Kamis, 18 Desember 2008

Sebuah Kota, Sajak, dan Pembangunan

Y. Wibowo
http://kebunlada.blogspot.com/

ISBEDY stiawan Z.S. menuliskan artikel fantastis sekaligus miris dalam momentum Hari Ulang Tahun ke-322 Kota Bandar Lampung, 17 Juni 2004, berjudul "Kota tanpa Ruang Kontemplatif" (Lampung Post, 19 Juni 2004). Menurut penulis, dalam merefleksikan "kenangan yang berjalan", Bang Isbedy melihat Kota Bandar Lampung adalah sebuah sajak yang terdedah karena alam dan didedahkan sistem dan kebijakan. Namun, dari sisi wajah arsitektur yang dinamik dan problematik belum terungkap.

Memang hal ini bisa saja terjadi dan dialami setiap insan atau warga yang tinggal dalam satu komunitas/masyarakat di mana pun ia berhuni. Terlebih ungkapan-ungkapan perasaan akan kenangan dalam kurun waktu dan tempat tertentu, yang sekaligus dapat mengingatkan dan menghapus jejak ingatan kita.

Dapat diamati bagaimana dinamika kota dipengaruhi perkembangan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya. Artinya, perkembangan masyarakat terungkap dalam perkembangan kota. Dinamika ini terjadi secara alamiah karena masyarakat selalu memiliki kecenderungan mengekspresikan kehidupan melalui perkembangannya. Dalam skala mikro, misalnya, keluarga sebagai rumah tangga selalu ingin memperbaiki dan mengembangkan rumah sesuai dengan kemampuannya, terutama jika memiliki rumah sendiri. Dalam realitasnya, hal ini sedikit berbeda seandainya rumah yang ditempati keluarga itu bukan milik sendiri.

Masalah itu muncul karena perasaan akan identitas tempatnya telah berkurang. Aspek itu juga perlu diperhatikan dalam skala makro; jika rasa memiliki di suatu kawasan tidak dipunyai masyarakat setempat, maka perasaan akan identitas terhadap suatu tempat menjadi sedikit. Sehingga, dorongan untuk mengembangkan kawasan yang baik sesuai dengan perkembangan masyarakat pun menjadi tidak cukup besar.

Perubahan wajah Kota Bandar Lampung cenderung meningkat dalam beberapa dekade. Ini sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut selalu adanya penyesuaian bagi setiap sektor yang akan menunjang perkembangan tersebut. Berbagai kemajuan diraih, baik dalam sektor formal maupun informal. Begitu pula fasilitas umum, terus dibenahi dengan menambah fasilitas.

Berdasarkan catatan sejarah, Kota Bandar Lampung dapat diilustrasikan secara keseluruhan tidak bersifat statis karena memiliki hubungan erat dengan kehidupan pelakunya yang dilaksanakan dalam dimensi waktu. Dari dimensi waktu, dinamika perkembangan kota ini pada prinsipnya baik dan alamiah karena perkembangan itu merupakan ekspresi perkembangan masyarakat.

Menyatunya Kota Tanjungkarang dan Telukbetung adalah konsekwensi logis dari tiga cara dasar di dalam kota. Markus Zahnd (Perancangan Kota Secara Terpadu. Kanisius-Soegriyapranata University Press, 1999) menyebutkan ada tiga istilah teknis, yaitu, pertama, perkembangan horizontal atau perkembangan yang mengarah ke luar. Artinya, daerah bertambah, sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan terbangun (coverage) tetap sama. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pinggir kota, di mana lahan masih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota (di mana banyak keramaian).

Kedua, perkembangan vertikal atau perkembangan yang mengarah ke atas. Dalam hal ini, daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun tetap sama, sedangkan ketinggian bangunan bertambah. Cara ini sering terjadi di pusat kota, di mana harga lahan mahal dan di pusat-pusat perdagangan.

Ketiga, perkembangan interstisial atau perkembangan yang dilangsungkan ke dalam. Dalam hal ini, daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota, di mana antara pusat dan daerah pinggiran yang kawasannya dibatasi dan hanya dapat dipadatkan.

Memang perkembangan sebagaimana dijelaskan di atas tidak hanya terjadi satu per satu, melainkan bersamaan. Dewasa ini dengan dinamika yang sangat cepat, implikasi kualitas perkembangannya sering kurang baik. Sebab, Kota Bandar Lampung membutuhkan manusia yang bertindak.

Keterlibatan itu (harus) terjadi dalam dua skala atau prespektif: "dari atas" dan "bawah". Skala "dari atas" memperhatikan aktivitas ekonomis-politis (sistem keuangan, sistem kekuasaan/kebijakan, dsb.) yang bersifat agak abstrak. Sedangkan skala "dari bawah" berfokus secara konkret pada perilaku manusia (kegiatan, perbuatan, dsb.). Jadi, tak heran jika Winston Churchill mengatakan, "Manusia akan membentuk kota, kemudian kota akan membentuk manusia".

Perlu diingat bahwa kota merupakan hasil suatu karya seni sosial. Oleh sebab itu, menilik kenyataan Kota Bandar Lampung dengan adanya perbedaan kultur, agama, etnis, geografis, iklim, teknologi, ideologi, dan lain-lain, seharusnya wajah perkotaan tidak perlu persamaan, tentunya dengan adanya land mark kota. Namun, dalam perkembangannya--yang hampir tidak dapat dihindari kota-kota di Indonesia--adalah terjadinya penyeragaman pembangunan. Jelas sekali gejala penyeragaman wajah kota dengan bentuk-bentuk jiplakan, duplikasi, triplikasi, bahkan multiplikasi harus diantisipasi sedini mungkin, agar tidak terjadi keseragaman wajah kota yang pada akhirnya menimbulkan kemonotononan fasade kota.

Keseragaman wajah kota mengakibatkan tidak adanya identitas kota yang menjadi ciri khas dan kemudian akan disusul dengan menghilangnya kultur-kultur asli karena pergeseran nilai-nilai dengan apa yang disebut modernisme. Dampak yang paling serius adalah terjadinya kejenuhan dalam sikap masyarakat kota yang akhirnya akan berdampak ke masalah urbanisasi (seperti PKL yang menghiasi wajah kota) yang saat ini masih menjadi polemik untuk menentukan jalan keluarnya. Sedangkan penyeragaman di sisi lain, warga kota lazimnya bahasa kekuasaan yang diterapkan bagitu saja pada masyarakat yang kendati mayoritas, sekadar menjadi masyarakat pinggiran (objek).

Para arsitek dan perencana kota tidak boleh menyerah pada nasib dan membela diri. "Kita sekadar merancang dan merencana, tetapi keputusan akhir ditentukan penentu kebijakan, penguasa, dan pengusaha," demikian pernah dinyatakan Prof. Eko Budihardjo. Kita juga tidak boleh terjebak pada isme-isme yang melanda dan berasal dari negara adidaya, dalam menentukan arah perencanaan dan pengembangan kota.
***

Kota harus membuat betah dam mensejahterakan penduduknya, nyaman dihuni dan enak untuk dilihat. Ibarat sajak yang menyentuh dawai-dawai emosi dengan segala ungkapan-ungkapan cerminan suara hati yang dimanifestasikan dalam bentuk desain. Dapat dibayangkan, Kota Bandar Lampung yang kaya dengan sumber ilham kesenian tradisional yang apabila dapat diwujudkan dengan memadukan unsur seni dan sajak ke dalam proses perancangan dan perencanaan arsitektur.

Karena sebuah kota adalah panggung kenangan, cerminan sejarah dari masyarakatnya secara visual. Antara city dan citizen terdapat keterkaitan yang sangat dekat, saling menjalin, saling memengaruhi. Keunikan perilaku warga kota, kekhasan adapt istiadat, beragam lokasi geografis dan iklimnya dan variasi seni rupa yang diciptakan, semuanya berkontribusi terhadap penampilan dan citra kota.

Tak kenal maka tak sayang. Pepatah tersebut ternyata berlaku dalam rasa memiliki. Sebesar apa anda mengenal anatomi kota tempat anda tinggal. Makin dalam menyelami seluk beluk kota, akan memperdalam perasaan cinta dan memiliki atas kota serta Anda akan merasa bagiannya dari kehidupan seluruh masyarakatnya, dan bukan sekadar tempat tinggal dan me-nguber kebutuhan ekonomi. Lontaran Bang Isbedy tentang kebutuhan "ruang kontemplatif" muncul dalam gagasan membangun "jiwa warga kota" yang ingin terlibat dan melihat pertunjukan berbagai rumpun kesenian nampaknya perlu direspons positif. Sebab kota tanpa tanpa "jiwa" apalah artinya?!
***

Perubahan paradigma pembangunan dapat kita telusuri dari pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang merupakan konsep dasar otonomi daerah. Saat ini paradigma pembangunan berubah--walaupun kebiasaan lama kadang kala masih dijalankan--dari sistem yang represif sentralistik dan bersifat top down menuju pembangunan yang menekankan partisipasi aktif masyarakat menentukan kebijakan pembangunan.

Untuk menentukan arah pembangunan Kota Bandar Lampung, hal ini erat berkait dengan visi pembangunan kota. Sedangkan untuk mencapai tujuannya, diperlukan ketersediaan software maupun hardware yang relatif memadai untuk dikembangkan. Tidaklah perlu perdebatan konsep otonomi daerah karena di sana jelas termaktub bagaimana pembangunan mesti melibatkan partisipasi warga kota. Lalu mengapa masih ada ungkapan; mana cita-cita kita semua dulu yang komit dan ikrarkan bersama untuk menjadikan kota ini sebuah "kota dalam taman", mana rasa memiliki dan rasa cinta kita terhadap kota ini yang selama ini kita dengung-dengungkan? (Nurdin Muhayat, mantan Wali Kota Bandar Lampung periode 1986--1995, Lampung Post, 17 Juni 2004).

Pemikiran di atas mendorong kita mengkaji ulang relevansi berbagai teori pembangunan (ekonomi modern) dan pembangunan yang cenderung praktis-pragmatis bagi kelangsungan hidup manusia yang nyaman, damai dan tenteram. Berbagai teori ekonomi dan pembangunan yang selama ini kita kenal, lebih mendorong manusia hidup serakah dengan menguras habis sumber daya. Tujuan strategisnya hanya satu, yaitu agar manusia dalam tempo singkat bisa menikmati segala fasilitas hidup. Hal ini sering mendorong seseorang tidak lagi peduli pada situasi selanjutnya.

Sehingga, peran serta masyarakat secara aktif dalam menentukan penataan kawasan kota juga merupakan partisipasi dan wadah bersosialisasi, sebagai kontribusi atas tanggung jawab jejak sejarah dan kelestarian Kota Bandar Lampung yang menyimpan potensi besar pada sektor wisata budaya dan berbagai sektor lainnya. Pada akhirnya, Bandar Lampung dapat menjadi kawasan yang partisipatif serta dapat diakses bagi semua, selamat, dan tetaplah menggeliat kotaku!

*) Penyair, tinggal di Lampung/ LampungPost,22Juni2004

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest