Rabu, 28 Januari 2009

Perempuankah Aku

A. Rodhi Murtadho
http://rodhi-murtadho.blogspot.com/

Perempuankah aku? Sementara aku sendiri berpikir, aku bukan perempuan. Mungkin aku seharusnya dilahirkan sebagai laki-laki. Namun alat kelamin laki-laki yang seharusnya kumiliki tertinggal di rahim ibu saat melahirkanku. Perutku tergores pisau bidan saat persalinan ibu. Membentuk tubuh bagian bawah seperi perempuan. Sehingga aku diberi nama perempuan, dirawat dan dibesarkan layaknya anak perempuan.

Erlinda Putri. Nama perempuan yang seharusnya kumiliki. Namun ketika besar, nama itu berubah menjadi Dada Putra. Tak bisa kusalahkan mereka yang mengganti nama dan menyebutnya demikian. Memang dada yang seharusnya tumbuh, jika aku perempuan, tak juga tumbuh. Hanya rambut panjang yang menggambarkan aku perempuan. Memang aneh, tubuh yang kumiliki rata. Tak seperti perempuan seusiaku. Hampir dua puluh tahun umurku. Dada dan pantat seharusnya tumbuh menonjol dan memperlihatkan aku perempuan, tak juga tampak. Seperti laki-laki badanku tumbuh.

“Mau ke mana Dada Putra?” tanya Gugun, teman kuliah satu jurusan tetapi berbeda kelas.

“Mau ke kampus,” jawabku lirih.

Pada hari selasa, tak pernah kulewatkan sapaan Gugun sejak dua tahun silam setiap kali aku berangkat ke kampus. Sapaan dengan pertanyaan yang sama. Seperti dipersiapkan. Di depan kosnya yang berada di depan kampus, duduk sendiri menghadap jalan. Kadang ada temannya yang menemani. Namun lebih sering terlihat sendiri.

Rumah yang agak jauh membuatku harus naik angkutan kota untuk sampai di kampus. Angkutan yang tak bisa mengantar sampai ke dalam lingkungan kampus membuatku harus berjalan. Sekitar seratus meter. Melewati banyak warung dan rumah-rumah. Termasuk kos Gugun. Itu sebabnya Gugun seperti selalu memiliki kesempatan untuk menyapaku.

Kadang lawakan dari teman-temannya mencibir tubuhku. Namun terdengar secepat kilat Gugun menghentikan mereka. Terlihat pelan-pelan mereka. Saling tertawa. Gugun hanya melayangkan sapaan dan senyum seramah-ramahnya.

Bentuk tubuh yang aneh membuat aku minder di hadapan teman-teman. Perempuan sebagai status dan dandanan. Namun laki-laki yang menyelimuti tubuh dan jiwa. Aku semakin aneh dengan namaku. Dada Putra. Seolah aku berubah menjadi laki-laki. Rambut makin hari makin menyusut pendek. Tumbuh kumis di atas bibir. Aku semakin bertingkah menjadi laki-laki. Itu sebabnya teman-teman perempuan enggan mengajakku pergi bersama ke kamar mandi. Kalaupun bertemu di kamar mandi, mereka langsung mengingsutkan badan menghindar dariku.

Semakin berpikir kalau aku ini laki-laki. Aku harus mencari kelaminku yang tertinggal di rahim ibu. Tapi entah bagaimana caranya. Aku jarang sekali bertemu ibu. Aku berangkat kuliah, ibu baru pulang. Kerja katanya. Dan ketika sore hari sepulang dari kampus, ibu pergi. Kerja katanya. Kapan aku bisa merogoh rahim ibu untuk mencari alat kelaminku.

Semakin bingung aku dengan keadaan yang terus berubah. Kadang kulihat tubuh di cermin, sangat mirip laki-laki. Hanya saja tak ada alat kelamin laki-laki sebagai kesempurnaannya.

“Hai, ngelamun ya?” sontak suara Gugun mengagetkanku.

“Nggak…nggak!” spontan aku menimpali.

Kami mengobrol. Tak jelas arahnya. Mendiskusikan masalah yang kadang sudah kami bahas. Seperti memiliki banyak waktu untuk bertukar pikiran. Menumpahkan masalah walaupun kami sesibuk apapun. Tugas kuliah, jadwal kuliah, hobi, keluarga, rencana masa depan, atau hal-hal yang pribadi. Namun obrolan menjelang sore menjadi obrolan yang sangat baru dan mengejutkan.

“Aku suka dan sayang kamu, Da.”

Spontan aku kaget setengah mati. Layaknya badai sunami dicampur gempa tanpa penerangan dari matahari karena terjadi gerhana matahari total. Longsor seketika mental yang aku punya. Banjir tubuh dengan keringat yang mengucur perlahan. Panas dan terbakar wajah. Memerah. Jantung semakin berpacu cepat.

“Kau menghina aku ya, Gun.”

“Bukan. Memang sejak lama aku menyimpan rasa ini dan menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakannya padamu.”

Semakin besar badai yang datang. Semakin besar kekuatan gempa. Semakin gelap suasana. Semakin panas wajah. Semakin basah baju oleh keringat. Mati rasa tubuh. Nafas pun sudah tak terasa alirannya. Hanya otak yang berpikir keheranan dan syaraf mata yang harus berkedip.

“Aku tak tahu, Gun. Rasanya tak pantas. Kau laki-laki. Sementara keperempuananku hanya status. Orang-orang memanggilku Dada Putra. Pasti mereka menilaiku sebagai laki-laki. Aku juga berpikir kalau aku bukan perempuan. Itu sebabnya aku tak tahu bagaimana aku bersikap dan menjadi perempuan.”

“Kau perempuan bagiku, Linda.”

“Bukan. Aku bukan perempuan. Aku tak tahu bagaimana menjadi perempuan. Mengasihi dan menyayangi layaknya perempuan. Kau tahu sendiri, mengapa orang-orang mengganti dan memanggil namaku dengan Dada Putra. Karena aku memang bukan perempuan.”

Gugun. Tertunduk tersipu. Terdiam dengan raut muka yang menegang. Tak ada sunggingan senyum di wajahnya seperti biasa yang kulihat. Tampak berpikir dan lesu. Aku pun ikut terdiam. Hening suasana. Mengubah keriangan obrolan.

“Linda kau memang perempuan. Rambutmu panjang. Wajahmu mulus dan cantik. Suaramu nyaring menandakan perempuan. Ssetiap kali kulihat kau ke kamar mandi, kau pergi ke kamar mandi perempuan. Mengapa mesti kau ingkari kalau kau perempuan?”

“Itu hanya status, Gun. Perempuan. Hanya menjalankan statusku yang tertulis di akta kelahiranku. Sudah kubilang, aku tak layak menjadi perempuan. Kumisku akan tumbuh. Rambutku sebentar lagi akan pendek. Sementara dadaku tak seperti perempuan kebanyakan. Aku sama seperti kamu.”

“Persetan dengan statusmu yang kau ragukan. Persetan dengan ucapanmu bahwa kau bukan perempuan. Namun, kau tetap perempuan bagiku. Kau layak sebagai perempuan. Penerus Kartini, sebagai perempuan.”

Aku tak tahu yang dipikirkan Gugun. Mungkin semua laki-laki yang sedang kasmaran akan bersikap demikian. Selalu menerima kekurangan orang yang disukainya.

“Benar, Gun. Mungkin yang dimaksud Kartini dengan perempuan sejajar dengan laki-laki itu aku. Perempuan yang tak lagi menjadi perempuan. Aku tumbuh menjadi laki-laki.”

Hari semakin sore. Kami mengakhiri pembicaraan. Aku pulang ke rumah. Begitu juga dengan Gugun. Mungkin pulang ke kos. Aku tak tahu. Gugun mengambil jalan yang tak searah denganku untuk keluar kampus. Tak lagi berjalan bersama seperti biasa. Mengobrol sampai di depan kosnya.

Selama perjalanan, aku selalu terpikir ibu. Andai ibu memiliki waktu untukku, tentu akan kuceritakan kejadian tadi. Namun bagaimana mungkin. Ibu selalu bekerja setiba aku di rumah. Tak pernah aku tanyakan pekerjaanya. Hanya senyum yang tertinggal ketika ibu akan berangkat bekerja. Lesu dan marah ketika pulang. Namun ketika melihatku, ibu berusaha tersenyum. Seperti ada yang terpendam dalam pikiran ibu.

Aku hanya tahu maksud ibu bekerja. Menghidupi dan menyekolahkanku. Tak pernah tahu yang dipikirkan ibu ketika termenung duduk sendiri. Air mata berlinang. Isak tangis yang tertahan. Sering ibu memandang fotoku dan almarhum bapak. Seperti ada yang mau diucapkan tapi tetap tertahan. Ketika aku datang menghampiri, cepat-cepat diseka air matanya. Isak tangis cepat diubahnya menjadi senyum. Belain tangan mulus menyayang. Kadang kecupannya di keningku mampir begitu saja. Cepat-cepat pula ibu berpamit untuk pergi bekerja.

Aku tiba di rumah. Tak seperti biasanya pula terlihat. Ketika memasuki rumah, biasanya kulihat ibu berkemas dan berpamitan. Aneh. Tak kujumpai ibu di persimpanngan pintu rumah. Cemas mulai menghantui. Atau mungkin hanya sekadar cemas yang berlebih karena aku terlambat setengah jam dari biasanya. Kulangkahkah kaki menuju kamar ibu. Kubuka pintu perlahan. Terlihat ibu terbaring di ranjang. Seketika langsung kuhampiri.

“Ibu tidak kerja?” tanyaku membisik.

“Tidak, Ibu capek dan tidak enak badan,” jawab ibu tertatih.

“Badan Ibu panas, ke dokter ya?”

“Tidak usah. Buang-buang uang saja. Mending uangnya kamu pakai untuk biaya kuliah. Nanti juga Ibu sembuh sendiri.”

Tak kusangka perjuangan ibu begitu besar. Tak seperti yang terpikirkan dan terhayalkan. Ibu yang tak punya hati, kejam, tak mau memperhatikan, ternyata salah. Ibu penyayang dan penuh perhatian, penuh pengorbanan. Bahkan, jika pengorbanan itu harus dibayar dengan harus menahan sakit.

Malam bertambah buta. Aku menemani ibu yang terbujur lemas di ranjang. Kutunggui di sampingnya. Mencoba untuk mendekatkan jiwa yang lama terpisah. Pikiran mulai mengarahkan mataku. Menggerakkan tangan. Memfokuskan seluruh tubuh pada rahim ibu. Pikiran yang terus mengatakan kalau alat kelaminku tertinggal di sana dan harus segera kuambil.

“Ibu!” berbisik lirih.

“Ya, Lin. Ada apa?”

“Ibu, aku ini perempuan atau laki-laki?”

“Tentu saja kau perempuan, Lin. Namamu saja Erlinda Putri. Kau adalah putri ibu yang cantik. Aku bangga, Nak. Mestinya kau juga bangga dan bersyukur dengan dirimu.”

“Tapi aku merasa bukan perempuan. Aku tidak punya dada seperti Ibu. Di atas bibirku mulai tumbuh kumis. Banyak orang memanggilku Dada Putra. Pasti aku mestinya terlahir sebagai laki-laki dan alat kelaminku tertinggal di rahim Ibu. Dan pisau bedah milik bidan yang menolong persalinan Ibu menggores perutku.”

Lega rasanya mengungkap uneg-uneg yang lama bersarang di benak. Meski penuh ketakutan karena mungkin bisa saja ibu akan tersinggung. Namun bagaimana lagi aku akan mengungkapkannya. Atau mungkin kapan. Waktu dan kesempatan yang hadir untuk berbagi pikiran tak begitu banyak.

“Mengapa kau berpikir seperti itu, Nak? Kau Linda, putri Ibu. Kau perempuan, Anakku. Yakinlah itu. Dan cobalah untuk bersyukur kepada Tuhan atas dirimu. Cobalah untuk menerima apa adanya segala pemberian Tuhan.”

“Tapi, aku tak yakin, Bu, kalau aku perempuan.”

Sunggingan senyum di paras ibu yang cantik menghibur hati. Meskipun dalam pikiran, aku semakin bingung. Semakin yakin dengan keyakinan bahwa aku lelaki yang kehilangan kelamin saat persalinan. Tak pernah kusalahkan ibu dengan itu semua.

“Aku tak tahu, Bu. Bagaimana mengasihi dan menyayangi orang lain. Seperti Ibu menyayangi dan mengasihi almarhum bapak. Kalau aku perempuan, tentu akan dapat melakukan yang Ibu lakukan kepada Bapak.”

“Kau sedang jatuh hati dengan seseorang ya, Nak?” tanya ibu seraya menyunggingkan senyum lagi di bibirnya. Membuat parasnya makin nampak ayu. Tak heran kalau almarhum bapak sangat menyayangi ibu.

“Ehm tidak, Bu. Mungkin Gugun hanya bergurau. Tak mungkin menyukai diriku yang seperti ini.”

Senyum lebar makin terlihat di wajah ibu. Menampakkan seri wajah indah. Aku kontan merasa malu. Kata-kata yang terlontar, mencuat begitu saja dari bibir. Tak kusangka akan ditanggapi ibu dengan senyum.

“Nak, semua orang bisa mengasihi dan menyayangi. Termasuk kau. Wajar saja kalau Gugun suka dan sayang kepadamu. Sangat wajar jika kau juga jatuh hati dan ingin menyayangi Gugun. Kita memang digariskan untuk saling menyayangi dan mengasihi.”

“Ibu..,” kupeluk ibu dan seperti merengek di pelukannya, “lantas aku harus bagaimana. Aku merasa diriku adalah laki-laki. Sama dengan Gugun. Rasanya tak pantas jika aku…”

“Sudahlah. Gugun menyukaimu karena ada hal dari dirimu yang menarik baginya. Kau cantik. Biarkanlah rasa yang ada itu tumbuh. Sekarang mari kita istirahat. Ibu sudah sangat mengantuk. Kita lanjutkan besok saja. Sepertinya Ibu tidak bekerja lagi besok.”

Sepi tercipta seketika. Aliran nafas pelan dan teratur mengalir terasa. Kamar hangat membuat aliran darah mengalir terasa di pori-pori. Aku tak bisa berhenti berpikir.

Kecamuk semakin menggelora dalam benak. Tekad yang tertanam dan tertunda untuk kubuktikan akan menjadi kenyataan. Jika saja kuungkapkan kalau aku ingin melihat dan mencari sendiri alat kelaminku di rahim ibu. Namun bibir seperti kelu dan dingin. Tak sanggup untuk berucap.

Hari makin larut. Buta dan gelap menggerayangi malam. Mata kami terpejam dengan sendirinya. Tiba-tiba saja mataku terbelalak lebar. Kata maaf lirih terdengar dari mulut untuk ibu. Tangan menggerayang dan merogoh masuk ke dalam rahim ibuku untuk mencari alat kelaminku yang tertinggal. Memang tak salah lagi, alat kelamin laki-laki benar-benar kutemukan di sana. Rasa puas melegakan pikiran. Sekarang aku tahu kalau sebenarnya dan seharusnya aku terlahir sebagai laki-laki. Tetapi, mengapa banyak kutemukan alat kelamin laki-laki di rahim ibu?

Surabaya, 30 November 2004

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest