Jumat, 28 Mei 2010

‘Kemerdekaan Semu ‘ dan Pembaca Rupa yang Terluka

Ahmad Kekal Hamdani
http://www.sastra-indonesia.com/

“…Untuk membuat orang menertawakan kebenaran,
untuk membuat kebenaran tertawa…”

Ketika saya (penulis) menatap cukup serius lukisan grafis “ kemerdekaan semu” karya Brekele alias Ikhsan, ada pendar yang tiba-tiba menarik-narik tubuh saya ke dalam kamar gelap. Seseorang atau mungkin sesuatu telah memaksa saya melucuti segenap pakaian, meminta saya telanjang dan sungguh, saya kira lama benar saya tak menatap tubuh sendiri dalam ruang gelap. Saya tak melihat apapun, saya mulai meraba-raba tubuh saya. Tiba –tiba saya mesti menjadi lidah, menjilati sesuatu, menjilati apa saja yang ada di tubuh saya, bahwa betapa asin tubuh kita, asin air mata.

Rupa mungkin sebuah objek, mungkin juga sebuah metafora –sebuah transferensi ataupun karakter fundamental hubungan linguistik manusia dengan dunia - dan tak musykil ia adalah subjek yang menerjemahkan. Di mana kreasi justru membuka kemungkinannya membaca kreator (dalam hal ini adalah perupa). Di mana manusia justru membentuk tuhannya sendiri, bahwa tuhan boleh saja abadi pun bahkan mati. Terdapat sebuah narasi tidak terputus yang mengikat antara perupa, lukisan dan pembaca – mengapa pembaca? Sebab rupa ia juga adalah teks – yang menyebabkan ketiganya berada dalam identitas yang tak jelas. Disfungsi keberadaan seniman sebagai perupa pun ada kalanya adalah sebuah teks yang dibaca melalui lukisannya, maka sang Author belumlah mati, hanya saja ia berpindah dan mencuri tubuh dari satu fungsi kefungsi yang lain. Dan seniman, lukisan dan pembaca pada lalunya adalah pelaku, laku dan produk kebudayaan itu sendiri.

Sejak awal saya tidak berniat membuat penilaian terhadap lukisan “Kemerdekaan Semu” yang digubah oleh perupa Ikhsan (Brekele) ini. Karena nilai bukanlah sesuatu yang independent . Artinya, ia selalu memerlukan penyandang untuk penunjukan eksistensinya, dan saya selalu merasa gagal menangkap nilai sebagai sesuatu yang diam, ia melompat -lompat di antara seniman, karya seni, dan penikmat itu sendiri. Pada akhirnya saya memposisikan diri saya sebagai korban, atau sebagai lidah – walhasil tulisan ini adalah subjektif jauh dari hukum sistematika-yang mencoba mencicipi rupa hitam dan putih yang ada di hadapan saya. Ada semacam kecut ketiak, ada aroma anyir darah, dan rasa busuk yang mengalir jadi banjir, ada asin keringat wanita sehabis penjajahan di tubuhnya. Saya mencoba mengunyah semampu saya melahap realita yang coba disuguhkan dalam “ Kemerdekaan Semu” diri saya sendiri (Huek…! Ada bau sepatu butut dengan bendera merah putih yang berkibar ragu-ragu).

Menjilati lukisan ini saya menghirup dan merasai aroma Vodka, yah saya menjadi terngiang Negeri Vodka, Rusia ( yang selama beberapa dekade bernama Uni Soviet). Negeri Komunis dengan bendera Sosialasta, ada semacam juktaposisi yang mengingatkan kita pada rentetan komikal yang miris tentang dunia seni rupa indonesia. Kesenian Indonesia pada masa Orde Baru diharap sama sekali tidak terkontaminasi ideologi seni yang berlawanan. Bahkan dari seni yang diproduk oleh seniman bangsa Indonesia sendiri. Dan pelukis ikhsan justru menemukan dirinya dalam kemerdekaan yang amat mengabur, antara kenyataan sosial-politik dan dirinya yang membaca.

Pelarangan pameran besar mengenang kehebatan almarhum Hendra Gunawan di Galeri Pasar Seni Ancol tahun 1983 misalnya, dihubungkan dengan sosok Hendra yang pernah dipenjara karena tersangkut Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), institusi budaya yang berafiliasi di bawah Partai Komunis Indonesia. Andai pun ada pameran Hendra yang “lolos”, itu karena hasil lobi kuat seseorang berpengaruh kepada pemerintah. Pameran besar restrospeksi Henk Ngantung adalah contoh lain. Pameran pelukis mantan Gubernur Jakarta yang dianggap Lekrais dan Sukarnois ini juga dilarang beberapa hari menjelang pagelaran dibuka. Padahal Henk Ngantung sudah tak berdaya dan nyaris buta matanya (Baca Revolusi, Politik, dan Seni Rupa Rusia. Kompas, 27/2/2000).

Berangkat dari berjuta kepentingan, hal di atas menunjukkan bahwasanya usaha penilaian karya seni (rupa) justru mengalami sebuah usaha penubuhan (imperialisme) dan seperti dunia di sekitarnya sebuah lukisan pun telah mengalami peperangan dengan sejarahnya sendiri. Maka, sebagaimana sebuah Shymphony (lagu) dan puisi, lukisan kadang tak perlu dimengerti, tak perlu dimaknai, dirasakan saja, dinikmati, atau bahkan dijilati. Lantas, menghadapi dunia simbolik dalam “Kemerdekaan Semu” ini merupakan sebuah kegiatan yang ekspansif dalam tataran sosial-politik yang panjang dan meletihkan (lidah kita pun membengkak).

Klaustafobia: Lanskap Kota yang Membusuk

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini
aku salah satu”

Menikmati lukisan “Kemerdekaan Semu” adalah memasuki sebuah interior aneh yang mencoba meraup segala sudut prespektif, ia tidak berbicara masalah intensitas akan tetapi suatu ruang, jarak, atau mungkin sebuah waktu, dimana pembaca mesti membikin semacam tanda guna menjelajahinya -agar tak tersesat dan lupa jalan pulang-. Kita diajak agar menjaga jarak dengan jarak, karena ini akan berakibat kita tidak tahu lagi, apakah kita pembaca atau yang dibaca. Realitas yang selama ini terjadi di negeri ini telah dicoba diraup dalam visualisasi tunggal dengan batas ruang yang tak jelas, anda tinggal memilih dari sudut mana anda memandang dan berdiri.

Ikhsan, mungkin telah mengimajinasikan sebuah gambaran semu –sebuah lanskap- tentang kota dan dinamika yang hidup di sekitarnya, sebuah pandangan hitam putih antara reremang dan ketidak jelasan nasib masyarakat Indonesia. ia memposisikan dirinya sebagai seseorang yang terkurung dalam sebuah nilai yang tidak real, sebagai pembaca sekaligus perupa yang terluka ( ah, terluka) yang pada akhirnya mengantarnya pada klaustafobia akut (semacam ketakutan jika terkurung dalam ruang yang tertutup). Lantas pembacapun akan menginterpratasi perupa dan ikhsan menjadi sebuah objek. Disinilah saya dengan tegas menghidupkan kembali tuhan dari lukisan ini, meski sebagai objek. Lantas tidaklah benar bahwa sang Author (perupa) telah mati ketika “kemerdekaan Semu” terlahir.

Makna dan ataupun nilai selalu memiliki keberadaan yang tidak jelas, ia melompat dari satu objek ke objek yang lain. Hal ini membuat objek kadang mesti diberlakukan sebagai subjek, atau sebaliknya. Oleh karena itu simbol maupun perupa tidak mesti mati, dua-duanya hadir timbul tenggelam dalam dunia nilai dan atau makna yang melompat dari satu kesatu yang lain. Seniman, karya seni dan penikmat pada akhirnya membentuk sebuah ruang dan realita yang kompleks serta narasi yang tidak terputus.

“Kemerdekaan Semu” menjadi jendela di mana saya membaca dunia dan perupanya. Ia juga menjadi jendela bagi Ikhsan membaca dunia dan saya, lantas jendela itu membaca saya dan ikhsan,he. Saya kira, saya tidak perlu menjabarkan secara luas apa saja yang telah terjadi dan terekam dalam lukisan ini. Toh, kita semua juga telah menjadi pelaku sekaligus korban dalam miris sejarah bencana dan percaturan politik kekuasaan di negeri ini. Anda cukup menatap lekat “Kemerdekaan Semu” itu sendiri, dan mereka-reka kembali sedalam mana luka di dada anda membikin bah (semoga saja anda tidak membutuhkan Bahtera).

Rupa Yang Terluka

Namun demikian, meski terjadi narasi tak terputus sebagaimana diurai di atas, pembacaan selalu merupakan kegiatan yang tidak bersih. Pembaca adalah sesuatau yang hidup dengan tubuhnya sendiri hingga pada akhirnya menerjemahkan, membaca, menulis, ataupun menggambar hanyalah sebuah kegiatan mengotori. Membuat kotoran, semacam buang air besar atau berseni. Sehingga ke tidak bertemuan antara pengotor yang satu dan pengotor yang lain merupakan sesuatu yang harus dipercaya kemungkinannya. Lantas kita mulai bermain-main dengan kapak dan pisau-pisau analisis, membuat sekian wajah terluka. Tidak ada rupa yang tak terluka, dari luka membikin luka dan menciptakan luka. Dan nilai atau makna mungkin adalah darahnya, dimana betapa rajin kita menjilatnya.

Akhirnya, maafkanlah saya yang hadir dengan rupa yang terluka!

Yogyakarta, 2008

Keterangan:
• Disampaikan dalam Bedah Lukisan karya Ikhsan Brekele “Kemerdekaan Semu” di Pendopo LKiS 2008 yang lalu.
• Tulisan ini bukan semacam kitab suci atau proses ilmiah-kreatif, oleh sebab itu menuhankan dan memujanya dirasa tidak perlu dan memboroskan tenaga, yang penting anda sehat wal afiat, amien.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest