Jumat, 20 Maret 2009

Tanah Perempuan

Indrian Koto
http://www.suaramerdeka.com/


AKU tidak akan bertanya padamu apa artinya menunggu. Di tanahmu, orang-orang merayakan keberangkatan seperti mempercakapkan kematian. Lebih sederhana lagi, seperti membicarakan hujan yang jatuh tadi malam, membanjiri kebun atau sawah siapa. Dan kepulangan, kadang begitu ganjil di telinga.

Tanahmu, sepenuhnya milik perempuan. Milik ibu dan para dara. Laki-laki memilih pergi sebagai lambang lain yang tak perlu kuceritakan. Mereka merasa terhormat menjadi orang dagang, anak rantau. Mereka memilih tanah jauh sebagai halaman barunya. Mereka terlempar di pelabuhan, di tempat parkir, menjadi tukang becak, atau menghilang ke negeri seberang sebagai buruh kasar yang setiap waktu berhadapan dengan rongrongan orang-orang berseragam —tak hanya pada waktu malam, tetapi di setiap simpang jalan pun.

Kepergian mereka akan disusul dengan kepulangan yang sebentar. Pada hari-hari baik, mereka berkumpul, menggumamkan banyak cerita-cerita indah, melengkapi ritual pada hari raya. Ini cukup membuat orang-orang paham dan mendengar sedikit kisahnya. Tentang boat yang terbalik, mereka yang terdampar di pulau kosong hingga mencapai tanah harapan. Cerita akan berlanjut dengan bagian yang hampir sama, tetapi tentu dengan debar yang berbeda, tentang bagaimana mereka bisa menghindar dari kejaran polis, bersembunyi di tempat kerja, mengumpulkan uang seringgit demi seringgit. Selebihnya adalah keberhasilan demi keberhasilan. Kedatangan mereka yang seperti juru warta, mengabarkan tanah lain itu cukuplah membuat para lelaki remaja mempertimbangkan lagi niatnya, bertahan di rumah atau menyusul jejak mereka. Cerita-cerita tentang pelabuhan ramai, lampu-lampu yang berpijar sepanjang jalan, jalan-jalan lebar dan gampangnya meraup uang cukuplah membuat mereka tak bisa memejamkan mata.

Mereka selalu datang pada hari baik, bulan baik dan bergegas pergi setelahnya. Tidakkah sudah cukup bukti bagi mereka yang bertahan di kampung halaman? Motor-motor mereka mengaum di penjuru kampung, saling berkunjung ke kampung lain, pakaian mereka bersih, sedikit wangi, dompet tebal dan siap mentraktir siapa saja. Para dara dan perawan bergayut di bahu mereka, dibonceng sepanjang sore dan malam. Siapa pula yang ingin? Siapa yang tak merasa bangga dengan itu semua?

Dan kau Maria, siapakah sebenarnya yang sedang kautunggu kini —pada hari baik bulan baik ini? Siapakah yang menjanjikan?

”Semuanya sudah diatur, aku hanya melakukan apa yang menjadi tugasku. Ada atau tidak ada yang datang aku akan tetap menunggu. Itulah takdirku.”

Apa aku perlu menceritakan padamu lagi tentang perempuan yang menunggui lelakinya hingga berubah menjadi sebatang kelapa pada akhir penantiannya? Kau tentu masih ingat cerita itu, perempuan yang ditanggung sakit tak habis-habis. Sepertimu, dia menunggu laki-lakinya di sebuah pulau jauh. Sendirian. Hanya berkawan kesedihan dan air mata.

Aku ingat dulu, kau menunjuk hamparan pulau-pulau yang terbentang di sepanjang pesisir kita. Sore yang indah tentu saja, ketika kita beristirahat di bawah keteduhan pohon kelapa.

”Apakah di sana? Di sana atau di sana?” tanyamu sambil menunjuk hamparan pulau yang tampak kecil dari pesisir, tempat kita duduk.

Berjejer dari utara hingga selatan.

”Bukan, bukan Pulau Kiabak, bukan Pulau Babi, Bukan Pulau Awuah, Pulau Panyu atau Pulau Kasiak. Pulau jauh, yang tak terlihat dari pinggir ombak ini, ” kataku dulu.

Dan kini kalimat itu kuucapkan lagi padamu. Sebagaimana amsal, dia menunggu di pulau entah, sebaiknya kita percaya itu saja. Tentu bukan Mentawai, Pulau Rupat rantau yang dituju lelakinya. Kita lagi-lagi kalah dengan amsal, dia menyeberang ke pulau jauh, pulau yang tak tercatat di dalam peta. Bertahun-tahun dia menunggu laki-lakinya. Ia tak mendapat kabar apa pun, tak ada perahu yang ditambatkan, tak ada seseorang yang menjelang. Mungkin laki-lakinya telah berumah di pulau barunya, tetapi mungkin juga telah berumah di balik ombak. Bukanlah laut dalam tak akan mampu kita selam rahasia di dalamnya?

Dan dia, pada akhir usianya meminta pada yang kuasa, semoga dijadikan sesuatu yang berguna, agar lelakinya kelak tahu —jika pun dia pulang— ia perempuan yang setia. Maka, lihatlah, tidak ada yang tidak bermanfaat dari sebatang pohon nyiur bukan? Dari akar, batang sampai pucuknya. Kau akan lihat di batok setiap kelapa, wajahnya menjelma. Wajah perempuan yang setia dan tabah.

Dan kau tahu apa yang kusuka dari dongeng itu? Dia tidak pernah putus asa, dia tidak mesti menceburkan diri ke laut lepas, dia tidak mesti melompat ke dalam api. Tetapi, apakah nasib perempuan memang selalu sama? Menunggu dan tak luput dari cobaan?

Apakah pada akhir waktu juga kau akan menjelma menjadi sesuatu yang kelak juga dikenang banyak orang?

”Aku tak ingin dikenang. Aku hanya mengikuti takdirku. Takdir seorang perempuan.”

Ahai, siapakah sesungguhnya yang kau nanti, Maria?

Laki-laki manakah yang membuatmu begitu betah?

”Tak ada yang menjanjikan, tapi bukankah takdir perempuan hanyalah menunggu? Dulu memang ada yang akan datang, ada yang menjanjikan, sebagaimana kau tahu. Tapi demi tuhan, aku tak sedang menunggu dia, kini. Meskipun dia datang menjemputku, tapi aku merasa tak pernah ke mana-mana. Aku tahu dia nyaris bosan menjemput dan menjelangku.”

Baiklah, baik. Aku merasa paham apa yang kaupikirkan. Aku mulai membaca jalan pikiranmu. Sebenarnya berapa banyak waktu di tanah ini disediakan untuk perempuan untuk berdiri di ambang pintu untuk menunggu?

”Segalanya sudah diatur. Aku hanya menjalankan.”

Aha, kau ingat cerita tentang Batu Pencari Kutu? Batu yang terletak di Gunung Rajo (Raja) yang terdapat di pantai belakang pasar kecamatan? Dulu kita sempat ke sana, mencari-cari di mana gerangan batu itu tersembunyi. ”Jauh di balik ombak. Jika disengaja mencarinya, ia —batu itu— tak akan pernah nampak.” Begitu kita dengar omongan orang-orang ketika kita nyaris putus asa dan menghabiskan separo waktu kita di sana, memutari karang-karang yang menjulang, menyibak celah lorong karang, memastikan di mana gerangan letak Batu Pencari Kutu itu.

”Ceritakan, ceritakan muasalnya padaku,” katamu, setelah kita lelah dan bersandar di celah karang yang menjorok, melindungi kita dari matahari sore yang garang dan tempias laut yang nakal.

”Bukankah sudah seringkali?” kutatap matamu yang bening.

”Tapi aku ingin mendengar sekali lagi. Sekali lagi,” pintamu setengah merengek.

Dan kini, di depanmu kembali kuceritakan soal perempuan yang menunggu itu (ah, mengapa selalu perempuan? Mengapa selalu menunggu?). Mereka sekelompok perempuan yang menghabiskan sisa sore di bibir pantai, di antara karang dan lamun ombak. Sepanjang sore mereka duduk di sana, menunggu lelakinya kembali dari laut jauh. Ketika sore jatuh, laki-laki mereka tak jua pulang, tak ada kapal layar yang bersauh di muara, tak ada layar yang diturunkan, tak ada pendayung membelah laut, tak ada laki-laki hitam kekar, laki-laki beraroma garam menghampiri mereka. Sepanjang sore, sampai matahari padam di laut jauh, mereka berkerumunan di situ, berbagi cerita tentang laki-laki mereka. Laki-laki mereka yang berlayar di laut jauh, mungkin kali ini kapal mereka memang menuju Mentawai, Pulau Rupat, Siberut atau menelikung menuju Nias? Bukankah tidak ada yang boleh diketahui perempuan tentang pulau-pulau asing dan pelayaran di laut lepas?

Cerita-cerita yang sama, dengan hambar yang sama ketika lekakinya —sebagian tentu suami mereka— pergi. Dengan wajah bersemu, sebagian bertutur tentang percumbuan terakhir mereka malam itu, membuat ranjang dan rumah kayu mereka berderit, para perawan dengan wajah tak kalah tersipu menceritakan ciuman terakhir lelakinya di bawah pohon ketapang, dibalik pokok kelapa atau di balik sesemak kecil di pinggir pantai —mungkin juga di curam karang?

Berbagi dan menanti hanya itu yang selalu mereka lakukan, kini. Kapal kayu itu berangkat menantang ombak dan badai laut. Disusul kapal-kapal lainnya. Dan sejak itu —entah bagimana mulanya— sepanjang petang, Gunung Rajo dipenuhi para perempuan. Berkerumunan dan saling bertukar cerita. Sebagaian mereka datang dan pergi, mungkin saja lelakinya sudah benar-benar pulang, atau mungkin batas menanti dirasa sudah mesti diganti.

Tapi mereka, setengah lusin perempuan itu masih terus berkerumunan di situ. Mereka bersepakat akan selalu menanti —setidaknya— kabar laki-laki mereka. Menghabiskan waktu dengan saling mencari kutu, berderet di antara karang, yang jika dilihat dari laut terlihat semacam sususan tangga untuk naik rumah. Begitulah, sampai seseorang mengeluarkan kutuk —ah, mengapa berkah hanya untuk laki-laki saja— mengatakan mereka perempuan pemalas dan melulu mencari kutu. Laki-laki itu orang tua dari salah seorang perempuan yang menunggu. Sang ayah ingin menikahkan sang dara dengan laki-laki lain. Tapi sang dara bertahan menunggu laki-lakinya pulang. Sejak itu, entahlah, entah karena sumpah atau kesabaran mereka sudah melewati waktunya, mereka menjelma menjadi batu. Bersusun di atas karang, sampai hari ini.

”Kita tak bisa melihatnya. Ia tenggelam di celah karang dan air pasang. Laut dulu tak sebesar sekarang,” kataku menutup cerita waktu itu, semacam penghibur hati gundahmu.

Kau gemetar, meraih tanganku. Pun, aku, sama gemetarnya.

Sebelum senja menjelang kita buru-buru pulang. Berpisah di ujung kampung.

”Kita akan menjadi batu jika orang tuaku tahu,” katamu.

Malam itu kau dihukum karena telah pergi denganku. Seseorang telah membocorkan rahasia kita pada orang tuamu. Sebab, kau telah dijodohkan dengan seseorang yang merantau setahun lalu.

Sesungguhnya kau tak akan menjadi batu. Tak akan menjelma apa pun di ujung penantianmu. Kau menyimpan rapat rahasiamu, hingga tak ada celah bagi siapa pun untuk masuk mengetahuinya. Tetapi aku paham betul kesedihanmu, Maria. Aku tahu laki-laki yang kau tunggu itu. Aku, laki-laki masa remajamu inilah yang sedang kaunanti. Laki-laki yang kini duduk di hadapanmu setelah bertahun-tahun pergi.

Aku meninggalkanmu ketika itu, tanpa janji apa-apa. Kini pun, aku tak bisa berjanji apa-apa padamu, Maria. Hidup kita adalah lipatan-lipatan kisah yang berjudul sama, menunggu dan menunggu. Sejak aku memilih tanah lain sebagai rantau baru, aku tak akan menapak pintu siapa lagi di tanah ini. Pun di rantau nanti.

Padang-Yogyakarta, 2007

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest