanan pulang, aku berpikir mengenai tulisanku, pula karya kawan-kawanku yang tidak tercium media massa. Maka web itu kusengajakan sebagai alat propaganda. Lambat laun aku menyadari kegunaan kekaryaan di luar lingkaran yang kukenal. Oleh sebab itu, kujumput karya-karya mereka. Awalnya aku ragu, apakah itu tindakan ilegal, tapi setelah aku periksa, ternyata banyak juga yang berlaku demikian untuk arsip bersama.
Kata bersama bermakna karena di sana diriku tak mengambil untung, malah setiap tahun keluar biaya kepemilikan. Tak masalah. Andaipun diseret ke pengadilan gara-gara menjumput data media massa, aku kira banyak temannya. Sedang yang dari Blogspot, Facebook, dan jejaring sosial lainnya, aku meminta izin terlebih dahulu kepada si empunya.
Nah, suatu hari aku temukan esai Sutardji Calzoum Bachri: Sajak dan Pertanggungjawaban Penyair di web Infoanda (bukan Republika). Aku girang kala itu; “Wah, ini tulisan orang beken yang jarang tampak, kecuali di e-book dan semacamnya”.
Tapi kemudian aku tersentak pada ungkapan Tardji: “Peran penyair menjadi unik, karena — sebagaimana Tuhan tidak bisa dimintakan pertanggunganjawaban atas ciptaannya, atas mimpinya, atas imajinasinya — secara ekstrim boleh dikatakan penyair tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban atas ciptaannya, atas puisinya.”
Saat itu juga aku terusik, terseret ujaran yang biasa dalam masyarakat Jawa Timur: “Meski saya tidak rajin ibadah, melakukan dosa, jangan sekali-kali menghina agama saya, Tuhan saya, Nabi saya, keyakinan saya.” Letupan itu menjelma lembar-lembar yang kini terbukukan.
Sebenarnya, acara Pekan Presiden Penyair telah aku ketahui dari SMS yang dikirimkan Amin Wangsitalaja. Tapi entah kenapa, aku hanya mengucapkan terima kasih atas informasinya.
Rerangkaian itu menyegerakanku menelisiki, apakah benar ungkapan Presiden Penyair tersebut? Anda bisa simak nantinya. Aku masih ingin bercuap-cuap.
Mendadak sekelebat bayangan Tardji melintas di depan laptopku. Kupandang tajam seruntut ingatan dahulu, melotot tatkala kusuntuki. Dan kelopaknya melebar, saat terus kupahami, lalu menjadi pikiran.
***
Hal mudah mengimaji seseorang dibungkus pakaian tak banyak warna; putih, hitam, cokelat, lebih ringan remang, ini didukung dan dilemahkan pencahayaan ruangan. Kuamati sedalam hati, bersebutlah sugesti, atau aku memercayai hadir?
Aku dapat melakukannya tersebab bertemu sebelumnya. Andai tak pernah berjumpa, aku meletakkan bayangan fotonya di antara dinding perasaan sambil menyugesti mataku menyadari, padahal tidak di depanku saat ini.
Jika tak punya perbendaharaan sama sekali, semisal Tuhan yang hanya kukenal lewat firman-Nya, tentu jarak ini suci karena iman, percaya atas hukum-hukum-Nya. Kemudian pikiranku melenceng jauh, apakah Yang Esa seperti makhluknya? Lekas-lekas kuhapus penalaran itu, apalagi aku belum menghatamkan ayat-ayatnya, juga pelbagai pola pengertian, di sisi beban khilaf memberati langkah demi mengetahui Yang Esa.
Ingatanku terlempar ke beberapa tahun silam, memasuki situs Jaringan Islam Liberal. Aku baca kupasan mereka yang tidak menampilkan ajaran agama secara purna. Terpenggal, juga dilandasi penalaran semata dipantulkan para pemikir yang kadar imannya diragukan, atau sebaliknya, berbeda keyakinan. Padahal banyak ulama, tapi kenapa tak mengambil ujaran terdekat, malah yang rendah.
Di web JIL waktu itu ada peraturan; komentar tidak boleh menyinggung sara dan semacamnya, serta dimuat tidaknya tergantung pengelola. Dan sepertinya, komentarku ini sampai kini tak muncul, padahal sanggahan biasa: “Jika Anda punya pendapat begitu, coba bikin buku, biar aku faham keseluruhan penalaran Anda. Jangan lupa kabarkan padaku, tentu kujawab sejumlah hal yang Anda tuliskan“. Tapi karena komentarku tak muncul-muncul, tidak lagi aku perhatikan.
Ingatan tiba-tiba datang dari rendaman masa, kaum terpelajar menamainya refleksi kejadian, mungkin, nanti aku koreksi ulang. Dan perkataan koreksi itu pantulan kesadaran di atas hasil spontanitas yang dipatenkan renungan, jikalau ingin memasuki nalar.
Mendadak terpampang di depanku sosok serupa Donny Gahral Adian. Ya, ia muncul bersama kumis dan jambangnya. Aku ingat betul, ia pernah membela pandangan-pandanganku saat diskusi buku Trilogi Kesadaran, kumpulan esaiku, terbitan 2006, di toko buku dekat kampus UI. Ia mengatakan kurang lebih ini:
“Memang corak jalannya filsuf Timur sebagaimana begini“, sambil menunjuk kepadaku. Hatiku sempat bangga, karena disaksikan dua guru besar UI, UGM kalau tak salah, kata Damhuri Muhammad. Dan teringat aku melemparkan kalimat sampai mereka manggut-manggut, entah faham atau bingung tak setuju. Waktu itu aku berkata seperti ini: “Watak seorang bisa terlihat dari kecenderungannya“.
Lalu perasaanku seperti di dalam lingkaran kaum filsuf. Tapi menjadi pertanyaan hingga kini, kenapa belum membikin mazhab filsafat? Biar tidak ikut grubyuk ke Barat; “Padahal Anda semua cerdas sekaligus mampu menulis“.
“Dengan sederhana menghimpun tulisan, maka jadilah”. Begitu yang kukatakan.
Lantas kepribadianku terbelah. Ia berkata: “Nurel, bukumu Trilogi Kesadaran banyak salah ketik pun harus dibenahi“. Lalu pecahan pribadiku yang lain berucap: “Ya, kan sudah kurevisi, hanya belum cetak ulang”. Sempalan yang lain lagi menggagas: “Tapi aku masih ragu, kayaknya perlu diserahkan ke editor”. Dan aku biarkan sempalan-sempalan itu membiak berdebat.
Pecahan sosokku mengingatkan istilah Pancasona, judul yang aku rancang meneruskan Trilogi Kesadaran bertitel Pancasona Kesadaran. Salah satu esai yang hendak kumasukkan mengenai Tardji ini. Tapi ketika mengunggah bagian I, Denny Mizhar mengomentari dengan memberi link jadwal Tardji di Malang pada bulan depan. Maka kuputar haluan, kubetot lebih dulu untuk dibukukan. Andai batal acaranya, tak jadi masalah. Toh jika kecewa hatiku tetap sumringah.
Sisi lain ubun-ubunku digerak-gerakkan hawa angin 2001, tatkala bedah bukuku Balada-Balada Takdir Terlalu Dini di Purna Budaya Yogyakarta, sehabis membacakan sajak yang bertitel Balada Jala Suta, yang dibedah Suryanto Sastroatmodjo dan Iman Budi Santosa. Aku teringat ucapan Iman Budi Santosa. Kata-katanya kian terngiang saat merevisi buku ini. Ungkapannya: “Kau ibarat keris, Keris Gandring. Kau membahayakan orang lain dan dirimu sendiri“. Mengenai jawabannya, kusimpan saja dalam hati.
Nyatalah hati penyimpan lebih awet daripada otak. Hati menarik keinginan dalam, mimpi harapan lewat perantara pikir melalui sorot imajinasi, sebelum itu jangan mengiyakan. Apakah imaji seperti cahaya?
Ia laksana energi listrik menghadirkan kilatan, kala bergesekan pikiran atas pertarungan hati dan kondisi melingkupi. Iklim, lebih jauh bacaan-bacaan beredar, seperti menulis juga membaca ingatan. Kejadian hal pertarungan diri kusebut pergumulan, olah batin, serupa kanuragannya jiwa demi letak kesaksian.
***
Sampai mana, ya?
Lupa, timbul karena bertumpuknya ingatan berjubel ingin keluar serempak, tapi karena lubang keluarnya sempit, bagian lain seolah terhapus, padahal hanya mengendap sembunyi. Lubang sempit terjadi atas banyak faktor; kurang merawat ingatan dengan bacaan, perasaan senang berlebihan menimbulkan pembengkakan syaraf, penyempitan rongga udaranya. Ah, ini bisa ditanyakan pada dokter. Kalau memang keliru, maklum cuap-cuap.
Ketika menerangkan lupa, nyata imaji menawarkan pemikiran, atau imaji serupa jala dilempar ke dasar refleksi. Atau sebaliknya, pikiran mendorong imaji merangkai benang pengalaman, tangga tingkatan kesadaran. Undak-undakan ini mungkin dilupakan Tardji, melupa alur keilmuan para pendahulu lantaran hanya bermodalkan berani. Seperti kenekatanku mengenai penyempitan udara dalam otak, yang kusebut di atas.
Maka teguran perlu, perevisian mutlak memperingati jenjang kesadarannya; apakah membumi di jalurnya atau mengapung kelelahan berpikir. Istilahnya mentok, gelagapan hingga yang bergerak sebatas imajinasi, sampai tanggung jawab luput.
***
Ada beberapa kawan kuminta pendapat mengenai terbitan ini. Yang membuatku tak suka, teguran M.D. Atmaja. Ia bilang, Pertama, eman dengan namaku. Kedua, gaya tulisanku yang –katanya- sulit dicerna.
Lalu aku menandaskan kata, “Begini kawan. Caraku menulis pengantar ini tidak lebih sepertimu, yaitu mudah dimengerti dan terus terang. Jalannya serupa sa’i atau lari kecil. Maka tak heran kau produktif, tapi cobalah kurangi kata mubazir yang kau maknai penekanan sekelas iklan. Sebab dalam pengendapan, kesaksian dimatangkan, hasil lawatan membaca alam pun buku dibakukan, agar tidak membosan seperti berita pengantar buku pelajaran.
Soal nama, kenapa kau hawatir. Apa lantaran kau tengah meneliti Kitab Para Malaikat yang baru sampai separuh itu? Terus waswas tak bisa bangkit saat aku disangkal? Jika begitu, hentikan saja penelitianmu, toh dari dulu aku bukan apa-apa. Di sini pun aku hanya kurang suka, dengan yang berfaham Tuhan bermimpi, berimajinasi. Semoga kau bahagia sekeluarga kawan”.
Ngomong-ngomong keluarga, aku ingat ungkapan anakku kala aku memanggilnya: “Anakku” (bernada menggoda). Dengan sigap, dia biasanya menjawab: “Bukan, anaknya Abah itu buku, laptop, kopi, dan rokok”. Hal ini biasa terdengar dan nyatalah terasa indah, aku bisa memeluknya setiap malam, sambil membaca buku.
Yang kau risaukan lagi, gaya tuturku ruwet, tidak komunikatif. Waktu itu kujawab: “Tapi kau faham Kitab Para Malaikat”. Kau menimpalinya: “Ya Kang, tetapi tidak semua orang mengerti tulisan Sampean“.
Begini Atmaja: “Aku bisa mengudar satu paragraf punyamu pun punyaku, dengan jalan pelan lari kecil semacam ini dalam satu esai kalau mau. Tentu lewat referensi olah rasa dan daya lain yang terkandung dalam diri, pula perpustakaan pribadi. Aku bisa saja mengudar kata-kata darimu dari kejiwaan, filosofinya, dan terserah”.
Kurasa gaya bisa diperdebatkan lebih jauh, minimal jika ada faham puisiku, kumprung kalau tak mengerti esaiku. Hanya pengotak-ngotakkan membuat terjebak dalam kebutaan, maka jangan mengkhawatirkanku kawan.
***
Astagfirullah. Maaf aku ambil air wudu dulu, karena barusan timbul kesembronoan. Ini demi mengurangi berat bentangan sayap-sayapku berkehendak jauh. Aku tuliskan ini pada status Facebook, tentu banyak kawan menggoda. Tapi bagiku biasa, di keramaian pasar pun tak soal, dan mengenai kualitas tentunya siap dipertanggungjawabkan.
Mengenai tanggung jawab, aku petik tulisan almarhum penyair Zainal Arifin Thoha, dalam bukunya Eksotisme Seni Budaya Islam (Khasanah Peradaban dari Serambi Pesantren), diterbitkan Bukulaila 2002, bagian awal Menuju Logika, Estetika dan Dialektika al Qur’an, halaman 15. “Kullukum roo’in wa kullukum mas’uulin ‘an ro’iyyatihi”. Kamu semua adalah pemimpin, dan kamu semua akan dimintai pertanggunganjawaban dari kepemimpinan yang telah dijalankan. Demikian Nabi SAW mengingatkan. Sebuah kepemimpinan, tentu pertama-tama membutuhkan konsep memimpin, dalam konteks inilah eskplorasi tafakur (refleksi dan ijtihad) atas ayat-ayat qauniyah (makrokosmos), dan ayat-ayat insaniyah (mikrokosmos), berdasarkan logika-teologis? Sebab, “Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Q.S. 25:2)”.
Lantas pikiranku meneror pertanyaan kepadaku. Karena aku kurang mampu menjawabnya, aku bertanya kepada kritikus Maman S. Mahayana.
“Pak Maman, bulan ini aku ingin membukukan tanggapanku mengenai esai Tardji yang berjudul Sajak dan Pertanggungjawaban Penyair, bertitel: Mempertanyakan Tanggungjawab Kepenyairan Sutardji dan Asy Syu’ara (Para Penyair). Buku tersebut untuk menyambutnya jika ke Malang, Mei nanti. Terus, kalau aku muat esainya, apakah sopan? Ini berguna untuk keseimbangan buku, agar tidak dianggap lempar batu sembunyi tangan, tapi aku khawatir tak diperkenankan, maka mohon pertimbangan. Matur nuwon sebelumnya ….”.
“Nurel yang baik. Muat saja esai SCB. Masukkan sebagai lampiran dengan data publikasi sebagaimana adanya. Misalnya, judul, karya, terbit di mana, penerbitnya apa, kapan dipublikasikan. Dalam tradisi ilmiah di mana pun, cara itu diizinkan, meskipun penulisnya keberatan. Jadi bukan perkara sopan atau tak sopan, boleh atau tak boleh. Ini tradisi ilmiah. Sebab, menanggapi tulisan orang hakikatnya kita menghargai (mengapresiasi) tulisan itu, betapapun isinya berupa kritik. Oke, teruslah menulis. Salam. Maman S. Mahayana”.
Demikian pengantar ini, tak lebih sebagai kehausan belajar. Terima kasih kepada almarhum guruku Suryanto Sastroatmodjo. Tak lupa kepada S.W. Teofani dan Imamuddin SA sebagai editornya. Yang tercinta Isti Anisa dan anakku Ahmad Syauqillah, semoga ini bermakna bagi para pembaca.
*) pengantar buku “Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri” (kumpulan Esai, karya Nurel Javissyarqi, terbitan PUstaka puJAngga dan SastraNESIA, Mei 2011).
Sumber: http://sastra-indonesia.com/2011/04/mulanya/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 26 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar