Sabtu, 17 Januari 2009

NGALOR-NGIDUL TENTANG KEBUDAYAAN

(Bukan berarti kita tidak perlu mampir ke Barat atau Timur)
Haris del Hakim
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Corak budaya satu warna yang bertaraf nasional yang mengiringi kekuasaan Orde Baru ternyata mempunyai imbas yang signifikan terhadap tradisi dan budaya yang bercorak kedaerahan. Kisah-kisah, kearifan, ataupun dongeng asal-usul suatu daerah menjadi tertepiskan oleh jargon-jargon yang mendukung pembangunan nasional, sebagaimana dicanangkan oleh masa pemerintahan Presiden Soeharto. Contoh paling gampang adalah pudarnya kekuatan baureksa sebagai penguasa di suatu daerah.

Kondisi tersebut mengakibatkan generasi yang lahir setelah itu “kehilangan” akar tradisi. Duapuluh tahun setelah berdirinya Orde Baru muncul fenomena generasi muda yang tidak memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga sering terdengar istilah “malin kundang si anak hilang yang durhaka terhadap ibunda kampung halaman”. Gelombang reformasi yang turut menghembuskan otonomi daerah seakan menyentak kesadaran akan hilangnya nilai-nilai kedaerahan tersebut, tidak terkecuali di daerah Lamongan.

Kisah-kisah, warisan budaya, dan kearifan lokal, sebagai kekayaan dan sumber kebanggaan bagi generasi muda akan kedaerahannya menjadi niscaya untuk digali kembali. Kisah Panji Laras dan Panji Liris, misalnya, merupakan salah satu kekayaan daerah Lamongan yang perlahan mulai dilupakan atau tidak dipahami secara baik oleh generasi muda. Kisah yang melahirkan tradisi pinangan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki menyamarkan motif-motif dan tanpa disadari termasuk salah satu faktor pendukung patriarki secara kasar, tanpa pemahaman yang matang terhadap akar persoalan. Padahal, kisah tersebut merupakan tafsir masyarakat terhadap apa saja yang membuat kaum laki-laki lebih tinggi dari kaum perempuan.
***

Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta budhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi”, berarti budi atau akal. Artinya, kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Sementara dalam bahasa asing dikenal dengan istilah culture yang artinya adalah kebudayaan. Kata tersebut berasal dari bahasa Latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan, lebih tepatnya mengolah tanah atau bertani dan dapat diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekanto, 1982: 166).

Terlepas dari definisi yang teoretis seperti di atas, kebudayaan adalah predikat-predikat atau “baju-baju” yang dipakai oleh masyarakat untuk mengungkapkan keberadaannya. Karena masyarakat cenderung majemuk dan beragam, maka tidak aneh apabila dalam suatu masyarakat timbul berbagai macam ekspresi budaya. Kebudayaan seorang anak sekolah tentu berbeda dengan mahasiswa, petani, pedagang, atau ibu rumah tangga. Lebih gampangnya begini, mengapa seringkali timbul persoalan antara adik-kakak-orang tua-dll, secara ringkas karena mereka berbeda secara budaya. Seorang anak sekolah senang dengan band, tampil di panggung-panggung, mimpi menjadi artis, tampil menarik dan menjadi bahan perhatian banyak orang, sementara kakaknya mungkin tidak lagi mempunyai perhatian di bidang seperti itu. Atau kalaupun masih perhatian tidak sebergejolak seorang remaja. Akibatnya, timbul konflik hanya karena masing-masing mempunyai bobot perhatian berbeda dalam satu bidang—saya tidak mengatakan sebagai tidak peduli, sebab semua orang pasti mempunyai rasa perhatian terhadap segala macam persoalan hanya berapa persen dia peduli dengan hal itu.

Cara berekspresi inilah yang kemudian menimbulkan pengkotak-kotakan tentang budaya Timur-Barat-Utara-Selatan tanpa ada garis batasan wilayah yang jelas. Sampai saat ini kita seringkali mendengar kekuatiran beberapa kalangan tentang budaya Barat dan masih mengagungkan budaya Timur. Di dalam benak kita sangat jelas terbentuk pandangan bahwa budaya Barat adalah budaya yang rusak atau meng-gebyah uyah semua yang berbau Barat adalah rusak, sedangkan budaya Timur adalah budaya yang adiluhung. Bahkan, ada beberapa kalangan yang mengharamkan semua hal yang bersifat Barat. Pikiran yang sederhana seperti itu membuat kita gagap menjawab persoalan apakah kemajuan teknologi bukan termasuk hasil kebudayaan orang-orang “Barat”? Di sisi lain kita juga gagap ketika ditanya apakah budaya Timur yang adiluhung itu? Jawaban yang muncul secara spontan serampangan adalah, “Pokoke Bukan Barat!”. Jawaban seperti itu belum tentu timbul dari pemahaman yang betul mengenai “Barat” itu seperti apa sehingga dapat menjlentrehkan “Bukan Barat”.
***

Gugatan-gugatan seperti itu meminta kita mempertimbangkan penilaian-penilaian kita terhadap wilayah asal budaya yang terlanjur kita konsumsi. Sejarah kebudayaan dan peradaban Barat saat ini ternyata hasil dari sumbangsih peradaban Asia—kalau boleh disebut Islam adalah bagian dari Asia—yang diperoleh dari Yunani dan Rpmawi. Karena itu, menyikapi pengkotakan budaya Timur-Barat-Utara-Selatan tidak pelu ngotot-ngotot sebab bisa diselesaikan di warung kopi—di warung kopi kita menemukan teknologi hasil produksi kemajuan peradaban Barat, seperti HP, dan kita juga menemukan cangkul pak tani yang sedang istirahat setelah lelah bekerja di sawah.

Persoalan yang lebih penting sebenarnya adalah merenungkan dan berpikir apa yang ada di balik budaya Barat dan Timur atau Utara dan Selatan, sehingga kita dapat memberikan penilaian secara arif. Pada saat kita membeli HP, misalnya, kita tentu tidak menanyakan ini produk Barat atau Timur? Apalagi pertanyaan lain yang sangat penting, seperti: Apakah untungnya kita mempunyai HP dan apa kerugiannya? Berat mana antara untung dan ruginya? Dan pertanyaan paling mendasar adalah, apakah saya benar-benar membutuhkan alat komunikasi yang bernama HP atau sekadar karena teman-teman saya mempunyai HP, maka saya juga harus mempunya HP?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu baru lontaran-lontaran iseng yang memunculkan pembahasan lebih mendalam. Di antaranya, apakah kepentingan orang-orang menciptakan HP dan menjual sinyal yang memanfaatkan udara? Bukankah udara diciptakan untuk digunakan oleh seluruh makhluk secara umum dan tidak hanya untuk gelombang radio, sinyal hp, radar, dll. Benarkah kepentingan pembuatan teknologi murni untuk kepentingan manusia secara menyeluruh, tetapi mengapa hanya orang-orang yang berduit mempunyai alat-alat teknologi yang maju?

Saya mempunyai teman yang tidak mau disebut ketinggalan zaman, sebut saja namanya Polan. Polan berpendapat bahwa ukuran tidak ketinggalan zaman adalah apa saja yang dilakukan oleh teman-temannya, tentu saja termasuk saya. Kalau temannya membeli sepatu merk Adidas, maka dua hari kemudian dia pasti sudah memilikinya. Begitu pula dengan barang-barang lainnya. Kemudian, kami bersepakat untuk memiliki barang-barang yang berbeda merk dan jenisnya antara satu sama lain dan satu bulan kemudian kami ganti dengan merk dan jenis lain. Secara ekonomi Polan memang kaya dan dituruti segala kemauannya. Sehingga, apa yang kami miliki juga dimiliki oleh orang lain.

Pada suatu hari kami mengajak Polan ke tempat pariwisata. Polan sama sekali belum pernah ke tempat itu. Saat kami sedang asik-asiknya ngobrol, Polan kebelet untuk buang air kecil. Salah seorang teman kami mengatakan bahwa kencing di tempat ini berbeda dengan kencing di tempat lain dan harus sesuai dengan syarat-syaratnya. Kami semua pun berpendapat seperti itu. Polan minta kami untuk mengantarkannya dan memberi contoh, tetapi tak seorang pun yang mau karena tidak ada yang akan kencing dan kami memberikan jalan keluar agar dia menonton orang lain sebelum kencing. Polan sangat senang dan langsung berangkat. Sepuluh menit kemudian kami melihat Polan yang datang dengan lebam di pipi karena dipukul seorang preman.

Memang, sangat sulit untuk membedakan antara terbuka—di kalangan remaja dikenal dengan istilah “Gaul”, “Ngetrend”, “Gak Telmi”, “Pop”, dll—dengan tidak mempunyai identitas. Kalimat yang paling harus diperhatikan adalah bahwa manusia “menciptakan” kebudayaan dan kebudayaan “mempengaruhi” manusia. Seorang rocker dapat menciptakan kebudayaan rocker karena “rocker juga manusia” dan bukankah kita juga adalah manusia yang dapat menciptakan kebudayaan meskipun kita belum tentu rocker? So what gitu loh?
Ya, kita tidak bisa membiarkan sifat terbuka melindas identitas kita. Pertanyaannya kemudian, apa sih identitas kita?

Munculnya sebuah kebudayaan dari suatu kawasan tentu tidak lepas dari kepentingan-kepentingan masyarakat itu. Apakah kepentingan di balik kebudayaan masyarakat Eropa yang berpakaian terbuka? Apakah hal itu dipengaruhi oleh kondisi alam dan cuaca, stok kain yang terbatas, para pendahulu mereka yang suka telanjang, atau sebab-sebab lain? Apakah hal itu sama dengan kondisi kita sehingga harus memilih untuk berpakaian minim juga?

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan mengajak kita berpikir tentang kondisi alam, faktor ekonomi, sejarah, dan kepentingan-kepentingan lain. Pengetahuan tentang semua itu setidaknya membuat seseorang tidak gagap memahami dan membaca suatu fenomena budaya, begitu pula ketika membaca karakter orang dari kawasan tertentu.
Sebagai penutup, kita masih sering mendengar bahwa nenek moyang kita dulu orang-orang sakti, tetapi mengapa penjajahan kolonial Belanda dapat bertahan sampai 350 tahun ditambah 3,5 tahun penjajahan Jepang? Siapakah sebenarnya yang menyebut nenek moyang kita sakti? Mengapa mereka menyebut nenek moyang kita sakti? Apakah kepentingan mereka menyebut nenek moyang kita sakti?

Begitulah, kita masih harus banyak bertanya kemudian mencari jawabannya, sebab banyak hal yang masih belum kita ketahui. Dan, Jurnal Kebudayaan “The Sandour” merupakan salah satu ikhtiar dari orang-orang Lamongan untuk mencari identitas budayanya, sebagai manusia yang tinggal di Lamongan secara khusus dan Indonesia secara umum, di tengah berbagai macam warna dan bentuk kebudayaan yang sedang berkelebat saat ini. Bacalah tulisan Raudal Ranjung Banua yang tidak menganggap sepenuhnya salah aksi teroris yang terlanjur disematkan untuk orang-orang Lamongan, bacalah tulisan Nurel Javissyarqi yang mengungkapkan bahwa filsuf dan sastrawan dunia dari India terpukau oleh negeri kita, bacalah tulisan Joko Sandur yang berbagi pengalamannya tentang tradisi Lamongan, bacalah cerpen AS Sumbawi yang namanya tidak asing di surat-surat kabar, dan masih banyak lagi penulis-penulis berkaliber nasional.

Ternyata, kita mempunyai budaya sendiri…
***

1 komentar:

ASP mengatakan...

ide budaya kita, bioleh juga tuh, buat kita tetap percaya diri. http://baganbatublog.blogspot.com/

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest