Senin, 26 Januari 2009

Glonggong, Sisi Lain dari Kepahlawanan Pangeran Diponegoro

Jody Setiawan
http://www.riaupos.com/

Namanya sebenarnya Danukusuma. Tapi ia lebih suka dipanggil Glonggong. Ia tidak mengenal ayahnya, Ki Sena, yang menghilang setelah terlibat sebuah pemberontakan yang gagal pada tahun 1810. Ibunya, Wahyuningsih, menikah lagi dengan Suwanda dan kedua kakaknya beralih menjadi tanggung jawab kerabat ibunya. Ia tidak pernah bertemu kedua kakaknya.

Sejak kecil Danukusuma memiliki kegemaran bermain glonggong --tangkai daun (pelepah) pepaya, yang dibentuk menyerupai pedang. Suatu hari, ketika sedang bermain glonggong, Danukusuma mendapatkan nama baru, yang akan melekat padanya seumur hidup, dari penunggang kuda yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Diponegoro. Akhirnya, bukan hanya menyandang nama glonggong, pedang tangkai pepaya itu juga membuat hidup Danukusuma berbeda (dia mengatakan: tanpa ada glonggong, aku boleh jadi akan seperti ibuku).

Di tengah-tengah keriangan masa kecil, menjalani hidup bermain dan bertanding glonggong, Glonggong diperkenalkan dengan kerasnya kehidupan. Kewarasan ibunya yang terganggu membuat ia dan ibunya tersingkir, dan mau tidak mau ibunya yang sakit menjadi tanggung jawab Glonggong remaja. Tidak ada penjelasan mengenai terganggunya kewarasan ibu Glonggong. Ia diceritakan sebagai sosok yang tidak banyak bicara yang kerjanya menembang setiap hari.

Pada tahun 1825, saat berusia 17 tahun, ketika pemberontakan yang melibatkan Ki Sena gagal dan Suwanda membawa pergi ibu Glonggong (1810), saat itu Glonggong berusia kurang dari 1 tahun), tempat tinggal Glonggong dan ibunya terbakar, ibunya meninggal, dan Glonggong hidup sebatang kara. Menyusul kejadian sedih yang menimpa Glonggong, patok-patok dipasang, sebuah jalan hendak dibuat menerobos pekarangan Nyai Tegalreja, nenek Pangeran Diponegoro. Patok-patok itu kemudian dicabut, korban berjatuhan, puri Nyai Tegalreja terbakar, dan bersama pengikutnya, Pangeran Diponegoro meninggalkan Tegalreja, menuju Selarong. Perang Jawa (Java Oorlog) pun berkobar memecahkan masyarakat Jawa ke dalam 2 kutub. Pertama, memihak Pangeran Diponegoro dan melawan kompeni Belanda; kedua, memihak Patih Danureja (pihak keraton) yang mengadakan perselingkuhan dengan kompeni Belanda.

Dalam situasi genting, huru-hara berdarah, di sela-sela usaha Glonggong menemukan saudara-saudaranya, Glonggong dijebloskan dalam penjara. Di sini ia bertemu Ki Jayasurata yang mengajaknya membantu perjuangan Pangeran Diponegoro, menggantikan tugas yang pernah diemban Ki Sena dan dua kenalan Glonggong.

Dalam perjalanan menjalankan tugas, Glonggong dihadang gerombolan begal yang dipimpin oleh orang yang sangat dikenalnya. Seperti pendahulunya, Glonggong mencatat kegagalan dalam tugas yang sama.

Perjalanan Glonggong selanjutnya akan membuat ia berhadapan dengan sejumlah kenyataan yang sulit untuk ia terima. Bukan hanya pengungkapan misteri kedua kakaknya yang mengejutkan, tapi juga bagaimana para pendukung Pangeran Diponegoro meninggalkan perjuangan karena lebih memilih kehidupan yang enak dan nyaman sekalipun tetap terjajah. Saat itu, orang-orang yang dikenalnya sejak dari masa kecil hingga Perang Jawa berkecamuk, menggoreskan noda dalam jiwanya. Salah satunya, menggunakan nama Glonggong untuk membalaskan dendam masa lalu yang tak terduga.

Hanya satu yang menjadi tujuan hidup Glonggong setelah semua perkara yang disaksikannya nyaris membuatnya lantak dalam kekecewaan, bertemu Pangeran Diponegoro untuk meluruskan kesalahan yang pernah ia lakukan. 28 Maret 1830, di Magelang, di sebuah tempat yang mengingatkannya pada suatu masa dalam hidupnya yang telah lama berlalu, ia meneteskan lagi air mata yang mengering sejak kepergian ibunya. Apa yang ia saksikan di sana memberi suntikan semangat untuk menulis kisah berjudul Glonggong, yang (kemudian) kita baca dalam novel berjudul Glonggong ini. Glonggong kembali ke Tegalreja, dan baru bisa menuntaskan kisah hidupnya 25 tahun lebih setelah peristiwa Magelang itu dan hampir setahun sesudah mangkatnya Pangeran Diponegoro. Lewat kisahnya, Glonggong berharap siapa saja yang membaca tulisannya bisa memetik pelajaran berharga.

Glonggong adalah novel pertama Junaedi Setiyono, penulis kelahiran Kebumen, 16 Desember 1965. Ia juga telah menulis puisi dan cerpen, yang antara lain dapat ditemukan dalam antologi Kemuning (2005). Glonggong yang diikutkannya dalam sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 2006, terpilih sebagai Pemenang Harapan 1 dari 249 naskah novel yang dinilai.

Membaca novel ini, kita akan menemukan kisah berlatar masa-masa sebelum, sementara, hingga Perang Jawa (1825-1830) berkecamuk dan berakhir mengenai seorang pengagum Pangeran Dipanegara. Kisah hidup Glonggong dielaborasi dengan lancar dalam plot yang menawan yang bergerak cepat di tengah kesulitan hidup, maraknya intrik politik, dan gairah serta napsu terhadap harta, tahta, dan wanita. Seluruhnya dijabarkan dalam 6 bagian yang diberi judul menggunakan bahasa Jawa, masing-masing: “Beda-beda Pandumaning Dumadi”, “Mikul Dhuwur Mendhem Jero”, “Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi Ditohi Pati”, “Cakra Manggilingan”, “Yitna Yuwana Lena Kena”, dan “Jer Basuki Mawa Bea”. Dengan latar Jawa yang digunakan, tak pelak lagi, dalam perguliran plot, kita akan disapa dengan sejumlah kosakata Jawa yang artinya dapat ditengok pada bagian glosari di bagian belakang buku.

Dengan plot yang bergulir cepat, dibentangkan menggunakan bahasa yang tanpa kerumitan (di luar kosakata Jawa atau Belanda), pembaca akan menikmati sajian kisah yang tidak menjadi membosankan sampai halaman terakhir berlalu. Penggunaan bahasa yang terbilang sederhana, tanpa bunga-bunga atau metafora segar yang melimpah ruah bisa dipahami mempertimbangkan kisah digelontor dari perspektif Glonggong. Meski bisa baca-tulis, Glonggong tidak pernah diceritakan mengenyam pendidikan formil pada zamannya.

Melalui Glonggong, agaknya penulis hendak menunjukkan jika ia bukan penulis yang murah hati memberikan detail. Ketika apa yang hendak ia sampaikan telah tercetus, ia akan segera melanjutkan kisah guna mencapai tujuan yang dikehendakinya. Hanya, akibat dari teknik ini, ada hal-hal terkesan mengambang, tidak jelas. Seperti keputusan ibu Glonggong menikahi Suwanda dan membiarkan kedua anaknya pergi, tidak ada detail yang sebenarnya perlu mempertimbangkan hal ini berperan penting dalam perjalanan hidup Glonggong selanjutnya. Penggunaan narator yang tidak serbatahu tentu saja bukan alasan untuk mengabaikan detail penting. Meskipun begitu, teknik ini memiliki keunggulan dari sisi lain, yaitu saat Glonggong menarasikan suara hatinya, karena tidak berpanjang lebar, pesannya tidak luncas dan tidak terjebak pada gaya menggurui yang kerap sangat menjengkelkan.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest