Wita Lestari
http://jurnalnasional.com/
Keberadaan Taman Indonesia di Belgia akan memicu bangsa Eropa berkunjung ke sini untuk menikmati Indonesia yang sebenarnya.
KITA bersyukur punya Bali. Sampai saat ini ia bermagnet besar bagi orang asing. Utamanya bagi orang Eropa yang umumnya sangat pandai menghormati dan menghargai suatu budaya dan keindahan alam. Bukti ini dapat kita jumpai di tanah seluas 6 hektare yang dinamakan the Kingdom of Ganesha atau Taman Indonesia. Taman tersebut berada dalam kawasan Parc Paradisio yang punya luas 60 hektare. Parc Paradisio sendiri adalah kawasan kebun binatang yang dibangun oleh pengusaha asal Belgia, Eric Domb. Lokasinya di pinggiran kota Cambron. Tepatnya di kota Mons, sekitar 80 km dari kota Brussel, ibu kota Kerajaan Belgia. Belgia sendiri adalah negeri yang terletak di bagian barat benua Eropa, yang termasuk negara pendiri Uni Eropa. Negeri yang berluas wilayah 30.528 kilometer persegi dan berpenduduk sekitar 10,5 juta jiwa ini merupakan ibu kota Uni Eropa, juga pusat organisasi internasional lainnya termasuk NATO.
Pada sore (Senin, 18 Mei 2009, waktu setempat) berintik hujan, sejumlah orang sedang tekun mempersiapkan upacara pembukaan dan peresmian Taman Indonesia tersebut. Ada kelompok pemain gamelan Bali yang beberapa di antaranya adalah orang bule. Ada perempuan-perempuan asli Bali lengkap dengan busana tradisonalnya yang sedang menghidupkan dupa dan mempersiapkan sesajen di sudut-sudut persembahan di lokasi itu. Di antara para bule dan orang Indonesia yang berbaur tersebut, terlihat sesosok pria bule dengan postur tubuh tinggi langsing mengenakan busana tradisional Bali lengkap berwarna putih. Ia berjalan ke sana ke sini, dan agak sibuk melayani wawancara dari beberapa media lokal dan Indonesia. Dialah Eric Domb (38), sang pemilik dan pembangun Taman Indonesia.
Menurut Domb, tempat ini ia bangun karena kecintaannya pada Bali dan Indonesia. Disebutnya Indonesia sebagai “The most diversity country in the world” yang membuatnya tergerak untuk membangun “Indonesian Project” ini. Pandangan mata kita di taman ini akan berlabuh pada Pura Agung Shanti Buwana, seukuran bangunan aslinya di Bali, yang berdiri di atas sawah bertingkat ala sawah di Ubud. Ada juga bangunan replika besar Candi Prambanan yang menjulang tinggi, serta bongkahan batu besar berderet ala Gunung Kawi di balik tembok candi. Di depan gerbang tampak Rumah Toraja yang akan dijadikan kafetaria, juga ada miniatur Candi Borobudur. Di bagian belakang, tampak rumah tradisional Nusa Tenggara Timur, berderet melingkari ujung Taman Indonesia ini. Belum lagi taman ini masih dilengkapi dengan beragam patung, akar pohon tua, dan batang kayu pohon besar yang telah menjadi fosil asal Banten.
“Diperlukan 8.000 batu yang diangkut dengan 300 kontainer dari Gunung Agung di Bali dan Gunung Merapi di Jawa. Seribu tukang bangunan dari Muntilan dan sekitar 150 seniman dari Bali, sedangkan beberapa orang China mengerjakan fondasinya,” kata Domb sore itu. Proyek ini, menurut Domb, mulai dibangun tahun 2006. “Saya persembahkan tempat ini untuk orang Indonesia sebagai tanda terima kasih saya bisa menikmati budayanya yang indah. Saya dedikasikan taman ini untuk orang Bali, orang Indonesia, dan semua pengunjung yang menghargai bangunan ini,” kata Domb yang sejak berusia 7 tahun (tahun 1978) sering berlibur di Bali. “Semua orang Bali atau yang mereka yang beragama Hindu Bali di Eropa bisa datang ke tempat ini, untuk bersembahyang, berekreasi, atau apa pun yang mereka inginkan,” kata sang pengusaha yang merupakan Presiden dari L’Union Wallone des Entreprisis (UWE), semacam Ketua KADIN kalau di Indonesia.
Meski bisa dikunjungi untuk rekreasi, Domb tetap memasang papan peraturan yang mesti dipatuhi para pengunjung. “Kami tetap menghormati aturan-aturan suci pura, maka kami memberlakukan aturan-aturan itu di sini,” katanya. Salah satu aturan yang terpampang di papan pengumuman adalah perempuan yang sedang datang bulan tak diperkenankan memasuki pura, dan untuk memasuki pura harus berpakaian adat Bali.
Di tengah suasana beratmosfer Bali sore itu, suara gamelan Bali yang kontinu mengudara membuat orang tak bisa melepaskan pikiran dari pesona Pulau Dewata. Ada ‘Made’ pria bule asal Jerman yang khusus datang dari Jerman untuk acara pembukaan dan peresmian Taman Indonesia dan penyucian pura di tempat ini. “Saya baru diberi tahu kemarin, jadi tergopog-gopoh datang ke sini,” katanya yang tak menyebutkan nama aslinya. Made menikah dengan gadis Bali yang kini memberinya dua anak berusia 18 dan 14 tahun. Mereka menetap di Jerman. Karena kesibukan menyiapkan acara, istri Made tak sempat diwawancarai. “Itu dia! Perempuan yang di sana itu adalah istri saya,” katanya sambil menunjuk dengan rasa bangga pada perempuan yang berpakaian tradisonal Bali, kebaya dan kain dilengkap selendang yang melingkari pinggangnya.
Ada juga Erika Van Geyte, orang Belgia yang sore itu juga berpakaian ala Bali. Ia menikah dengan pria asli Bali, Made Astawan. Mereka dikaruniai satu anak laki-laki yang kini berusia 9 tahun yang diberi nama Gede Karya. Gede ikut main gamelan Bali sore itu. Penampilannya tak dilewatkan oleh Oma dan Opanya yakni kedua orang tua Erika yang asli Belgia.
Jembatan Eropa-Indonesia
Peresmian dan penyucian pura sore itu diawali dengan sambutan-sambutan dari Eric Domb, Dubes RI untuk Belgia Nadjib Riphat Kesoema, dan Menteri Budaya dan Pariwisata RI Jero Wacik, didampingi oleh Dirjen Pemasaran Pariwisata Sapta Nirwandar. Dari pihak Belgia antara lain Menteri Ekonomi, Tenaga Kerja dan Warisan Budaya Wilayah Wallonia, Jean Claude Marcourt dan tentunya CEO Parc Paradisio sendiri, Eric Domb.
Inti dari pidato mereka adalah menginformasikan betapa beragam dan indahnya negeri Indonesia termasuk Bali. Domb yang sangat mencintai Bali yakin dengan membangun kompleks bangunan Indonesia ini, maka akan banyak orang Eropa yang akan jatuh cinta pada Indonesia. Keyakinan Domb akan hal ini didukung oleh Dubes RI dan Menbudpar. “Taman Indonesia di Belgia ini tidak hanya pintu dan jendela untuk mengenal Indonesia, tapi juga sebuah penghargaan dan kehormatan bagi bangsa Indonesia di Eropa,” kata Menbudpar Jero Wacik dalam sambutannya. “Pendeknya, taman ini merupakan jembatan antara Eropa dan Indonesia,” ujar Dubes Nadjib menambahkan.
Udara dingin dan hujan yang turun-berhenti-turun di sore itu tak membuat para pengunjung dan tamu undangan yang berjumlah sekitar 800 orang itu terkesan bosan mendengarkan sambutan-sambutan yang cukup lama itu. Di kiri-kanan jalan masuk ke Taman Indonesia, tempat para undangan berdiri dengan payung putih yang dibagikan Panitia, ada danau yang mempertunjukkan tingkah burung-burung ibis yang ceria. Kadang mereka terbang melintasi para undangan. Keindahan sore itu dilengkapi munculnya pelangi di langit danau sebelah kiri. Kemuculan pelangi ini disebut-sebut pula dalam pidato Menbudpar Jero Wacik sore itu.
Seusai pengguntingan pita dan penyerahan sepasang gajah Sumatera secara simbolik untuk Taman Indonesia ini, Menbudpar Jero Wacik mengatakan,” Taman Indonesia di Belgia ini merupakan celah bagi kita untuk mempromosikan Indonesia di forum dunia. Di mana ada kesempatan, ada celah, kita melakukan promosi. Setelah kita resmikan hari ini, maka akan banyak orang Eropa yang datang ke sini melihat miniatur Indonesia ini. Pada akhirnya mereka ingin melihat yang aslinya di Indonesia. Jadi, tempat ini hanya sekadar appetizer-nya saja.” Menurut Menbudpar, yang dimaksudkannya dengan Eropa termasuk Rusia, selain empat negara yang mengelilingi Belgia yakni Belanda, Luxembourg, Perancis, dan Jerman. Menurut Dubes RI untuk Belgia, Parc Paradisio memang dikunjungi oleh negara-negara tersebut.
Sungguhkah orang-orang Eropa melalui sepotong Bali di tanah Belgi ini akan menikmati the main cours-nya di Indonesia? Tentu saja kita harapkan demikian. Di tengah krisis finansial global sekarang ini, pariwisata adalah salah satu sektor yang paling menjanjikan pemasukan devisa negara.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar