Senin, 27 September 2010

M A R J I

Azizah Hefni
http://www.suarakarya-online.com/

Pagi-pagi sekali, Marji sudah mandi. Pakaiannya sudah rapi. Rambutnya di belah pinggir, di beri minyak agar terlihat klemis. Ia juga sudah menyisir alisnya yang tebal, juga kumis tipisnya. Baunya pun wangi. Maklum, sabun mandi yang ia pakai tadi bukan lagi sabun bonus semen atau cat tembok, melainkan sabun merek ternama, yang biasa diiklankan di tivi.

Sebelum berangkat, Marji menengok istrinya, Karni, yang sibuk mencuci setumpuk pakaian di sumur belakang. Tampak dari belakang, punggung istrinya melengkung, dan gelungan rambutnya banyak yang terlepas. Pantat istrinya yang bergoyang-goyang saat kedua tangannya mengucek pakaian-pakaian, tampak seperti pantat badut di pasar malam. Kulit istrinya hitam, lebih hitam dari Marji (apalagi kulit lehernya!). Mungkin terlalu sering terpanggang matahari.

Marji pernah ingat kata-kata almarhum emaknya, kalau daya tahan kulit perempuan lebih sensitif dan rentan dibanding laki-laki. Kasihan Karni, batin Marji. Ia bekerja terlalu keras. Selain sebagai buruh cuci, Karni juga membantu ngemong dua anak tetangga, Mbak Tri, yang ditinggal kerja kedua orang tuanya sampai menjelang petang.
“Aku berangkat dulu, dik,”

Karni segera menoleh. Bibirnya yang cukup tebal tertarik lebar. Matanya yang sipit, namun berbulu mata lebat dan runcing, menyiratkan lelah. Ia mengangguk lembut, mengusap keningnya dengan tangan kanan, sampai tak dirasa, busa cucian menempel. “Mas, bekerjalah dengan hati senang,”

Marji tersenyuman. Tak salah ia memilih Karni sebagai pendamping hidupnya. Sekalipun, pada mulanya, banyak orang meremehkan pawakan Karni, termasuk ibunya sendiri. Karni memang memiliki lengan kekar, berkulit dan berwajah keras, serta betis yang besar, namun siapa sangka jika hatinya selembut kapas? Selama hidup dengannya, Karni tak pernah menuntut apa-apa. Sebaliknya, ia banyak membantu Marji meringankan beban hidup. Karni seorang pekerja keras.

Berbekal senyum istrinya itu, Marji berangkat penuh semangat. Kali ini, Marji tidak akan menjajakan jasa sebagai pemotong rumput keliling seperti biasanya. Marji diajak Pak Darmono, tetangganya, untuk mengecat rumah seorang kaya raya yang baru saja pindah. Pak Darmono memang sudah empat kali ini melibatkan Marji dalam pekerjaan cat-mengecat. Menurut laki-laki paruh baya itu, garapan Marji halus dan bagus.

Setelah berjalan kurang lebih dua puluh menit, Marji sampai di rumah yang akan digarapnya. Rumah itu cukup besar. Pak Darmono belum datang. Maka, Marji mendekati pagar, lalu memencet bel. Tak lama, keluarlah seorang perempuan cantik berambut panjang. Perempuan itu membuka pagar, dan mempersilahkan Marji masuk.

“Kamu Marji, ya?” Tanyanya. Marji mengangguk ramah. Perempuan itu melihat Marji dari kaki sampai kepala. Ia lantas manggut-manggut. “Sudah ada bahan-bahannya. Kemarin Pak Darmono juga sudah mengangkat andang dari rumahnya. Sekarang dia pergi ke toko bangunan, membeli cat tambahan. Jadi, kamu kerjakan dulu,”

Marji mengangguk. Ia lalu meletakkan ransel di lantai, dan mulai berganti pakaian (Pakaian kotor khusus untuk mengecat). Setelah itu, ia mulai mencampur kalsium, semen putih, dan lem. Marji mengaduknya secara perlahan. Ia akan memlamir tembok terlebih dahulu.

Di tengah-tengah ia bekerja, tiba-tiba terdengar nyanyian dari dalam kamar mandi. Pemilik rumah sedang mandi, batin Marji. Ia menyanyi dangdut. Indah betul suaranya. Sambil mengecat, kepala Marji manggut-manggut, menikmati alunan suara.

Tak berapa lama, keluarlah pemilik rumah itu dari kamar mandi (Marji bisa menebaknya, karena ada derit pintu terbuka). Tiba-tiba, perempuan itu memanggil-manggilnya. “Marji, sini!”

Mendengar namanya dipanggil, Marji bersegera masuk rumah. Namun, betapa kagetnya Marji. Perempuan yang sebetulnya belum ia kenal itu sudah berdiri dengan balutan handuk jauh di atas lutut. Rambutnya basah, begitu juga kulit pundak, lengan, dan kakinya. Tubuhnya yang sintal dan terang, terlihat segar dengan titik-titik sisa air.
“Di ruang tamu itu, banyak tembok yang terkelupas! Jangan sampai lewat!”

Marji mengangguk. Perempuan itu berbalik pergi. Cara jalannya menyita perhatian (irama pantatanya itu!). Marji lalu kembali ke halaman, mengangkat tong besar berisi bahan campuran dan segera menuju ruang tamu. Ia naiki andang dan mulai bekerja.

Setengah jam kemudian, perempuan itu keluar dari kamarnya. Ia sudah berpakaian rapi. Pakaiannya kuning terang, dengan rok mini lebih matang. Sepatunya tinggi, warnanya senada. Begitu juga dengan tasnya. Ia terlihat sangat elegan, elit dan tentu saja, cantik. Rambutnya dibiarkan terurai. Wajahnya yang proporsional (ukuran hidung, bentuk bibir, mata, kening, pipi, sampai dagu semuanya begitu indah dan pas!) dimake-up. Ia benar-benar seperti artis di tivi!
“Aku tinggal ke kantor dulu,”

Marji mengangguk dengan ramah. Perempuan itu lantas pergi ke garasi, menyalakan mesin mobil, dan meluncur dengan cepat.

Tak berapa lama, Pak Darmono datang. Ia datang dengan sebuah mobil pick up, utusan dari toko bangunan. Marji buru-buru turun dan membantu Pak Darmono mengangkut bahan-bahan mengecat dari jok belakang mobil. Setelah usai dan keduanya mulai bekerja di dalam ruangan, Marji bertanya, “Siapa pemilik rumah ini, Pak?”
“Namanya Mbak Diyah. Dia janda cerai. Dia bos di perusahaan ayam potong,”
Marji mengangguk-angguk.
“Cantik ya?” Timpal Marji kemudian. Pak Darmono hanya tersenyum.

* * *

Marji pulang pukul lima sore hari. Saat tiba di rumah, dilihatnya Karni sedang menonton tivi. Marji melihat wajah Karni. Wajah itu masih sama seperti tadi pagi. Rambutnya juga masih sama, berantakan. Dan, yang paling terasa, bau badan Karni, bau asap bercampur keringat lembab. Marji menggigit bibir.
“Kamu belum mandi, dik?”

Karni menggeleng, “Nanti malam saja, mas. Tadi, nggak sempat. Setelah nyuci, langsung nganter anak-anak Mbak Tri. Mereka ada kegiatan kerja bakti di sekolah. Jadi, pulangnya sore. Aku menunggui mereka. Sepulangnya dari sekolah, aku menyetrika pakaian. Lalu, mas datang,”
Marji tersenyum kecut.

* * *

Esok pagi, Marji, seperti biasa berangkat ke rumah Mbak Diyah untuk mengecat. Dan seperti kemarin, Pak Darmono terlambat datang.

Di rumah itu, Mbak Diyah tampak sedang santai membaca majalah dengan posisi berbaring di sofa. Kulit-kulit Mbak Diyah berlumuran cream putih, tak terkecuali wajahnya. Ia tampak seperti hantu pagi itu.

“Hari ini, Pak Darmono tidak masuk, istrinya sakit. Kamu kerjakan dapur dulu. Setelah dapur selesai, kamu plitur pintu depan, biar dari luar bisa segera terlihat bagus,”
Marji mengangguk. Marji segera menggeser andang ke dapur dan mulai bekerja.

Tak lama, Mbak Diyah berjalan dengan balutan handuknya, dan membawa keranjang kecil berisi banyak botol kosmetik. Marji melirik. Di dalam keranjang itu ada lulur, alat cukur, dan botol-botol bergambar perempuan yang mereknya tak bisa dengan cepat dibaca Marji. Mbak Diyah masuk kamar mandi, dan menutupnya. Karena letak kamar mandi bersebelahan dengan dapur dan di atas pintu kamar mandi ada ventilasi kaca, maka Marji bisa melihat apa yang ada di dalam kamar mandi. Marji melihat Mbak Diyah meletakkan keranjang, mengurai rambut, dan melepas handuknya.
Marji tiba-tiba gemetaran. Ia segera mengalihkan pandangan.

Saat suara gebyar-gebyur air terdengar, tiba-tiba saja Marji ingin melihat Mbak Diyah lagi. Marji sempat bimbang, namun kebimbangan itu sirna saat suara Mbak Diyah terdengar sangat empuk mengalun. Karena tak mampu menahan penasarannya, Marji melirik lagi. Terlihat Mbak Diyah yang sudah telanjang bulat. Tubuhnya yang tadi dilumuri cream putih, kini terlihat mengkilat setelah terkena air. Bagian tubuhnya, semuanya proposional dan indah. Ia mengguyur tubuhnya sambil bergoyang layaknya penyanyi. Sesekali mengangkat sebelah tangannya, sebelah kakinya, atau menggerak-gerakkan kepalanya. Marji tak bisa melepaskan pandangannya. Pemandangan itu begitu indah.

Bahkan, setelah Mbak Diyah keluar dari kamar mandi, Marji masih ingat tubuh Mbak Diyah yang halus seperti plastik. Saat ia memoles tembok dengan plamir, ia membanyangkan ia sedang melumuri tubuh Mbak Diyah yang sintal dengan cream putih. Saat ia mulai mengecat tembok dengan warna krem, ia membayangkan itu warna kulit Mbak Diyah yang langsat, dan Marji menggosok-gosoknya. Dan saat Mbak Diyah memintanya untuk memlitur pintu ruang tamu lebih dulu, Marji membayangkan dirinya sedang memoles kulit padat Mbak Diyah sampai mengkilat.

* * *

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Marji masih ingat tubuh Mbak Diyah yang indah itu. Ia bergumam, betapa bodohnya suami Mbak Diyah menceraikannya.

Ketika Marji sampai di rumah, ia melihat Karni sedang me-lap kakinya dengan kain. Marji melihat kaki istrinya itu berdarah. “Lho, kenapa kakimu itu?”
“Tadi kena pecahan gelas, mas,”

Marji duduk menyebelahi Karni. Dilihatnya kaki istrinya. Telapak kakinya pecah-pecah, sepanjang betis banyak bekas-bekas luka. Ada sisa terkena knalpot, ada sisa kena sayatan pisau, ada sisa gigitan monyet. Bulu kaki Karni juga panjang. Marji tiba-tiba ingat sepasang kaki Mbak Diyah yang tak tergores sedikitpun. Kaki itu sangat putih dan mulus, seperti tembok yang tadi dicatnya. Marji merasa, kaki Karni ini lebih mirip dengan tembok rumahnya, yang sudah menguning, mengelupas, dan retak-retak.

Apalagi, seperti biasa, Karni belum mandi (Sejak kemarin, ia mandi di atas jam sembilan malam). Bau badan Karni tidak sedap. Marji melihatnya pun tak nyaman, Kulit mukanya berminyak, ia mengeluarkan banyak keringat.
“Lain kali, jangan ceroboh! lihat kulitmu itu, buruk sekali!”

Karni kaget mendengar nada bicara suaminya yang tegas, “Satu lagi, besok mandi pagi-pagi. Gosok badanmu itu dengan sabun. Yang banyak, biar kulitmu bagus!”
Marji bangkit, dan bilang, ingin mandi karena gerah. Melihat muka suaminya yang masam, Karni terbengong-bengong.

* * *

Marji kembali berangkat kerja. Ia tak sempat sarapan, karena Karni sudah hendak pergi. Hari ini, Karni harus mengantar momongannya rekreasi pukul enam pagi.

Sesampai di rumah Mbak Diyah, Marji segera menyelesaikan tugasnya. Kali ini ia mulai mengecat kamar tamu. Mbak Diyah, seperti biasa, asyik bernyanyi di kamar mandi. Tak berapa lama, Mbak Diyah keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk. Ia menghampiri Marji dan berkata, “Marji, jangan pulang dulu sebelum aku datang dari kantor. Aku akan membayarmu hari ini. Aku akan membayarmu tiap tiga hari sekali,”
Marji mengangguk mengerti

“Aku usahakan pulang sebelum jam kerjamu habis,” Setelah mengatakan itu, ia mengerling, kemudian pergi. Tentunya, pandangan Marji tersita pada pantat Mbak Diyah yang bergoyang.

Marji terus bekerja. Hari pun beranjak sore. Marji mulai kelelahan. Tapi, bila ingat Mbak Diyah akan membayarnya hari ini, lelah itu jadi tak terasa. Dan Mbak Diyah memang tiba 5 menit sebelum jam kerja Marji habis. Ia minta Marji masuk ke kamarnya.
“Ini bayaranmu,” diulurkannya uang merah tiga lembar pada Marji.
Melihat itu, Marji terkejut, “Wah, banyak betul. Katanya tiga hari?”
“Karena, garapanmu sangat bagus,”
Sekalipun ragu, Marji akhirnya menerimanya. “Terimakasih, mbak,”
“Apa keahlianmu hanya mengecat?”
“Saya ini pekerja serabutan, mbak. Apa saja, insyaallah, bisa,”
“Kalau begitu, apa kamu bisa mijat?”
“Mijat?” Matanya terbeliak.

Mbak Diyah mengangguk. “Punggungku capek sekali. Tolong pijat aku dulu,”

Tanpa menunggu persetujuan Marji, Mbak Diyah, melepas pakaiannya, lalu merebah ke tempat tidur. Marji hanya mematung melihatnya. Kakinya gemetaran. Perempuan itu kemudian tengkurap di kasur, dan meminta Marji segera memijatnya.

Baru selangkah Marji mendekat, tiba-tiba di luar ada yang mengetuk pintu. Mbak Diyah berdecap kesal. Dengan sedikit kesal, ia meminta Marji segera membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Saat Marji melihatnya, ternyata itu Sumilah, tetangga Marji.

“Istrimu pingsan, Ji! Tadi waktu di bis, dia sempat mengeluh badannya linu-linu! Pulang dari rekreasi, dia langsung pingsan!”
Marji terkejut dan buru-buru pulang.

* * *

Ternyata Karni kena rematik. Badan Karni juga lemas, mungkin kecapekan kerja.
“Mas, Maafkan aku ya…Gara-gara aku, mas libur kerja tiga hari ini…”
Marji tersenyum, sambil mengelus-elus pipi Karni yang kasar dan berminyak, kemudian menciumnya. ***

* Malang, 9 Mei 2009

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest