Senin, 15 Juni 2009

BAHASA KAUSALITAS YANG RAHMATAN LIL ALAMIN

Nurel Javissyarqi*
http://ja-jp.facebook.com/people/Nurel-Javissyarqi/1355886977

Prolog:

Sebelum membahas pokok persoalan, marilah berserah kepada Sang Penyebab segala sebab. Bagaimana dikatakan kegentingan karena seringkali mengartikan akibat sebagai sebab atau sebaliknya mengerti sebab padahal itu akibat. Tentu itu menghawatirkan kesehatan iman di alam fikiran. Jika yang terpaparkan ini tidak bertepatan dengan ketentuan ayat-ayat-Nya, tinggalkanlah. Andai ada senyawa tiupan ayat-ayat-Nya yang tersirat pun tersurat, bukan dari penulis semata.

Saya harap saudara memiliki jarak pengamanan agar yang tersampaikan bukan belenggu. Telah banyak para tokoh mengupas kausalitas, tetapi perlu menilik ulang untuk mendapati pencarian itu bersesuai dengan pribadi. Tidakkah yang baru berangkat biasanya menemukan keganjilan. Harapan saya ini sanggup memberikan kesan terdalam, menempati kedudukannya sebab-akibat, atas kesamaan irama tarian Ilahiyah, amin.

Kegagalan teori Darwin terdapat pada pemilihan contoh, yang mana proses perjalanan idenya ditimpakan pada sosok makhluk hidup. Jika evolusinya memaknai kehadiran insan, mungkin hasilnya seperti ini nanti. Secara ringkas, saya menggunakan teori evolusi saat menetapkan pijakan. Bahwa proses perubahan hidup manusia, pengalaman naik-turunnya hayati, sebagai penciptaan sebab dari kehendak Sang Penyebab. Lalu saya benturkan pandangan Nietzsche, yang menghilangkan tanggung jawab, karena meninggikan subyektivitas lewat melenyapkan fungsi ketuhanan.

Sebelum jauh, saya kemukakan keterangan apa itu: Sang Penyebab segala sebab (1), penyebab yang menyebabkan (2), penyebab mendekati pengakibatan (3), dan pengakibatan menuju pengakibatan akibat akhir atau akibat (4). Dari sini jelas, antara saya dan pandangan umum, maupun penggagas Nietzsche. Bedaannya, saya menawarkan empat poin, sedangkan pandangan umum memiliki dua pon, sebab-akibat. Sebenarnya saya menggunakan karakter tersebut, namun akan mencolok berbeda saat terbeberkan sebagaimana di bawah ini.

(1) Sang Penyebab segala sebab

Kita tidak memungkiri alam semesta yang tersaksikan, diciptakan oleh Penyebab segala sebab. Ketinggian drajad pencipta-Nya dalam keseluruhan permasalahan. Dzat-Nya bukan berasal penciptaan mistis, apalagi abiogenesis. Dia bukan berasal dari ketinggian uap yang naik-turun dan menjelma bintik makluk hidup, lantas membesar dan biak, tidak.

Tidak pula dari unsur-unsur bumi, Dia menciptakan bumi dan mengambil unsur-unsurnya untuk kehidupan insan bagi penghuni dunia. Dia bukan beranak dan tidak diperanakkan, apakah hasil buaian makluk hidup atau batu, tidak. Dia menggerakkan setiap kesadaran dan kelalaian manusia, lena atas hamparan fatamurgana ujian-Nya. Dia penyebab segala kebaikan, pencipta percoban bagi makluknya dalam keseimbangan karya.

Dia penyeimbang yang bukan dari keadaan diciptakan-Nya, atau Dia bukan penyelesai atas masalah dari kasus-kasus yang diciptakan-Nya. Dia Maha Mengetahui atas apa yang sedang dilakukan setiap makluknya, sebagai Penguasa sebelum dan sesudahnya kehidupan.

Dia bukan matahari yang menyinari kehidupan, bukan rembulan yang meneduhkan malam. Dia pencipta planet-planet juga gemintang, menguasai seluruh galaksi yang kita ketahui pun yang tidak tampak. Dia maha berkehendak mempercayakan wakil-wakil-Nya sebagai pengatur kehidupan di muka bumi, dalam kuasa gravitasi dan di luarnya.

Dia penggagas yang tidak siapa pun membandingi kebijakan-Nya yang melampaui material dan bathiniah. Penguasa mikro kosmos dan makro kosmos, serta di luar batasan-batasannya. Dia ketinggian hukum di atas hukum kesementaraan manusia, semua hukum yang diciptakan makhluknya, tunduk atas hukum-Nya.

Dia penguasa absolut sekaligus sulit dijangkau, selain kalbu keimanan:
Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku, namun Aku telah di jangkau oleh kalbu seorang mu’min. (Hadits Qudsi, Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih).

Sebab dengan kesegaran akal, pun manusia terbentur ozon kesuntukan. Tapi siapa yang hatinya tertancap cinta terdalam, maka segala kelupaan menemui penggantinya lebih dari kebugaran ingatan, atas penumpukan memori kalbu, yang penambahannya lewat rindu dan rindu.

(2) penyebab yang menyebabkan

Jika mengambil bagian pertama, Sang Penyebab segala sebab, Tuhan Allah yang menciptakan sebab. Dan seluruh ciptaan-Nya bermakna sebab. Karenanya, kelahiran makhluk kemunculan tanaman, harumnya bunga-bunga, wujud bebuahan, berputarnya bumi mengelilingi surya, di samping memusar di porosnya. Adalah kejadian sebab, dan bukan otomatis bermakna akibat dari Pencipta Awal.

Selintas paparan di atas tampak kabur, namun di sinilah makna Rahmatan lil alamin. Insan memiliki wewenang di muka bumi atas izin-Nya. Manusia berdaya kemampuan merenungkan kejadian sebagai pengalaman, menghadirkan hikmah-hikmah penelitiannya atas rahmat-Nya.

Setiap manusia beriman ialah pemimpin. Ini kajian ayat-ayat Tuhan yang tersirat di alam jagad raya menuju yang tersurat, meski kemampuannya dibatasi kasih sayang-Nya. Lewat keseimbangan psikologi, demi menggapai keilmuan tinggi, hasilnya tidak akan memuaskan, kalau bukan atas ridho-Nya.

Kenapa saya mengatakan insan itu “penyebab yang menyebabkan,” sebab yang membuat penyebab. Hal itu bukan menyamakan sifat insan kepada sifat ketuhanan. Namun kembali pada persolaan awal, pemberian wewenang menjaga kelangsungan hayati, agar selaras serasi timbangan-Nya, yang sudah disampikan berupa ayat-ayat tersurat pun yang tersirat.

Kenapa proses itu penciptaan sebab, karena keberlangsungan kehidupan ini bersinambung. Memaknai sejarah menarik kesimpulan tanda, bukan pembentukan identifikasi akibat, tetapi pengalaman hidup demi lebih baik. Jadi, pandangan umum berkata akibat, saya hanya namai akibat sementara, atau studi kasus belum mapan.

Terbukti hukum ciptaan manusia seringkali tidak terpakai pada jaman di depannya. Itu terjadi karena aturan dibuatnya sejenis jaminan kasus yang disetujui sebagai pijakan demi penelitian. Ini baik kiranya bukan patokan. Akan parah jika dibakukan, sampai generasi selanjutnya tidak membantah, lantaran hawatir tidak dipercaya tersebab aturan sebelumnya disetujui khalayak.

Jikalau hukum tersebut memaknai ayat tersirat atas kehendak-Nya, hasilnya benar adanya menjamin kebaikan, bukan mengurung ide generasi mendatang. Maka setiap aturan yang sudah disepakati, seyogyanya fleksibel agar ada relativitas di segenap bidang mata kajian.

Kenapa saya tekankan insan itu penyebab yang menyebabkan. Ini demi aliran kebijakan yang membuka terciptanya aturan baik-berkeindahan, penuh angin damai keselarasan.

Aturan-aturan dibuat manusia seringkali melukai jiwa kemanusiaan. Kalau aturan semakin dibakukan tanpa adanya kemungkinan, maka pertumpahan darah semakin takkan terelak. Walau intrik peperangan pun manusiawi. Di sini memetakan asal peperangan, yang dapat terjadi karena salah faham, dalam maknai akibat dan penyebab.

Saya yakin insan lahir dalam keadaan fitri tanpa dosa turunan. Jadi yang mengakibatkan peperangan itu penerapan hukum yang melukai naluri. Atau terciptanya perang dari sifat kebinatangan, hasut, dengki, dendam, cemburu buta &ll, melekat pada sosok manusia yang menyulut kehitaman panggung dunia.

Maka manusia (sebab) yang menyebabkan atau mencipta (proses atau evolusi nilai kemanusiaan) itu sumber kebaikan. Dengan menamakan sejarah bahan kajian, bukan mengambil kesimpulan darinya untuk hukum keberlangsungan. Yang kudunya menerima tiupan angin kekinian, harapan ombak keberjamanan kemanusiaan sekarang.

Seperti pelangi yang berangkat dari keadaan sekitar, mengkondisikan keberjamanan, pancuran air mencipta warna. Bukan pelangi mendatang, tapi kesadaran evolusi nilai kemanusiaan, wewarna cahaya kebersatuan mesra. Dan timur-barat hanyalah kutub pelangi yang menghampiri sungai-sungai peradabannya, selepas hujan deras penyadaran universal.

(3) penyebab yang mendekati pengakibatan

Penyebab bagian ini kecakapan insan atas kekuasaan-Nya, guna membuat penyebaban atau mengatur siklus kebutuhannya. Menyebabkan proses evolusi nilai-nilai penyebab dirinya. Atau proses adalah kerja insan menuju kelayakan penerimaan baik.

Status ini mendekati pengakibatan. Pengakibatan adalah proses di mana penyebab mengambil hakikat prosesi, kerja yang dilakukan atas sebelumnya atau finising asal hayati, evaluasi akhir dari gerak jaman. Pada terapan sejarah, proses mendekati pengakibatan itu bermakna revisi akhir sebelum hari menentukan. Masa tepat hadirnya aturan sesungguhnya, hukum seirama gerak kasih-sayang yang menyapu kening para wakil-wakil-Nya.

Machiavelli mencium kesadaran keberjamanan di buku ke II dalam The Discourses:
“Manusia selalu mengagungkan masa lalu, mencari kesalahan masa kini tanpa alasan, dan mendadak saat penuwaan, menyanjung segala yang pernah mereka alami ketika mudanya.”

Dan saya memulai ini dengan percaya, yang dianggap orang sejarah, hanyalah “dongeng” semata. Atau batu-batu monumen yang dilebihkan sejarawan. Inilah penampakan pribadi kekinian, dan pembelajaran berulang akan menciptakan banyak sekali pengalaman.

Kemenjadian adalah cermin senantiasa pembuka nalar kesadaran nyawa, keberadaan yang tidak menyangsikan esok pasti. Esok ialah sesuatu, tetapi sudah ada dari kini menyungguhi hayati, menjanjikan tanpa banyak dekte atas sejarah masa silam.

Fukuyama menyadari kekinian dalam pendahuluan The End Of History and The Last Man. Mungkin buku itu finising karya Hegel, The Philosophy of History. Kata Fukuyama:
“Hasrat untuk diakui yang dibarengi perasaan marah, malu dan bangga, merupakan bagian dari kepribadian manusia yang bersifat kritis terhadap kehidupan politik.”

Perasaan marah saya maknai penyelidikan lebih, kesuntukan menggali kebenaran hakiki, kemarahan akan kesangsian manusia kini, memperbesar situasi kemarin dan lalai kondisi sekarang. Andai benar tetaplah suatu kelenaan, seperti memaknai akibat dalam kehidupan adalah dekaden.

Kebanggaan itu bangkitnya kehalusan budhi, terangkat pada nuansa memukau, segala unsur tampak di sekitar perjalanan sejarah, menjadi bahan bangunan tidak runtuh. Dan kebanggaan bukan sekadar cita rumusan mekanik, tetapi jiwa halus merambah kemanusiaan penuh damai, kesadaran universal mengisi hayat berkeseimbangan.

Rasa malu memacu syaraf kendor menjelma tenaga berdaya guna, petualangan komunikasi antar sesama bukan saling tindih. Tapi bertaut memberi pelengkap dengan menanggalkan keculasan, mutu identitas damai diutamakan. Saya harap pembaca terjelaskan, penyebab mendekati pengakibatan. Yakni penilaian gerak jaman membuka kemungkinan berakhirnya atribut, lewat memperdalam nilai-nilai tradisi yang selaras kasih-sayang-Nya.

(4) pengakibatan menuju pengakibatan akhir

Ini hasil bagian satu, dua dan tiga yang mengharapkan makna rahmatan lil alamin. Dalam kajian budaya semacam impian masyarakat madhani, menyadari posisi terkemuka, bahwa pergerakan seyogyanya dengan peletakan batu pijakan, agar tidak terjadi salah penentuan, akibat sebagai sebab atau sebab dikelirukan akibat.

Kenapa saya katakan kajian ini membahayakan kesehatan nalar keimanan. Karena jika terjadi kesalahan penempatan dalam menentuakan kausalitas, maka bisa gelincirkan ke lembah kebingungan. Dan hasil kausalitas yang keliru, menyesatkan banyak orang. Olehnya perlu kehati-hatian pada argumen memukau, apologi menggiurkan imaji.

Kudunya kita berteguh kekuatan bathin pandangan cermat. Bagian ini ialah akibat yang ditimpakan Tuhan atas proses kemanusiaan, pahala akhir lewat hitungan. Pengakibatan menuju pengakibatan akhir, ialah totalitas evolusi yang mengedepankan jumlah nilai dari prosesi ikhtiar.

Bagian ini perimbangan temuan manusia atas tiupan seruling-Nya. Sejenis kata “atau” untuk melembutkan makna kata “dan.” Atau kata “atau” adalah anak turun kelembutan kata “dan.” Mungkin semacam inilah kesamaan gerak pengakibatan menuju pengakibatan akhir.

Kerepotan memaknai akibat yang tepat, jika tidak melewati tilikan murni semacam kata “dan” dan “atau” yang kerap tertempuh demi penghampiran lebih. Penajaman kehendak lembut yang sulit ditempuh, jika hanya mengandalkan efektifitas satuan kata “dan” dan “atau” yang dapat menyembunyikan kemungkinan di sekitar persoalan.

Sebagai renungan saya mengambil surat an-Najm, ayat 39 sampai 42:
“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya usahannya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan paling sempurna, dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan segala susuatu.”

Epilog

Nietzsche dengan terbuka mengatakan di awal kalimahnya, Empat Kekeliruan Besar, dalam buku Senjakala Berhala dan Anti-Krist, kekelirian sebab sebagai akibat;
“tidak ada kekeliruan yang paling berbahaya ketimbang menyangka akibat sebagai sebab, saya sebut ini bentuk instrinsik kejahatan akal.”

Dengan mengambil contoh bukunya Cornaro:
“diet itu penyebab dari hidupnya yang panjang, sedangkan syarat kehidupan panjang, metabolisme yang sangat lambat, jumlah makanan sedikit itu sebab.”

Di sinilah awal persinggungan saya. Nietzsche juga Cornaro sama-sama terburu menentukan sebab dan akibat. Saya katakan tergesa tersebab Cornaro masih berujar “jumlah makan yang sedikit sebagai sebab, dalam terjadinya penyebab atau diet, demi kehidupan panjang.”

Makna ini selintas mendekati pandangan saya bagian kedua, penyebab yang menyebabkan, atau proses kehidupan manusia. Namun dengan sorot lampu lebih terang, kita mendapati bayang kejelasan yang dia harapkan.

Dengan menekankan “kehidupan panjang” seolah jumlah makan sedikit akan melangsungkan kesehatan dengan diet (penyebab). Atau lelaku tirakat bagi penyebab kesehatan. Perbedaan jelas ketika selanjutnya Nietzsche melontarkan contoh:
“Rumusan paling umum, yang mendasari setiap agama dan moralitas adalah lakukan ini dan ini, jangan lakukan ini dan ini, dan kamu akan bahagia”

Nietzsche begitu jauh menghakimi moralitas agama, tentu saya maklumi sebab tidak melihat paparan manusia sebagai sebab menyebabkan (rahmatan lil alamin), yang tidak memberatkan dirinya dengan diet berlebih. Hingga apa yang diharapkan tirakat sebagai akhir dari mimpi dan harapannya, sementara hasrat pelangsingan tubuh sebagai kesehatan ruhani.

Mimpi atau harapan seolah menjanjikan akibat menyenangkan. Sedangkan bagi saya, impian ataupun harapan di atas, kurang tepat sebelum melewati hukum-hukum yang diyakini sampai kedudukannya berserah. Yang saya maksudkan hasil, tidak menyakiti sisi-sisi kodrati, malah mewakil yang dipercayai.

Marilah melihat kutipan Derrida di bukunya Specter of Max dari Fukuyama:
Baik Hegel maupun Max yakin bahwa evolusi masyarakat-masyarakat manusia bukannya tanpa akhir, tapi akan berakhir ketika umat manusia telah mencapai suatu bentuk masyarakat memuaskan kerinduan-kerinduannya yang paling dalam dan paling mendasar. Kedua pemikir itu dengan demikian mengajukan suatu “akhir sejarah.” bagi Hegel ialah negara liberal, sementara bagi Max, itu masyarakat komunis.

Saya katakan sebagai kapasitas memiliki kursi di lantai berbeda, namun dalam satu nafas gravitasi kemanusiaan. Bahwa yang Fukuyama katakan, seirama yang dirindukan Cornaro, Nietzsche di lain tempat. Setelah saya melewati pendekatan kata “impian” atau “harapan” di atas pada bahasa Fukuyama, akhir dari evolusi manusia, ketika mencapai bentuk masyarakat memuaskan kerinduan-kerinduan paling dalam dan mendasar.

Penekanan kata pasrah atau berserah, bukan wujud dari impian atau kerinduan terdalam kemanusiaan. Namun memasuki aura Keilahian, keselarasan alam dengan penghuninya, bersatunya wacana kesadaran peradaban. Dengan menanggalkan pengertian kajian dari sejarah bukan proses pengakibatan. Tapi temuan baru atau kelahiran suatu generasi lebih tinggi, sebagai penyebab yang menyebabkan.

Pun di tahap penyebab yang mengakibatkan, bukan berarti kefakuman setelah kerinduan terdalam dan mendasar tercapai. Sebab dengan menggunakan empat poin evolusi di atas, akan kehadirkan khasana rahmatan lil alamin. Atau saudara sedang membandingkan, antara kepasrahan dengan yang paling mendasar. Kalau saya dedah maknanya “paling mendasar” sebagai kebutuhan akan kebahagiaan material. Sedangkan “kepasrahan” melingkupi material dan spiritualitas.

*) Pengelana asal desa Kendal, Kemlagi, 2005 – 2009 Lamongan, JaTim Indonesia.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest