Kamis, 16 April 2009

Cinta pada Musim Kolera

Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah: Anton Kurnia
http://entertainmen.suaramerdeka.com/

IA tak pernah bepergian jauh sebelumnya. Ia membawa kopor seng berisi pakaian, novel-novel grafis yang dibelinya setiap bulan, dan buku-buku berisi puisi cinta yang ia kutip dari ingatan dan nyaris rusak karena terlalu sering dibaca. Ia tak membawa serta biola miliknya karena benda itu dekat dengan nasib sial, tetapi ibunya memintanya membawa petate, sebuah tempat tidur gantung lipat dengan bantal, selimut, dan kelambu yang terkemas rapi. Florentino Ariza tak ingin membawanya sebab menurutnya benda-benda itu tak akan berguna di sebuah kamar yang menyediakan perlengkapan tidur. Namun, sejak malam pertama ia punya alasan untuk sekali lagi bersyukur atas firasat tajam ibunya.

Pada saat terakhir sebelum keberangkatan, seorang penumpang berpakaian setelan malam naik ke atas kapal. Ia baru datang pagi itu dari sebuah kapal yang bertolak dari Eropa dan ditemani oleh Gubernur. Orang itu ingin langsung melanjutkan perjalanannya bersama istri dan putrinya, juga pelayan dan tujuh kopor berwarna emas yang tampak terlalu berat untuk dibawa menaiki tangga. Untuk melayani para penumpang tak terduga ini, Kapten Kapal, seorang lelaki bertubuh raksasa dari Curacao, mengimbau rasa patriotisme para penumpang.

Dalam bahasa campuran Spanyol dan Curacao, ia menerangkan kepada Florentina Ariza bahwa lelaki berpakaian setelan malam itu adalah Duta Besar Inggris yang baru dan ia sedang menuju ibu kota Republik. Ia mengingatkan Florentino betapa kerajaan itu telah banyak membantu perjuangan kemerdekaan mereka dari penjajahan Spanyol, dan sebagai balasannya tak ada pengorbanan yang lebih besar selain mengizinkan sebuah keluarga merasa lebih nyaman berada di negeri ini daripada di negeri mereka sendiri. Florentino Ariza, tentu saja, merelakan kamarnya.

Pada mulanya ia tak menyesali hal itu karena air sungai begitu melimpah dan kapal pun melaju tanpa kesulitan pada dua malam pertama. Setelah makan malam, pada pukul lima sore, awak kapal membagikan tikar kanvas kepada para penumpang dan masing-masing menggelar alas tidurnya di tempat kosong yang bisa mereka dapatkan. Florentino memasang petate dan kelambu untuk melindunginya dari nyamuk. Ia tidur di atas tempat tidur gantung itu, sementara mereka yang tak membawa perlengkapan apa pun tidur di atas meja ruang makan, berselimutkan taplak meja yang tak diganti lebih dari dua kali selama perjalanan.

Florentino Ariza terjaga nyaris sepanjang malam, merasa seolah-olah mendengar suara perempuan yang dicintainya, Fermina Daza, dalam embusan sepoi-sepoi angin sungai, menghanyutkan kesunyiannya bersama kenangan tentang perempuan itu, mendengarnya bernyanyi di sela-sela deru suara kapal saat bergerak menyusuri kegelapan seperti seekor binatang raksasa hingga semburat jingga pertama muncul di cakrawala saat hari baru mekar tiba-tiba di atas tanah gersang dan rawa-rawa berkabut. Perjalanannya kembali menjadi sebuah bukti kearifan ibunya dan ia mencoba tabah untuk melupakan semua rasa kecewanya.

Setelah tiga hari mengarungi sungai, perjalanan selanjutnya terasa lebih sulit karena mesti melewati celah sempit berpasir. Sungai itu menjadi berlumpur dan semakin menyempit di tengah-tengah hutan belukar pepohonan raksasa. Hanya sesekali tampak gubuk jerami di tepinya, tempat persinggahan untuk mengambil kayu. Kicau burung dan suara monyet yang tak terlihat terasa menambah panas hawa siang hari.

Pada malam hari jangkar kapal diturunkan saat mereka tidur dan menghadapi kenyataan bahwa menjalani hidup tidaklah mudah. Hawa panas dan nyamuk meningkahi bau busuk ikan asin yang dikeringkan di atas susuran tangga. Kebanyakan penumpang, terutama orang-orang Eropa, tak tahan dengan bau busuk dalam kamar mereka dan menghabiskan malam dengan berjalan-jalan di geladak, mengusiri nyamuk dengan handuk bekas mengelap keringat. Saat terbit fajar, mereka sudah amat kelelahan dengan sekujur tubuh bentol-bentol oleh gigitan serangga.

Lebih buruk lagi, episode lain perang saudara antara kaum liberal dan konservatif pecah pada tahun itu dan Kapten Kapal memberlakukan peraturan ketat untuk menjaga keselamatan para penumpang. Untuk menghindari salah pengertian dan provokasi, ia melarang kegiatan favorit dalam perjalanan mengarungi sungai pada masa itu, yakni menembaki buaya yang sedang berjemur di tepi sungai berlumpur. Lalu, ketika beberapa penumpang terbagi menjadi dua kubu yang bermusuhan dalam sebuah perdebatan, ia memutuskan untuk menyita semua senjata yang dimiliki para penumpang dengan jaminan bahwa semuanya akan dikembalikan pada akhir perjalanan.

Dia bersikap tegas, termasuk pada Duta Besar Inggris yang pada pagi hari sebelum meninggalkan kapal tampil dalam pakaian berburu, lengkap dengan sebuah karaben dan sepucuk bedil untuk menembak macan. Pembatasan lebih ditingkatkan di pelabuhan Tenerife ketika mereka berpapasan dengan sebuah kapal yang mengibarkan bendera kuning pertanda ada serangan wabah penyakit.

Kapten Kapal tak memperoleh keterangan lebih lanjut berkaitan dengan tanda peringatan itu karena kapal itu tak menyambut sinyal yang dikirimnya. Tetapi, pada hari yang sama, mereka berpapasan dengan kapal lain, sebuah kapal barang yang mengangkut domba untuk dibawa ke Jamaika dan mereka memberi tahu bahwa kapal berbendera kuning tadi membawa dua orang yang terserang penyakit kolera.

Wabah kolera tengah berkecamuk di daerah pelabuhan sepanjang sungai yang masih harus mereka lewati. Akibatnya, para penumpang dilarang meninggalkan kapal itu, bukan hanya di pelabuhan, melainkan juga di tempat-tempat perhentian untuk mengambil kayu. Hingga mereka mencapai pelabuhan terakhir, enam hari perjalanan, para penumpang terpaksa berlaku seperti tahanan, termasuk menikmati segepok kartu Pos Belanda bergambar porno yang diedarkan dari tangan ke tangan tanpa ada yang tahu dari mana benda-benda itu berasal. Mereka tak sadar bahwa itu hanyalah bagian kecil dari koleksi legendaris Kapten Kapal. Namun, akhirnya, selingan menyenangkan ini hanya menambah kebosanan mereka.

Florentino Ariza mencoba bertahan dalam perjalanan yang berat itu dengan kesabaran yang membawa kesedihan pada ibunya dan kegusaran pada teman-temannya. Ia tak berbicara kepada seorang pun. Hari-hari begitu tenang baginya saat ia duduk di dekat tangga, menatap buaya-buaya yang diam menjemur diri di tepi sungai berlumpur dengan mulut terbuka untuk menangkap kupu-kupu. Ia memerhatikan sekawanan bangau yang muncul tanpa aba-aba di rawa-rawa dan beruk yang menyusui anaknya, lalu mengejutkan para penumpang dengan lengking jeritannya yang mirip suara tangisan perempuan.

Pada suatu hari ia melihat tiga sosok mayat manusia berwarna kehijauan terapung di permukaan sungai. Burung-burung bangkai bertengger di atas mayat-mayat itu. Pertama, dua sosok mayat melintas dekat kapal, salah satunya tanpa kepala, kemudian sesosok mayat perempuan muda mengapung, rambutnya yang panjang dan ikal terpilin pada baling-baling kapal. Ia tak tahu, karena tak seorang pun pernah tahu, apakah mereka korban wabah kolera atau perang, tetapi bau busuk yang memuakkan itu mengotori kenangannya pada Fermina Daza.

Selalu seperti itu: setiap peristiwa, baik atau buruk, selalu mengandung keterkaitan dengan perempuan itu. Pada malam hari, saat kapal itu membuang sauh dan sebagian besar penumpang berjalan-jalan di geladak dengan putus asa, ia menyimak novel-novel grafis yang telah ia kenali sepenuh hati di bawah penerangan lampu neon di ruang makan, satu-satunya ruangan yang dibiarkan terang-benderang hingga fajar tiba. Kisah yang ia baca sering kali membawa pengaruh magis saat ia mengganti tokoh-tokoh khayalan dengan orang-orang yang ia kenal dalam kehidupan nyata, membuat dirinya dan Fermina Daza memainkan peranan sepasang kekasih yang terpisahkan.

Pada malam-malam yang lain ia menulis surat-surat penuh kesedihan dan kemudian mencabik-cabiknya, lalu membuangnya ke dalam arus sungai yang terus mengalir ke arah perempuan itu tanpa pernah berhenti. Saat-saat paling sulit baginya terkadang muncul dalam sosok seorang pangeran pemalu, atau seorang kekasih gelap yang coba dilupakan, hingga akhirnya embusan angin mulai bertiup sepoi-sepoi dan ia pun tertidur di atas kursi dekat tangga.

Pada suatu malam ia selesai membaca lebih awal daripada biasanya dan berjalan menuju kamar kecil. Sebuah pintu terbuka saat ia melintasi ruang makan, lalu sesosok tangan mirip cakar seekor elang menyambar lengan bajunya dan menariknya ke dalam sebuah kamar.

Dalam kegelapan ia bisa melihat sesosok tubuh perempuan telanjang. Tubuh muda itu berkilat oleh keringat yang panas, napasnya terengah-engah. Perempuan itu mendorongnya terbaring menelentang, membuka ikat pinggangnya, memelorotkan celananya, lalu menduduki tubuhnya seolah-olah sedang menunggang kuda dan merampas keperjakaannya.

Mereka berdua terperosok ke dalam sebuah gairah yang menyakitkan, ke dalam sebuah lubang tanpa dasar yang hampa dan beraroma seperti rawa-rawa asin penuh udang. Setelahnya, perempuan itu terbaring sejenak menindih tubuhnya dengan napas terengah-engah, lalu bergegas pergi dalam kegelapan.

”Lupakanlah semua ini,” ujar perempuan misterius itu sebelum menghilang. ”Semua ini tak pernah terjadi.”

Serangan itu terjadi amat cepat dan begitu mendadak sehingga hanya bisa dipahami sebagai sebuah kegiatan terencana, buah dari sebuah persiapan matang hingga detail paling kecil, bukan sekadar perbuatan tak sengaja yang disebabkan oleh rasa bosan.

Kesadaran akan hal ini menimbulkan kemarahan dalam diri Florentino Ariza. Rasa nikmat yang baru saja ia alami menandakan sesuatu yang tak bisa ia percayai, bahkan menolak diakuinya: ternyata khayalan cintanya kepada Fermina Daza ternyata bisa digusur oleh secuil nafsu duniawi.

Ia merasa penasaran ingin mengetahui siapakah sesungguhnya perempuan dengan naluri seekor macan kumbang yang telah membawanya pada kenyataan getir itu. Namun, ia tak pernah berhasil.

Semakin gigih ia mencari, kian jauh ia dari kebenaran....

*) Gabriel Garcia Marquez adalah pengarang terkemuka Amerika Latin asal Kolombia. Ia meraih Hadiah Nobel Sastra pada 1982. Cerita di atas diterjemahkan oleh Anton Kurnia dari Love in the Time of Cholera.

1 komentar:

Dila Putri mengatakan...

mas tau ga buku ini diterjemahin taun brp ya? kok saya cari susah bgt ya? terimakasih. -dila-

stonyrossy@hotmail.com
http://festival.blogspot.com

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest