Selasa, 28 September 2010

Seribu Matahari Dibungkam Hujan

M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/

Hari Sabtu, sebuah matahari memancar ramah di pagi hening, menerangi angin bertiup. Bola yang memancar di langit, menatap tanpa tirai pada lembaran-lembaran kain, biru dan hijau yang menjalar di jalan-jalan kota. Sinar berpendar di angkasa rasa seolah ingin menutup mata. Tak ingin memandang kota yang dipenuhi biru-hijau menjalar dalam kesombongan. Ia tidak ingin melihat sedangkan Rajanya menciptakan diri untuk melihat dunia saat siang agar manusia bisa saling memandang dalam gerak dan kerja.

Matahari di atas, jenggah melihat seribu matahari di tertancam di bumi. Ketika angin bertiup, seolah menantang langit yang telah terang benderang dan sang Penjaga Siang merangkak. Dadanya membucahkan kawah. Gejolaknya menjilat awan-awan putih berserakan untuk hangus.

Di tengah-tengahnya, Dhimas Gathuk berdiri di halaman rumah. Hari ini, dia tidak berangkat kerja. Setelah menghantarkan saudaranya dalam pengembaraan jauh, Dhimas Gathuk tidak beranjak. Dia memandangi langit biru yang luas. Menaungi kepala yang mulai terasa penuh dengan pertanyaan.

“Tidak ikut berpesta, Le?” tanya Gus Ahmad, yang terkenal di penjuru desa dengan panggilan Gus Ah, sewaktu mau berangkat ke sawah dan kebetulan jalan yang musti di lalui melewati rumah Dhimas Gathuk.

“Hahahaha… mboten, Gus. Orang murtad seperti saya ya tidak terpakai, Gus. Masih banyak orang yang loyal untuk Pendopo Matahari.”

“Lha, tapi kan kamu berada di salah satu atapnya, Le. Setidaknya ikut guyup-guyup, tidak ada salahnya.” Gus Ah berhenti sejenak untuk mengamati Dhimas Gathuk yang tersenyum kecil.

“Saya mau pergi ke Kota, Gus, tapi bukan untuk berpesta. Hanyut dalam kebisingan yang tidak saya mengerti untuk apa, tapi yah, sekedar menikmati pahit kopi. Siapa tahu bertemu seseorang yang memberikan manfaat.”

“Hati-hati di jalan, Le. Banyak kepentingan, banyak persoalan seperti yang dahulu pernah Mendiang Bapakmu lawan habis-habisan sampai Bapakmu yang habis sendiri.”

“Iya, Gus!” sahut Dhimas Gathuk yang setelah mencium punggung tangan Gus Ah, langsung melesat jauh.

Dhimas Gathuk melangkah ke utara menuju kota di mana riuhnya pesta ulang tahun yang akan dikenang sebagai umur keemasan. Seratus tahun yang gilang-gemilang dalam peringatan setelah dalam kurun waktu yang lama itu, sang matahari baru mampu bercokol dengan kuat di bumi pertiwi. Dari tanah Mataram Baru kembali ke Mataram Baru, begitu ungkap mereka yang bersenandung lagu ulang tahun yang kan segera dicatat sejarah. Pendopo Matahari menghamburkan uangnya di seratus tahun penisbatan pada Nabi.

Di sepanjang perjalanan ke Kota, setelah keluar dari wilayah desanya, Dhimas Gathuk menyaksikan lagi, tarian-tarian bendera matahari yang berdiri di atas bambu. Berkelebat dalam kepongahan. Dhimas Gathuk tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Ah, kepongahan yang berdiri di atas bambu. Sebentar lagi melapuk dan akhirnya roboh juga. Ada banyak kutu di dalamnya melapukkannya sendiri dari dalam!” dan sambil terus melaju menuju warung kopi yang sudah dia rindukan.

Di jalan, gerbang kota, Dhimas Gathuk menemukan kemacetan yang sangat. Sang Penjaga Siang dengan terang membakar langit. Panasnya bukan main saat dari barat-daya dan barat-laut berjubal awan hitam berarak. Jalan di setiap sudut kota dipenuhi para pelancong yang ingin ikut bergembira dalam pesta pora ulang tahun Pendopo Matahari. Dari lampu merah ke lampu merah dipenuhi mobil-mobil berplat luar kota, bus-bus pariwisata yang di badan mereka tertempel kepongahan logo Matahari. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala saja.

Dengan berbekal tawa lucu dan kesabarannya, Dhimas Gathuk berhasil sampai di warung kopi. Walau di jalan sempat dimaki orang yang berjalan jauh dari luar kota untuk berpesta, Dhimas Gathuk tidak perduli. Dia melaju tenang di jalannya sendiri. Sampai di warung kopi, di sana dia bertemu dengan sepasang manusia. Dua-duanya lelaki. Mereka sepasang bukan dalam hubungan cinta kasih kemesraan yang melenceng. Tapi persahabatan yang tidak mampu dihargai dengan uang sebanyak apa pun. Mereka itu yang sering Dhimas Gathuk sebut dengan nama singkat Nur Gambleh.

Nur dan Gambleh. Seorang pengikut Pendopo Bintang dan seorang lagi pengikut Pendopo Matahari. Dua orang dengan pemikiran berbeda namun bisa bersatu di jalan kehidupan masing-masing. Seorang dari mereka adalah santri dan yang seorang lagi seorang seniman rupa yang masih teramat muda.

“Ah, ketemu Nur-Gambleh!” ucap Dhimas Gathuk dalam salam kelakar yang renyah.

“Ora melu ulang tahunan, Kang?” tanya Nur sambil menyibakkan rambutnya yang brekele.

“Ora lah. Nanti hanya jadi pengotor bagi pandangan para pemuka agama besar di kalangan orang-orang matahari.”

“Sampeyan kie, Kang!” sahut Gambleh sambil tersenyum kecil.

“Gambleh ini baru sedih, tidak bisa ikut ulang tahunan!” ungkap Nur dalam tawa menggelegak.

“Ngawur, Cak Nur kie.”

“Meriah, Kang?” Dhimas Gathuk mengarahkan pandangan pada Gambleh yang memandang ke jalan di mana iring-iringan rombongan pejalan yang berpesta pora baru lewat.

“Katanya sih, meriah, Kang. Lha, kenapa njenengan tidak ikut?” ucap Gambleh pelan.

“Mataram Baru, menurut kabarnya sudah di boking lho. Di pesan untuk berpesta. Semua orang yang memiliki tanda peserta dan penggembira bisa masuk ke tempat-tempat wisata dengan gratis.” Sahut Nur.

“Ah, masih tidak meriah. Kalau nanti Dalem Gothak-gathuk buat acara, Mataram Baru akan dikontrak seluruhnya, hahahahahahaha………..”

“Orang-orang yang di Mataram Baru diungsikan, Kang?” sahut Nur

“Lha, Iya! Dalem Gothak-Gathuk..!!”

Dan mereka bertiga tertawa bersamaan.

“Ini yang mungkin mereka bilang sebagai umur keemasan, dimana seseorang membuat sebuah perkumpulan untuk menegakkan kebaikan dan memerangi kemungkaran.” Ungkap Nur dalam senyuman kecil sementara Dhimas Gathuk masih tertawa terbahak-bahak.

“Apa ini namanya pergeseran, Kang? Ini kang Gambleh yang tahu dengan bagaimana sifat-sifat nabi yang kini tengah menjadi merek dagang.” Ucap Dhimas Gathuk sambil memegangi dada yang sakit karena tawa terbahak mendorong kelencar di paru-paru keluar.

“Ah, aku tidak tahu apa-apa!”

“Bukankah nabi itu menjalani hidup dalam kesederhanaan, Kang?” sahut Nur.

Dhimas Gathuk kemudian tersenyum kecil. Ia teringat pada perjalanan bersama saudara tuanya sehabis menjalankan sembahyang maghrib. Dari sana, dia memahami kembali. Ternyata, banyak orang yang mengatasnamakan nabi namun mereka melupakan nilai tersembunyi yang ada di dalam kehidupan para nabi. Kebaikan, kesederhanaan, ketulusan, dan keikhlasan yang terkadang terlupakan begitu saja. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala. Dia meneguk sisa kopi pahit dan melangkah keluar untuk pulang. Belajar kembali pada tanah merah yang dititipkan Mendiang Bapaknya.

Di perjalanan, awan hitam menggantung di atas kepala. Orang-orang terburu agar tidak terguyur riuhnya hujan yang akan segera turun. Namun, dalam langkah tergesa itu, hujan jatuh dengan alangkah deranya. Gemuruh langit menggelegar. Menakutkan hati Dhimas Gathuk yang berkali-kali menundukkan kepala. Hujan telah menyelimuti tanah Mataram Baru sementara dimana-mana jalanan dipenuhi para peserta pesta.

Kain hijau-biru yang tadinya berkelebat telah meringkuh di dingin air hujan. Matahari yang disematkan di sana tidak lagi cemerlang putih. Telah jadi pucat ketika dentuman langit menggelegar di atas kepala. Udara dingin ditiup dengan keras namun tidak membuat seribu matahari berkelebat. Kesemuanya meringkuk pucat. Meringkuk tanpa daya, sedangkan Dhimas Gathuk meringkuh dalam sumpah serapah yang menggelora di dalam dada.

Dia melaju perlahan-lahan. Akhirnya sampai wilayah selatan. Di sana, di daerah yang tidak tertancap bendera matahari, tanah-tanahnya kering. Tidak ada setetes air yang membasahi. Dhimas Gathuk memandang ke langit. Matahari memancar ramah seolah menyuguhkan senyum kepadanya. Dhimas Gathuk menggelengkan kepala.

Bantul – Studio SDS Fictionbooks, 13 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest