M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/
Hari Sabtu, sebuah matahari memancar ramah di pagi hening, menerangi angin bertiup. Bola yang memancar di langit, menatap tanpa tirai pada lembaran-lembaran kain, biru dan hijau yang menjalar di jalan-jalan kota. Sinar berpendar di angkasa rasa seolah ingin menutup mata. Tak ingin memandang kota yang dipenuhi biru-hijau menjalar dalam kesombongan. Ia tidak ingin melihat sedangkan Rajanya menciptakan diri untuk melihat dunia saat siang agar manusia bisa saling memandang dalam gerak dan kerja.
Matahari di atas, jenggah melihat seribu matahari di tertancam di bumi. Ketika angin bertiup, seolah menantang langit yang telah terang benderang dan sang Penjaga Siang merangkak. Dadanya membucahkan kawah. Gejolaknya menjilat awan-awan putih berserakan untuk hangus.
Di tengah-tengahnya, Dhimas Gathuk berdiri di halaman rumah. Hari ini, dia tidak berangkat kerja. Setelah menghantarkan saudaranya dalam pengembaraan jauh, Dhimas Gathuk tidak beranjak. Dia memandangi langit biru yang luas. Menaungi kepala yang mulai terasa penuh dengan pertanyaan.
“Tidak ikut berpesta, Le?” tanya Gus Ahmad, yang terkenal di penjuru desa dengan panggilan Gus Ah, sewaktu mau berangkat ke sawah dan kebetulan jalan yang musti di lalui melewati rumah Dhimas Gathuk.
“Hahahaha… mboten, Gus. Orang murtad seperti saya ya tidak terpakai, Gus. Masih banyak orang yang loyal untuk Pendopo Matahari.”
“Lha, tapi kan kamu berada di salah satu atapnya, Le. Setidaknya ikut guyup-guyup, tidak ada salahnya.” Gus Ah berhenti sejenak untuk mengamati Dhimas Gathuk yang tersenyum kecil.
“Saya mau pergi ke Kota, Gus, tapi bukan untuk berpesta. Hanyut dalam kebisingan yang tidak saya mengerti untuk apa, tapi yah, sekedar menikmati pahit kopi. Siapa tahu bertemu seseorang yang memberikan manfaat.”
“Hati-hati di jalan, Le. Banyak kepentingan, banyak persoalan seperti yang dahulu pernah Mendiang Bapakmu lawan habis-habisan sampai Bapakmu yang habis sendiri.”
“Iya, Gus!” sahut Dhimas Gathuk yang setelah mencium punggung tangan Gus Ah, langsung melesat jauh.
Dhimas Gathuk melangkah ke utara menuju kota di mana riuhnya pesta ulang tahun yang akan dikenang sebagai umur keemasan. Seratus tahun yang gilang-gemilang dalam peringatan setelah dalam kurun waktu yang lama itu, sang matahari baru mampu bercokol dengan kuat di bumi pertiwi. Dari tanah Mataram Baru kembali ke Mataram Baru, begitu ungkap mereka yang bersenandung lagu ulang tahun yang kan segera dicatat sejarah. Pendopo Matahari menghamburkan uangnya di seratus tahun penisbatan pada Nabi.
Di sepanjang perjalanan ke Kota, setelah keluar dari wilayah desanya, Dhimas Gathuk menyaksikan lagi, tarian-tarian bendera matahari yang berdiri di atas bambu. Berkelebat dalam kepongahan. Dhimas Gathuk tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Ah, kepongahan yang berdiri di atas bambu. Sebentar lagi melapuk dan akhirnya roboh juga. Ada banyak kutu di dalamnya melapukkannya sendiri dari dalam!” dan sambil terus melaju menuju warung kopi yang sudah dia rindukan.
Di jalan, gerbang kota, Dhimas Gathuk menemukan kemacetan yang sangat. Sang Penjaga Siang dengan terang membakar langit. Panasnya bukan main saat dari barat-daya dan barat-laut berjubal awan hitam berarak. Jalan di setiap sudut kota dipenuhi para pelancong yang ingin ikut bergembira dalam pesta pora ulang tahun Pendopo Matahari. Dari lampu merah ke lampu merah dipenuhi mobil-mobil berplat luar kota, bus-bus pariwisata yang di badan mereka tertempel kepongahan logo Matahari. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala saja.
Dengan berbekal tawa lucu dan kesabarannya, Dhimas Gathuk berhasil sampai di warung kopi. Walau di jalan sempat dimaki orang yang berjalan jauh dari luar kota untuk berpesta, Dhimas Gathuk tidak perduli. Dia melaju tenang di jalannya sendiri. Sampai di warung kopi, di sana dia bertemu dengan sepasang manusia. Dua-duanya lelaki. Mereka sepasang bukan dalam hubungan cinta kasih kemesraan yang melenceng. Tapi persahabatan yang tidak mampu dihargai dengan uang sebanyak apa pun. Mereka itu yang sering Dhimas Gathuk sebut dengan nama singkat Nur Gambleh.
Nur dan Gambleh. Seorang pengikut Pendopo Bintang dan seorang lagi pengikut Pendopo Matahari. Dua orang dengan pemikiran berbeda namun bisa bersatu di jalan kehidupan masing-masing. Seorang dari mereka adalah santri dan yang seorang lagi seorang seniman rupa yang masih teramat muda.
“Ah, ketemu Nur-Gambleh!” ucap Dhimas Gathuk dalam salam kelakar yang renyah.
“Ora melu ulang tahunan, Kang?” tanya Nur sambil menyibakkan rambutnya yang brekele.
“Ora lah. Nanti hanya jadi pengotor bagi pandangan para pemuka agama besar di kalangan orang-orang matahari.”
“Sampeyan kie, Kang!” sahut Gambleh sambil tersenyum kecil.
“Gambleh ini baru sedih, tidak bisa ikut ulang tahunan!” ungkap Nur dalam tawa menggelegak.
“Ngawur, Cak Nur kie.”
“Meriah, Kang?” Dhimas Gathuk mengarahkan pandangan pada Gambleh yang memandang ke jalan di mana iring-iringan rombongan pejalan yang berpesta pora baru lewat.
“Katanya sih, meriah, Kang. Lha, kenapa njenengan tidak ikut?” ucap Gambleh pelan.
“Mataram Baru, menurut kabarnya sudah di boking lho. Di pesan untuk berpesta. Semua orang yang memiliki tanda peserta dan penggembira bisa masuk ke tempat-tempat wisata dengan gratis.” Sahut Nur.
“Ah, masih tidak meriah. Kalau nanti Dalem Gothak-gathuk buat acara, Mataram Baru akan dikontrak seluruhnya, hahahahahahaha………..”
“Orang-orang yang di Mataram Baru diungsikan, Kang?” sahut Nur
“Lha, Iya! Dalem Gothak-Gathuk..!!”
Dan mereka bertiga tertawa bersamaan.
“Ini yang mungkin mereka bilang sebagai umur keemasan, dimana seseorang membuat sebuah perkumpulan untuk menegakkan kebaikan dan memerangi kemungkaran.” Ungkap Nur dalam senyuman kecil sementara Dhimas Gathuk masih tertawa terbahak-bahak.
“Apa ini namanya pergeseran, Kang? Ini kang Gambleh yang tahu dengan bagaimana sifat-sifat nabi yang kini tengah menjadi merek dagang.” Ucap Dhimas Gathuk sambil memegangi dada yang sakit karena tawa terbahak mendorong kelencar di paru-paru keluar.
“Ah, aku tidak tahu apa-apa!”
“Bukankah nabi itu menjalani hidup dalam kesederhanaan, Kang?” sahut Nur.
Dhimas Gathuk kemudian tersenyum kecil. Ia teringat pada perjalanan bersama saudara tuanya sehabis menjalankan sembahyang maghrib. Dari sana, dia memahami kembali. Ternyata, banyak orang yang mengatasnamakan nabi namun mereka melupakan nilai tersembunyi yang ada di dalam kehidupan para nabi. Kebaikan, kesederhanaan, ketulusan, dan keikhlasan yang terkadang terlupakan begitu saja. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala. Dia meneguk sisa kopi pahit dan melangkah keluar untuk pulang. Belajar kembali pada tanah merah yang dititipkan Mendiang Bapaknya.
Di perjalanan, awan hitam menggantung di atas kepala. Orang-orang terburu agar tidak terguyur riuhnya hujan yang akan segera turun. Namun, dalam langkah tergesa itu, hujan jatuh dengan alangkah deranya. Gemuruh langit menggelegar. Menakutkan hati Dhimas Gathuk yang berkali-kali menundukkan kepala. Hujan telah menyelimuti tanah Mataram Baru sementara dimana-mana jalanan dipenuhi para peserta pesta.
Kain hijau-biru yang tadinya berkelebat telah meringkuh di dingin air hujan. Matahari yang disematkan di sana tidak lagi cemerlang putih. Telah jadi pucat ketika dentuman langit menggelegar di atas kepala. Udara dingin ditiup dengan keras namun tidak membuat seribu matahari berkelebat. Kesemuanya meringkuk pucat. Meringkuk tanpa daya, sedangkan Dhimas Gathuk meringkuh dalam sumpah serapah yang menggelora di dalam dada.
Dia melaju perlahan-lahan. Akhirnya sampai wilayah selatan. Di sana, di daerah yang tidak tertancap bendera matahari, tanah-tanahnya kering. Tidak ada setetes air yang membasahi. Dhimas Gathuk memandang ke langit. Matahari memancar ramah seolah menyuguhkan senyum kepadanya. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala.
Bantul – Studio SDS Fictionbooks, 13 Agustus 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar