Indra Tjahyadi*
http://www.lampungpost.com/
MAKIN kemari, sastra kita, rupa-rupanya, makin disibukkan gagasan-gagasan mengenai tubuh. Hal ini tidak hanya menjangkiti novel atau cerpen-cerpen kita kini, akan tetapi juga puisi-puisi.
Begitu juga yang terjadi dalam puisi. Semisal puisi-puisi karya Binhad Nurrohmat dalam kumpulan puisinya yang berjudul Kuda Ranjang (Melibas, 2004). Pada kumpulan puisinya tersebut, secara sadar, Binhad menempatkan gagasan tubuh manusia menjadi semacam penggerak utama puisinya. Tengok saja larik-larik puisinya yang berjudul “Bunting” (2004: 28–29).
Dimulai dengan menyingkapkan apa yang biasa dipakai sebagai penutup tubuh semacam daster, dalam puisi “Bunting” tersebut, Binhad terus-menerus dengan lantang dan penuh semangat serta kesabaran mengupas satu per satu bagian-bagian tubuh manusia, seperti paha (dengan bulu-bulu halusnya), (maaf!) penis, dan karena yang tersingkap itu daster, juga bagian tubuh paling sensitif yang dalam puisi itu dikatakan Binhad sebagai selokan kecil.
Pembicaraan yang terkesan sabar dan sungguh-sungguh mengenai tubuh manusia, sesungguhnya, juga dapatlah dilihat pada puisi-puisinya yang lain dalam kumpulan puisinya yang berjudul “Kuda Ranjang” tersebut. Seperti pada puisinya yang berjudul “Perempuan Lama” (2004: 59).
Munculnya kata-kata semacam leher, (sekali lagi maaf!) payudara, dada, daging, tangan pada puisi Binhad yang berjudul “Perempuan Lama” tersebut adalah, semata-mata, kata-kata yang kemunculan atau kehadirannya dalam puisi tersebut disebabkan beban konsekuensi atas gagasan yang dipilih Binhad Nurrohmat ketika menuliskan atau menciptakan karya puisinya tersebut.
“Apakah ini semacam pemberontakan atas sebuah ketabuan?” Bisa jadi jawabannya adalah “Tergantung!” Tergantung dari sudut mana dan dalam cara pandang siapa hal tersebut dilihat dan dibicarakan. Apabila yang membaca atau yang membicarakan tersebut seseorang dari institusi masyarakat pelacur, bisa jadi, hal ihwal yang Binhad angkat dalam puisi-puisinya tersebut bukanlah sesuatu yang subversif atau dalam bahasa Indonesia kesehariannya pemberontakan.
Tapi, bagaimana kalau yang membaca atau yang membicarakannya tersebut seseorang dari kalangan atau komunitas keagamaannya, semacam kiai atau pendeta misalnya? Yang jelas, Goenawan Mohammad dalam sebuah esainya yang berjudul “Tubuh, Melankoli, Proyek” (Kalam, edisi 15: 16–17) pernah menuliskan, “Tubuh manusia pada awal dan akhirnya sebuah tekstualitas yang tak bisa dikuasai sebuah wacana.”
Entah apa karena didorong semangat membuktikan berkenaan apakah yang pernah dituliskan Goenawan Mohammad tersebut benar ataukah salah, akan tetapi, yang jelas, Binhad dalam usahanya meruakkan gagasan tentang tubuh dalam sebuah puisi tidaklah sendiri. Salah satunya adalah Mashuri.
Sebagaimana halnya juga dengan Binhad Nurrohmat, Mashuri, penyair kelahiran Lamongan tahun 1976, juga menempatkan gagasan mengenai tubuh manusia sebagai gagasan utama puisinya. Tengok saja bait-bait dari setiap puisinya yang terkumpul dalam kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Pengantin Lumpur (Surabaya Poetry Community & Dewan Kesenian Jawa Timur, 2004).
Pada puisi-puisinya yang terkumpul dalam kumpulan puisi Pengantin Lumpur tersebut, Mashuri seakan-akan juga terobsesi dengan apa yang dikenal dan disebut sampai dengan hari ini sebagai tubuh; tubuh manusia. Seperti yang terlihat pada larik-larik dari puisinya yang berjudul “Selendang Hilang di Sendang” (2004: 41).
Usaha Mashuri untuk mengenali dan menyingkap hal-ihwal mengenai tubuh, dalam puisi “Selendang Hilang di Sendang” tersebut, dimulai dengan jalan lebih dulu membasuh lumpur lusuh di tubuh. Dengan membasuh lumpur lusuh di tubuh tersebut, Mahuri berharap dapat lebih akrab lagi dan lebih mengenali kembali setiap lekuk dan liuk dari sesuatu yang dia yakini sebagai tubuh. Sebab dengan melakukan hal tersebut, Mashuri, paling tidak, mempunyai alasan membiarkan jemariku menarikan derai-derai ara/membesuk kutukan yang membusuk di dada, untuk kemudian menjahit pelir segala pelakian, sampai di mana takdir berakhir.
Tingginya intensitas dan kontinuitas pembicaraan dan pengangkatan masalah tubuh dalam gagasan puisi-puisi Mashuri dalam kumpulannya tersebut, selain itu, juga dapat dilihat dalam puisinya yang lain. Seperti pada larik-larik dari puisinya yang berjudul “Mengunci Waktu di Bibir” (2004: 5).
Sepintas lalu, dapatlah dikatakan, betapa puisi Mashuri yang berjudul “Mengunci Waktu di Bibir” tersebut amat sangatlah terkesan jorok, porno atau bahkan dapatlah dikatakan sangat tidak intelektualis sekali. Bahkan, seolah-olah, seperti kata-kata yang biasa terlontar dalam percakapan antara seorang tukang becak dan kuli bangunan saja.
Akan tetapi, seperti halnya yang dijalani Binhad Nurrohamt, ini merupakan konsekuensi yang harus dijalani Mashuri. Semata-mata karena dia memang memilih gagasan tentang tubuh manusia sebagai motor penggerak gagasan puisinya. Seperti halnya yang terjadi dengan Binhad, adalah bukan hal yang mengherankan apabila dalam kumpulan puisinya tersebut kata-kata semacam bibir, jemari, (maaf) rambut-rambut kemaluan, pelir, payudara, atau anal adalah kata-kata yang muncul dalam puisi-puisi karya Mashuri dalam kumpulan puisi tersebut.
Meskipun demikian, hal ini tidak serta-merta menempatkan puisi-puisi Mashuri dalam kumpulan puisinya tersebut seiman dengan puisi-puisi Binhad dalam kumpulan puisi Kuda Ranjang. Apabila dibaca lebih cermat, ada satu perbedaan penyikapan akan tubuh dari Mashuri atas Binhad atau sebaliknya. Pada puisi-puisi Mashuri, tubuh yang diyakini adalah sebuah kutukan.
Mashuri, setidaknya hal itulah yang diperlihatkan dalam puisi-puisinya, berusaha tanpa kenal lelah terus-menerus menghancurkan keberadaan tubuh, seperti pada larik puisinya yang berjudul “Keramat Aurat” (2004: 38). Atau, juga pada larik-larik puisinya yang berjudul “Pita Merah di Rambutmu” (2004: 25).
Ada sebuah kesan atau boleh dikatakan pesan, yang ingin disampaikan Mashuri melalui puisi-puisinya, bahwa dia ingin menghancurkan apa yang dikenal sebagai tubuh. Akan tetapi, rupa-rupanya, Mashuri tidak hanya ingin menghancurkan tubuh, melainkan sukmanya.
Muncul sebuah kecurigaan dan suatu dugaan, mengapa Mashuri sampai melakukan hal tersebut. Ini hanya semata-mata karena, di sisi lain, Mashuri juga tetap menyimpan suatu obsesi yang tak kalah tinggi kadarnya pada apa yang dikenali sebagai sebuah kematian. Seperti yang termaktub pada larik-larik puisinya yang berjudul “Kepadamu Hujan” (2004: 31).
kepadamu hujan, aku tak mungkin diam, kerna kau telah
mengajariku; cara mengasah pisau dan merumahkan risau dengan jalan-jalan kematian.
Gagasan mengenai tubuh, sebenarnya, juga pernah muncul pada puisi-puisi kita era 80-an, salah satunya adalah pada puisi karya Kriapur yang berjudul “Gaung Langit dalam Daging” (Dewan Kesenian Jakarta, 1988: 22). Pada larik-larik puisinya yang terkumpul dalam buku Mengenang Kriapur (Dewan Kesenian Jakarta, 1988), Kriapur, penyair kelahiran Solo tahun 1959, yang mati muda karena mobil yang ditumpangi terguling ke sungai di Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, juga memperlihatkan obsesinya tentang tubuh, tubuh manusia jelasnya.
Akan tetapi, inilah yang membedakan Kriapur dengan penyair-penyair atau sastrawan-sastrawan yang hadir sesudahnya, dia tidaklah mengakomodasi diksi-diksi yang terkesan vulgar dan pornoistis. Coba saja lihat larik puisinya yang berjudul “Gaung Langit dalam Daging” yang terkumpul dalam buku Mengenang Kriapur tersebut:
inilah daging tempatku menggerakkan langit
sejengkal angin terbentang di kepalaku
orang-orang menirukan hidup rama-rama di atas tanah basah sambil tertawa
tapi sahabatku dari kejauhan bahagia dengan baju esok hari
Menilik dari kasus ini, secara gampang dan serampangan, apakah dapat begitu saja dikatakan puisi-puisi karya Kriapur lebih bagus dari puisi-puisi Binhad Nurrohmat ataupun Mashuri. Ataukah sebaliknya. Ataukah sebaliknya lainnya.
Yang jelas, bersepakat dengan pikiran dalam tulisan “Sekadar Pengantar”, yang entah ditulis siapa, yang dimuat dalam jurnal kebudayaan Kalam, edisi 15, bahwa sastra adalah sebuah kualitas, bukan jenis tulisan. Dan meminjam larik-larik puisi Baudelaire yang berjudul “Enivrez-Vous” (1972: 36) bahwa: “Il est l’heurede s’enivrer! Pour n’etre pas les esclaves/ martyrises du Temps, enivrez-vouz; enivrez-vouz sans/ cesse! De vin, de poesie ou de vertu, a votre guise” (”Inilah saatnya untuk mabuk! Untuk tidak menjadi budak siksaan Sang Waktu, mabuklah; bermabuk-mabuklah tanpa henti-hentinya! Dengan anggur, dengan puisi atau kebajikan, sesuka hatimu”).
Meskipun sastra, merujuk pada pemikiran Arief B. Prasetyo dalam esainya “Mencipta Sastra, Mengubah Sejarah” (Jurnal Prosa, No.2, th 2002: 2), tidaklah lahir dalam tabung vakum sejarah. Sebab, merujuk pada buah pikiran Carlos Fuentes dalam “Menulis: Sejarah dan Pergaulan” (terj. Rizadini, Jurnal Prosa, No. 2, th. 2002: 56), bahwa tidaklah ada penciptaan tanpa tradisi. Dalam usaha menyingkap rahasia mengenai “tubuh” tidaklah dapat hanya berpusar pada “tubuh” yang ada hari ini. Bagaimanapun, mengutip W. Haryanto dalam puisinya yang berjudul (lagi-lagi maaf!) “Ngenthu” (Kalam, edisi 13: 93), tubuh yang kosong/diri adalah anak-anak/yang berbahasa dengan hujan/di jejak rambutnya.
*) Penyair, esais, staf pengajar di Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Panca Marga, Probolinggo.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar