Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Setiap karya sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial-politik-kultural. Novel Salah Asuhan (1928) karya Abdoel Moeis, juga kelahirannya tak dapat dilepaskan dari faktor-faktor tersebut. Itulah sebabnya, usaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi dibalik teks Salah Asuhan, penting artinya untuk menangkap amanat pengarangnya yang juga berkaitan erat dengan situasi sosial dan semangat zamannya.
Novel Salah Asuhan ditulis awal tahun 1927 ketika Abdoel Moeis sudah meninggalkan kegiatan politiknya dalam Sarekat Islam (1912-1924), dan menjadi petani di Garut sejak tahun 1924. Waktu itu (sejak 19 Januari 1924), Abdoel Moeis dikenai larangan mengunjungi semua daerah di luar Jawa dan Madura sebagai akibat terjadinya peristiwa Toli-Toli di Sulawesi Tengah (Juni1919), pemogokan pegawai pegadaian di Jawa (11 Februari 1922), dan keterlibatannya dalam membantu masyarakat Minangkabau dalam memperjuangkan hak-hak tanahnya yang juga berkaitan dengan masalah belasting (pajak).
Pada Februari 1928, naskah Salah Asuhan dikirimkan ke Balai Pustaka. Sebelumnya novel itu pernah dimuat di harian De Express sebagai cerita bersambung. Balai Pustaka yang menerima naskah itu, tidak segera menerbitkannya, bahkan bermaksud menolaknya. Menurut kriteria Balai Pustaka, Salah Asuhan menampilkan tokoh wanita Belanda (Corrie) yang justru dapat menimbulkan citra buruk bangsa Belanda (Barat) secara keseluruhan.
* * *
Menurut Dr Drewes, Hoofdambtenaar Balai Pustaka waktu itu, Salah Asuhan termasuk karangan yang ditulis secara lancar dan memikat, tetapi karena adanya unsur-unsur “negatif” yang digambarkan pada diri tokoh wanita Belanda itulah yang membuat Balai Pustaka merasa perlu mempertimbangkan kembali penerbitannya.
Selanjutnya, Dr Drewes, menyatakan bahwa bagi Balai Pustaka akan sulit mempertahankan diri terhadap kemungkinan kritik tentang penerbitan karangan itu. Volkslectuur seharusnya memperhatikan batas-batas dalam penerbitannya. “Saya kira kepada Volkelectuur saya tidak dapat menyarankan untuk diterbitkan,” demikian Drewes yang dikutip Sjafi’i St Batuah dalam esai Di Balik Tirai Salah Asuhan, Pustaka dan Budaya, 22/V/November - Desember 1964.
Pertimbangan K St Pamuntjak, salah seorang redaktur Balai Pustaka kala itu antara lain begini: Saya kira tak akan melebih-lebihkan kalau saya katakan bahwa oleh Volkslectuur belum ada diterbitkan suatu roman pribumi yang dapat dibandingkan dengan karangan ini. Dari mula sampai akhir perhatian pembaca terikat olehnya. “Ia mempunyai nilai didikan besar bagi orang pribumi yang menganggap diri mereka orang-orang Eropa hanya karena dapat bicara Hollands dan adalah suatu pedoman bagi orang-orang tua pribumi dalam memberikan didikan kepada anak-anak mereka.” Tanggapan Pamuntjak ini berbeda dengan salah seorang pegawai Belanda waktu itu: “Seluruh pokok karangan dan penggarapannya tak simpatik. Ini bukanlah karangan yang baik untuk Volkslectuur.”
Setelah Abdoel Moeis diminta untuk mengadakan perubahan pada peranan yang dimainkan tokoh Hanafi dan Corrie, akhirnya Salah Asuhan dapat juga diterbitkan. Dalam hal ini, St Batuah menyatakan: “Dalam naskah asli Corrie adalah wanita “royal” yang disamping menjadi istri Hanafi, juga “main” dengan laki-laki lain. Hanafi tidak sanggup lagi, karena itu mereka bercerai. Corrie terjerumus dalam percabulan: Ia menjual dirinya untuk membayar utang kepada seorang Arab, dan jadi langganan kapten kapal, akhirnya jadi pelacur umum. Ia mati ditembak salah seorang “kekasih”-nya yang cemburuan. Beda sekali dengan Corrie versi Balai Pustaka yang dibidadarikan. Pembeberan Abdoel Moeis yang menelanjangi kehidupan “donker Batavia”, juga dihilangkan!”
Sebuah resensi buku berjudul Abdoel Moeis: Salah Asuhan (Indonesia, 1954:662 –5) menyatakan hal yang sama, bahwa naskah asli roman itu telah banyak diubah dan diolah Balai Pustaka. “Hingga di mana unsur-unsur autobiografis terdapat di dalam Salah Asuhan masih belum diketahui, tapi tidak mustahil, bahkan sangat boleh jadi terdapat unsur tersebut. Tentu dengan paduan seperlunya antara Dichtung und Wahrheit.”
Demikianlah, dilihat dari segi orisinalitas Salah Asuhan sudah mengalami perubahan yang masalahnya erat kaitannya dengan kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda di tanah jajahan. Disamping itu, kita sesungguhnya masih dapat melihat sikap seorang bumiputera terhadap masalah sosial politik yang terjadi pada zamannya. Untuk mengungkapkan masalah tersebut, tidak bisa lain, kita terpaksa mengandalkan sumber-sumber sejarah yang tersedia.
* * *
Secara tematis Salah Asuhan mempertegas tema novel-novel sebelumnya, Azab dan Sengsara dan Sitti Nurbaya; tema tidak lagi terkukung pada masalah adat, melainkan pada hubungan Timur (Hanafi) dan Barat (Corrie). Dalam kaitannya dengan masalah itu, Salah Asuhan dapat dipandang sebagai kritik Abdoel Moeis atas kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda dan orang (-orang) yang membelanda. Gambaran Hanafi yang menjadi “Malin Kundang” adalah sikap keprihatinannya pada golongan terpelajar kita waktu itu yang tak sedikit justru melupakan bangsanya sendiri. pembicaraan Corrie dengan ayahnya, Du Bussee, tampak jelas hendak mengangkat ketidakadilan yang berlaku di tanah jajahan. Jika lelaki Eropa (: Belanda) dapat begitu gampang memelihara istri-istri simpanan (nyai-nyai), lalu mengapa pula ada semacam larangan bagi lelaki bumiputera yang hendak mengawini wanita Eropa ?
Alasan yang dikemukakan Du Bussee yang mengutip kata-kata Rudyard Kipling, “Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, dan tidaklah keduanya menjadi satu” (hlm 27) sesungguhnya merupakan pembenaran pada ketidakadilan rezim penjajah. Kipling dikenal sebagai penyair imperialisme. Menurutnya, imperialisme bagaikan agama; ia merupakan “kekuatan pembudaya” (civilizing force). Salah satu kewajiban imperialisme adalah membawa misi “membudayakan orang-orang pribumi”. Dengan kata lain, ia harus bertindak sebagai “mesias”, sebagaimana yang menjadi misi sistem pendidikan kolonial di tanah jajahan.
Tindakan Hanafi yang memandang rendah bangsanya sendiri, juga merupakan “pantulan” pandangan Belanda terhadap bumiputera. Demikian pula perlakuan tak adil yang dialami Hanafi dalam usahanya memperoleh pengakuan haknya sederajat dengan bangsa Eropa, merupakan satu ironi bahwa seorang bumiputera dinegerinya sendiri, justru harus bersusah payah mengurusi soal haknya sebagai manusia. Ini menunjukkan ketidakadilan bangsa penjajah yang merasa lebih berbudaya dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, namun malah mencampakkan hak manusia bangsa lain.
Masalah ketidakadilan bangsa Belanda itu, terutama dalam memandang rendah bangsa Timur, tampak pula dalam peristiwa di dalam hal yang ditumpahi Hanafi. “Seorang penumpang sedang membaca sehelai surat kabar Belanda yang terbit di Betawi, yang sudah masyuhur bencinya kepada Bumiputera. Surat kabar itu memperkatakan hal pertunangan seorang studen bangsa Indonesia (Moeis tidak menyebut bangsa Bumiputera; MSM) di Nederland dengan seorang nona, yang sama-sama menuntut ilmu di sekolah tinggi dengan dia. Bukan sedikit nista dan maki dituliskan oleh surat kabar itu terhadap kepada kaum Bumiputera yang terpelajar terhadap kepada ethischepolitiek …”
Begitulah dalam banyak hal Salah Asuhan condong mengangkat persoalan ketidakadilan bangsa penjajah. Hanafi laksana simbol seorang bumiputera yang lupa akan kewajibannya terhadap bangsanya sendiri. dalam hal ini, sumber sejarah menyebutkan bahwa studen bangsa Indonesia di Nederland yang bertunangan dengan seorang nona, tidak lain adalah Dr Abdoel Rivai. Dokter pertama yang mendapat beasiswa ke Belanda itu memperistri gadis Belanda. Ia kemudian tinggal di sana.
* * *
Sikap Abdoel Moeis kiranya makin jelas jika kita perhatikan novel Abdoel Moeis lainnya, katanya, Robert Anak Surapati (1953). Tokoh Robert hasil perkawinan Surapati (Timur) dan Suzane Moor (Barat/Belanda), dihadapan dua dunia. Ia berkeras untuk diakui sebagai bangsa Belanda, tapi bangsa Belanda sendiri menolaknya. Sementara, ayahnya, Surapati, secara ksatria menawarkan pilihan; memilih bangsa ayahnya (Indonesia) atau bangsa ibunya (Belanda). Secara naif akhirnya Robert memilih menjadi bangsa Belanda dan bertempur dengan pasukan ayahnya sendiri. Robert akhirnya mati, dan bangsa Belanda baru mengakui kebelandaanya justru setelah Robert tewas. Inikah sikap bangsa yang konon hendak mengadabkan bangsa lain? Sebuah sikap diskriminatif yang sering justru dipertahankan bangsa Barat.
Jelas kiranya bahwa kasus Hanafi — Corrie lebih merupakan sebuah binkai untuk menutupi kecamannya terhadap bangsa penjajah. Bangsa Timur memang memerlukan pendidikan Barat, tetapi tidak berarti bahwa semuanya harus dibaratkan. Itulah sebabnya, tokoh Syafei (bandingkan dengan tokoh Robert) merasa perlu untuk menyatakan janjinya: “Sepulangnya dari negeri Belanda kelak, akan kembali ke kampung meluku sawah …”
Itulah yang tampaknya menjadi sikap Abdoel Moeis dalam memandang persoalan Timur — Barat. Dunia Barat tetap dipandang penting dalam hubungannya dengan dunia pendidikan waktu itu. Akan tetapi, kemajuan yang telah diperoleh dari dunia Barat, hendaknya jangan sampai melupakan tradisi dan akar budaya tanah tumpah darah sendiri. Malahan, lewat kemajuan yang telah dicapai di dunia Barat itulah, keadaan dunia pendidikan bangsa Timur (Indonesia) justru harus lebih ditingkatkan. Persoalan itulah yang sesungguhnya menjadi amanat novel Salah Asuhan.
SUARA KARYA, Minggu, 15 Mei 1994
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar