Jumat, 03 April 2009

Tubuh Manusia dalam Puisi

Indra Tjahyadi*
http://www.lampungpost.com/

MAKIN kemari, sastra kita, rupa-rupanya, makin disibukkan gagasan-gagasan mengenai tubuh. Hal ini tidak hanya menjangkiti novel atau cerpen-cerpen kita kini, akan tetapi juga puisi-puisi.

Begitu juga yang terjadi dalam puisi. Semisal puisi-puisi karya Binhad Nurrohmat dalam kumpulan puisinya yang berjudul Kuda Ranjang (Melibas, 2004). Pada kumpulan puisinya tersebut, secara sadar, Binhad menempatkan gagasan tubuh manusia menjadi semacam penggerak utama puisinya. Tengok saja larik-larik puisinya yang berjudul “Bunting” (2004: 28–29).

Dimulai dengan menyingkapkan apa yang biasa dipakai sebagai penutup tubuh semacam daster, dalam puisi “Bunting” tersebut, Binhad terus-menerus dengan lantang dan penuh semangat serta kesabaran mengupas satu per satu bagian-bagian tubuh manusia, seperti paha (dengan bulu-bulu halusnya), (maaf!) penis, dan karena yang tersingkap itu daster, juga bagian tubuh paling sensitif yang dalam puisi itu dikatakan Binhad sebagai selokan kecil.

Pembicaraan yang terkesan sabar dan sungguh-sungguh mengenai tubuh manusia, sesungguhnya, juga dapatlah dilihat pada puisi-puisinya yang lain dalam kumpulan puisinya yang berjudul “Kuda Ranjang” tersebut. Seperti pada puisinya yang berjudul “Perempuan Lama” (2004: 59).

Munculnya kata-kata semacam leher, (sekali lagi maaf!) payudara, dada, daging, tangan pada puisi Binhad yang berjudul “Perempuan Lama” tersebut adalah, semata-mata, kata-kata yang kemunculan atau kehadirannya dalam puisi tersebut disebabkan beban konsekuensi atas gagasan yang dipilih Binhad Nurrohmat ketika menuliskan atau menciptakan karya puisinya tersebut.

“Apakah ini semacam pemberontakan atas sebuah ketabuan?” Bisa jadi jawabannya adalah “Tergantung!” Tergantung dari sudut mana dan dalam cara pandang siapa hal tersebut dilihat dan dibicarakan. Apabila yang membaca atau yang membicarakan tersebut seseorang dari institusi masyarakat pelacur, bisa jadi, hal ihwal yang Binhad angkat dalam puisi-puisinya tersebut bukanlah sesuatu yang subversif atau dalam bahasa Indonesia kesehariannya pemberontakan.

Tapi, bagaimana kalau yang membaca atau yang membicarakannya tersebut seseorang dari kalangan atau komunitas keagamaannya, semacam kiai atau pendeta misalnya? Yang jelas, Goenawan Mohammad dalam sebuah esainya yang berjudul “Tubuh, Melankoli, Proyek” (Kalam, edisi 15: 16–17) pernah menuliskan, “Tubuh manusia pada awal dan akhirnya sebuah tekstualitas yang tak bisa dikuasai sebuah wacana.”

Entah apa karena didorong semangat membuktikan berkenaan apakah yang pernah dituliskan Goenawan Mohammad tersebut benar ataukah salah, akan tetapi, yang jelas, Binhad dalam usahanya meruakkan gagasan tentang tubuh dalam sebuah puisi tidaklah sendiri. Salah satunya adalah Mashuri.

Sebagaimana halnya juga dengan Binhad Nurrohmat, Mashuri, penyair kelahiran Lamongan tahun 1976, juga menempatkan gagasan mengenai tubuh manusia sebagai gagasan utama puisinya. Tengok saja bait-bait dari setiap puisinya yang terkumpul dalam kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Pengantin Lumpur (Surabaya Poetry Community & Dewan Kesenian Jawa Timur, 2004).

Pada puisi-puisinya yang terkumpul dalam kumpulan puisi Pengantin Lumpur tersebut, Mashuri seakan-akan juga terobsesi dengan apa yang dikenal dan disebut sampai dengan hari ini sebagai tubuh; tubuh manusia. Seperti yang terlihat pada larik-larik dari puisinya yang berjudul “Selendang Hilang di Sendang” (2004: 41).

Usaha Mashuri untuk mengenali dan menyingkap hal-ihwal mengenai tubuh, dalam puisi “Selendang Hilang di Sendang” tersebut, dimulai dengan jalan lebih dulu membasuh lumpur lusuh di tubuh. Dengan membasuh lumpur lusuh di tubuh tersebut, Mahuri berharap dapat lebih akrab lagi dan lebih mengenali kembali setiap lekuk dan liuk dari sesuatu yang dia yakini sebagai tubuh. Sebab dengan melakukan hal tersebut, Mashuri, paling tidak, mempunyai alasan membiarkan jemariku menarikan derai-derai ara/membesuk kutukan yang membusuk di dada, untuk kemudian menjahit pelir segala pelakian, sampai di mana takdir berakhir.

Tingginya intensitas dan kontinuitas pembicaraan dan pengangkatan masalah tubuh dalam gagasan puisi-puisi Mashuri dalam kumpulannya tersebut, selain itu, juga dapat dilihat dalam puisinya yang lain. Seperti pada larik-larik dari puisinya yang berjudul “Mengunci Waktu di Bibir” (2004: 5).

Sepintas lalu, dapatlah dikatakan, betapa puisi Mashuri yang berjudul “Mengunci Waktu di Bibir” tersebut amat sangatlah terkesan jorok, porno atau bahkan dapatlah dikatakan sangat tidak intelektualis sekali. Bahkan, seolah-olah, seperti kata-kata yang biasa terlontar dalam percakapan antara seorang tukang becak dan kuli bangunan saja.

Akan tetapi, seperti halnya yang dijalani Binhad Nurrohamt, ini merupakan konsekuensi yang harus dijalani Mashuri. Semata-mata karena dia memang memilih gagasan tentang tubuh manusia sebagai motor penggerak gagasan puisinya. Seperti halnya yang terjadi dengan Binhad, adalah bukan hal yang mengherankan apabila dalam kumpulan puisinya tersebut kata-kata semacam bibir, jemari, (maaf) rambut-rambut kemaluan, pelir, payudara, atau anal adalah kata-kata yang muncul dalam puisi-puisi karya Mashuri dalam kumpulan puisi tersebut.

Meskipun demikian, hal ini tidak serta-merta menempatkan puisi-puisi Mashuri dalam kumpulan puisinya tersebut seiman dengan puisi-puisi Binhad dalam kumpulan puisi Kuda Ranjang. Apabila dibaca lebih cermat, ada satu perbedaan penyikapan akan tubuh dari Mashuri atas Binhad atau sebaliknya. Pada puisi-puisi Mashuri, tubuh yang diyakini adalah sebuah kutukan.

Mashuri, setidaknya hal itulah yang diperlihatkan dalam puisi-puisinya, berusaha tanpa kenal lelah terus-menerus menghancurkan keberadaan tubuh, seperti pada larik puisinya yang berjudul “Keramat Aurat” (2004: 38). Atau, juga pada larik-larik puisinya yang berjudul “Pita Merah di Rambutmu” (2004: 25).

Ada sebuah kesan atau boleh dikatakan pesan, yang ingin disampaikan Mashuri melalui puisi-puisinya, bahwa dia ingin menghancurkan apa yang dikenal sebagai tubuh. Akan tetapi, rupa-rupanya, Mashuri tidak hanya ingin menghancurkan tubuh, melainkan sukmanya.

Muncul sebuah kecurigaan dan suatu dugaan, mengapa Mashuri sampai melakukan hal tersebut. Ini hanya semata-mata karena, di sisi lain, Mashuri juga tetap menyimpan suatu obsesi yang tak kalah tinggi kadarnya pada apa yang dikenali sebagai sebuah kematian. Seperti yang termaktub pada larik-larik puisinya yang berjudul “Kepadamu Hujan” (2004: 31).

kepadamu hujan, aku tak mungkin diam, kerna kau telah
mengajariku; cara mengasah pisau dan merumahkan risau dengan jalan-jalan kematian.

Gagasan mengenai tubuh, sebenarnya, juga pernah muncul pada puisi-puisi kita era 80-an, salah satunya adalah pada puisi karya Kriapur yang berjudul “Gaung Langit dalam Daging” (Dewan Kesenian Jakarta, 1988: 22). Pada larik-larik puisinya yang terkumpul dalam buku Mengenang Kriapur (Dewan Kesenian Jakarta, 1988), Kriapur, penyair kelahiran Solo tahun 1959, yang mati muda karena mobil yang ditumpangi terguling ke sungai di Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, juga memperlihatkan obsesinya tentang tubuh, tubuh manusia jelasnya.

Akan tetapi, inilah yang membedakan Kriapur dengan penyair-penyair atau sastrawan-sastrawan yang hadir sesudahnya, dia tidaklah mengakomodasi diksi-diksi yang terkesan vulgar dan pornoistis. Coba saja lihat larik puisinya yang berjudul “Gaung Langit dalam Daging” yang terkumpul dalam buku Mengenang Kriapur tersebut:

inilah daging tempatku menggerakkan langit
sejengkal angin terbentang di kepalaku
orang-orang menirukan hidup rama-rama di atas tanah basah sambil tertawa
tapi sahabatku dari kejauhan bahagia dengan baju esok hari

Menilik dari kasus ini, secara gampang dan serampangan, apakah dapat begitu saja dikatakan puisi-puisi karya Kriapur lebih bagus dari puisi-puisi Binhad Nurrohmat ataupun Mashuri. Ataukah sebaliknya. Ataukah sebaliknya lainnya.

Yang jelas, bersepakat dengan pikiran dalam tulisan “Sekadar Pengantar”, yang entah ditulis siapa, yang dimuat dalam jurnal kebudayaan Kalam, edisi 15, bahwa sastra adalah sebuah kualitas, bukan jenis tulisan. Dan meminjam larik-larik puisi Baudelaire yang berjudul “Enivrez-Vous” (1972: 36) bahwa: “Il est l’heurede s’enivrer! Pour n’etre pas les esclaves/ martyrises du Temps, enivrez-vouz; enivrez-vouz sans/ cesse! De vin, de poesie ou de vertu, a votre guise” (”Inilah saatnya untuk mabuk! Untuk tidak menjadi budak siksaan Sang Waktu, mabuklah; bermabuk-mabuklah tanpa henti-hentinya! Dengan anggur, dengan puisi atau kebajikan, sesuka hatimu”).

Meskipun sastra, merujuk pada pemikiran Arief B. Prasetyo dalam esainya “Mencipta Sastra, Mengubah Sejarah” (Jurnal Prosa, No.2, th 2002: 2), tidaklah lahir dalam tabung vakum sejarah. Sebab, merujuk pada buah pikiran Carlos Fuentes dalam “Menulis: Sejarah dan Pergaulan” (terj. Rizadini, Jurnal Prosa, No. 2, th. 2002: 56), bahwa tidaklah ada penciptaan tanpa tradisi. Dalam usaha menyingkap rahasia mengenai “tubuh” tidaklah dapat hanya berpusar pada “tubuh” yang ada hari ini. Bagaimanapun, mengutip W. Haryanto dalam puisinya yang berjudul (lagi-lagi maaf!) “Ngenthu” (Kalam, edisi 13: 93), tubuh yang kosong/diri adalah anak-anak/yang berbahasa dengan hujan/di jejak rambutnya.

*) Penyair, esais, staf pengajar di Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Panca Marga, Probolinggo.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest