Ahmad Kekal Hamdani
http://www.sastra-indonesia.com/
“…Untuk membuat orang menertawakan kebenaran,
untuk membuat kebenaran tertawa…”
Ketika saya (penulis) menatap cukup serius lukisan grafis “ kemerdekaan semu” karya Brekele alias Ikhsan, ada pendar yang tiba-tiba menarik-narik tubuh saya ke dalam kamar gelap. Seseorang atau mungkin sesuatu telah memaksa saya melucuti segenap pakaian, meminta saya telanjang dan sungguh, saya kira lama benar saya tak menatap tubuh sendiri dalam ruang gelap. Saya tak melihat apapun, saya mulai meraba-raba tubuh saya. Tiba –tiba saya mesti menjadi lidah, menjilati sesuatu, menjilati apa saja yang ada di tubuh saya, bahwa betapa asin tubuh kita, asin air mata.
Rupa mungkin sebuah objek, mungkin juga sebuah metafora –sebuah transferensi ataupun karakter fundamental hubungan linguistik manusia dengan dunia - dan tak musykil ia adalah subjek yang menerjemahkan. Di mana kreasi justru membuka kemungkinannya membaca kreator (dalam hal ini adalah perupa). Di mana manusia justru membentuk tuhannya sendiri, bahwa tuhan boleh saja abadi pun bahkan mati. Terdapat sebuah narasi tidak terputus yang mengikat antara perupa, lukisan dan pembaca – mengapa pembaca? Sebab rupa ia juga adalah teks – yang menyebabkan ketiganya berada dalam identitas yang tak jelas. Disfungsi keberadaan seniman sebagai perupa pun ada kalanya adalah sebuah teks yang dibaca melalui lukisannya, maka sang Author belumlah mati, hanya saja ia berpindah dan mencuri tubuh dari satu fungsi kefungsi yang lain. Dan seniman, lukisan dan pembaca pada lalunya adalah pelaku, laku dan produk kebudayaan itu sendiri.
Sejak awal saya tidak berniat membuat penilaian terhadap lukisan “Kemerdekaan Semu” yang digubah oleh perupa Ikhsan (Brekele) ini. Karena nilai bukanlah sesuatu yang independent . Artinya, ia selalu memerlukan penyandang untuk penunjukan eksistensinya, dan saya selalu merasa gagal menangkap nilai sebagai sesuatu yang diam, ia melompat -lompat di antara seniman, karya seni, dan penikmat itu sendiri. Pada akhirnya saya memposisikan diri saya sebagai korban, atau sebagai lidah – walhasil tulisan ini adalah subjektif jauh dari hukum sistematika-yang mencoba mencicipi rupa hitam dan putih yang ada di hadapan saya. Ada semacam kecut ketiak, ada aroma anyir darah, dan rasa busuk yang mengalir jadi banjir, ada asin keringat wanita sehabis penjajahan di tubuhnya. Saya mencoba mengunyah semampu saya melahap realita yang coba disuguhkan dalam “ Kemerdekaan Semu” diri saya sendiri (Huek…! Ada bau sepatu butut dengan bendera merah putih yang berkibar ragu-ragu).
Menjilati lukisan ini saya menghirup dan merasai aroma Vodka, yah saya menjadi terngiang Negeri Vodka, Rusia ( yang selama beberapa dekade bernama Uni Soviet). Negeri Komunis dengan bendera Sosialasta, ada semacam juktaposisi yang mengingatkan kita pada rentetan komikal yang miris tentang dunia seni rupa indonesia. Kesenian Indonesia pada masa Orde Baru diharap sama sekali tidak terkontaminasi ideologi seni yang berlawanan. Bahkan dari seni yang diproduk oleh seniman bangsa Indonesia sendiri. Dan pelukis ikhsan justru menemukan dirinya dalam kemerdekaan yang amat mengabur, antara kenyataan sosial-politik dan dirinya yang membaca.
Pelarangan pameran besar mengenang kehebatan almarhum Hendra Gunawan di Galeri Pasar Seni Ancol tahun 1983 misalnya, dihubungkan dengan sosok Hendra yang pernah dipenjara karena tersangkut Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), institusi budaya yang berafiliasi di bawah Partai Komunis Indonesia. Andai pun ada pameran Hendra yang “lolos”, itu karena hasil lobi kuat seseorang berpengaruh kepada pemerintah. Pameran besar restrospeksi Henk Ngantung adalah contoh lain. Pameran pelukis mantan Gubernur Jakarta yang dianggap Lekrais dan Sukarnois ini juga dilarang beberapa hari menjelang pagelaran dibuka. Padahal Henk Ngantung sudah tak berdaya dan nyaris buta matanya (Baca Revolusi, Politik, dan Seni Rupa Rusia. Kompas, 27/2/2000).
Berangkat dari berjuta kepentingan, hal di atas menunjukkan bahwasanya usaha penilaian karya seni (rupa) justru mengalami sebuah usaha penubuhan (imperialisme) dan seperti dunia di sekitarnya sebuah lukisan pun telah mengalami peperangan dengan sejarahnya sendiri. Maka, sebagaimana sebuah Shymphony (lagu) dan puisi, lukisan kadang tak perlu dimengerti, tak perlu dimaknai, dirasakan saja, dinikmati, atau bahkan dijilati. Lantas, menghadapi dunia simbolik dalam “Kemerdekaan Semu” ini merupakan sebuah kegiatan yang ekspansif dalam tataran sosial-politik yang panjang dan meletihkan (lidah kita pun membengkak).
Klaustafobia: Lanskap Kota yang Membusuk
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini
aku salah satu”
Menikmati lukisan “Kemerdekaan Semu” adalah memasuki sebuah interior aneh yang mencoba meraup segala sudut prespektif, ia tidak berbicara masalah intensitas akan tetapi suatu ruang, jarak, atau mungkin sebuah waktu, dimana pembaca mesti membikin semacam tanda guna menjelajahinya -agar tak tersesat dan lupa jalan pulang-. Kita diajak agar menjaga jarak dengan jarak, karena ini akan berakibat kita tidak tahu lagi, apakah kita pembaca atau yang dibaca. Realitas yang selama ini terjadi di negeri ini telah dicoba diraup dalam visualisasi tunggal dengan batas ruang yang tak jelas, anda tinggal memilih dari sudut mana anda memandang dan berdiri.
Ikhsan, mungkin telah mengimajinasikan sebuah gambaran semu –sebuah lanskap- tentang kota dan dinamika yang hidup di sekitarnya, sebuah pandangan hitam putih antara reremang dan ketidak jelasan nasib masyarakat Indonesia. ia memposisikan dirinya sebagai seseorang yang terkurung dalam sebuah nilai yang tidak real, sebagai pembaca sekaligus perupa yang terluka ( ah, terluka) yang pada akhirnya mengantarnya pada klaustafobia akut (semacam ketakutan jika terkurung dalam ruang yang tertutup). Lantas pembacapun akan menginterpratasi perupa dan ikhsan menjadi sebuah objek. Disinilah saya dengan tegas menghidupkan kembali tuhan dari lukisan ini, meski sebagai objek. Lantas tidaklah benar bahwa sang Author (perupa) telah mati ketika “kemerdekaan Semu” terlahir.
Makna dan ataupun nilai selalu memiliki keberadaan yang tidak jelas, ia melompat dari satu objek ke objek yang lain. Hal ini membuat objek kadang mesti diberlakukan sebagai subjek, atau sebaliknya. Oleh karena itu simbol maupun perupa tidak mesti mati, dua-duanya hadir timbul tenggelam dalam dunia nilai dan atau makna yang melompat dari satu kesatu yang lain. Seniman, karya seni dan penikmat pada akhirnya membentuk sebuah ruang dan realita yang kompleks serta narasi yang tidak terputus.
“Kemerdekaan Semu” menjadi jendela di mana saya membaca dunia dan perupanya. Ia juga menjadi jendela bagi Ikhsan membaca dunia dan saya, lantas jendela itu membaca saya dan ikhsan,he. Saya kira, saya tidak perlu menjabarkan secara luas apa saja yang telah terjadi dan terekam dalam lukisan ini. Toh, kita semua juga telah menjadi pelaku sekaligus korban dalam miris sejarah bencana dan percaturan politik kekuasaan di negeri ini. Anda cukup menatap lekat “Kemerdekaan Semu” itu sendiri, dan mereka-reka kembali sedalam mana luka di dada anda membikin bah (semoga saja anda tidak membutuhkan Bahtera).
Rupa Yang Terluka
Namun demikian, meski terjadi narasi tak terputus sebagaimana diurai di atas, pembacaan selalu merupakan kegiatan yang tidak bersih. Pembaca adalah sesuatau yang hidup dengan tubuhnya sendiri hingga pada akhirnya menerjemahkan, membaca, menulis, ataupun menggambar hanyalah sebuah kegiatan mengotori. Membuat kotoran, semacam buang air besar atau berseni. Sehingga ke tidak bertemuan antara pengotor yang satu dan pengotor yang lain merupakan sesuatu yang harus dipercaya kemungkinannya. Lantas kita mulai bermain-main dengan kapak dan pisau-pisau analisis, membuat sekian wajah terluka. Tidak ada rupa yang tak terluka, dari luka membikin luka dan menciptakan luka. Dan nilai atau makna mungkin adalah darahnya, dimana betapa rajin kita menjilatnya.
Akhirnya, maafkanlah saya yang hadir dengan rupa yang terluka!
Yogyakarta, 2008
Keterangan:
• Disampaikan dalam Bedah Lukisan karya Ikhsan Brekele “Kemerdekaan Semu” di Pendopo LKiS 2008 yang lalu.
• Tulisan ini bukan semacam kitab suci atau proses ilmiah-kreatif, oleh sebab itu menuhankan dan memujanya dirasa tidak perlu dan memboroskan tenaga, yang penting anda sehat wal afiat, amien.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar