Kamis, 30 Oktober 2008

KRITIK SEORANG DARA PADA LELAKI ISENG

Maman S Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

“Rumah Dara” adalah cerpen pertama Titis Basino yang dimuat majalah Sastra, No. 12, Th. II, 1962. Sebagai cerpen seorang pemula yang ditulis Titis dalam usia 23 tahun ketika ia menjadi mahasiswa FSUI, tentu saja cerpen ini tergolong mengejutkan. Bahasanya mengalir tenang, potret sosial yang diangkatnya barangkali mewakili kondisi anak dara seusia itu pada zamannya, dan emosi yang dihembuskan si tokoh aku, terkesan begitu arif dan matang. Sepertinya, tokoh aku dalam cerpen itu laksana seorang dewasa yang melihat teman-teman sebayanya berbuat sesuatu yang tak pantas menurut norma.

Secara tematis, cerpen ini mesti diakui, tidaklah terlalu istimewa. Sebuah problem sosial yang sangat mungkin bisa terjadi tidak hanya di kota-kota besar di mana pun, tetapi juga di pedesaan ketika masuk pengaruh luar. Oleh karena itu, tema cerpen ini sesungguhnya universal. Bagaimanapun, peristiwa semacam ini, mungkin pula terjadi kapan saja. Dalam hal ini, ketika seseorang memasuki wilayah usia transisi antara remaja dan dewasa, bisa saja ia tiba-tiba merasa sudah sangat dewasa dan bergaul dengan orang-orang yang jauh lebih dewasa. Maka, berbagai kemungkinan buruk pun dapat saja terjadi. Jadi, Titis pada masa itu sudah dapat mencermati bagaimana perubahan sikap, perilaku, dan kultur, mulai melanda kalangan anak dara masa itu atau perubahan itu terjadi pada seseorang ketika ia memasuki usia-usia transisi.

Dalam hal pelukisan latar tempat, tampak benar penulisnya masih mengesankan kegagapan. Namun, ketika ia mengangkat karakter tokoh-tokohnya, baik teman-teman di pondokannya, maupun para lelaki hidung belang yang baru dikenalnya, Titis berhasil mengungkapkan sebuah potret sosial. Dan keberhasilan itu justru dilakukan melalui penggambaran yang terkesan begitu bersahaja; lugu dan sederhana. Perhatikan kutipan berikut ini:

Kamarku di depan. Aku bisa melihat keluar masuknya teman-teman tiap malam Minggu kalau aku mau; tapi itu merupakan barang yang aku haramkan. Memang hatiku selalu mengajak menengok siapa gerangan teman ke luar mereka malam ini. Dan sekali dua kali keinginan ini tak bisa aku tahan kalau sudah aku dengar betapa sibuk dan riuhnya mereka di depan pintu. Laki-laki itu ingin bicara terus dan temanku selalu ingin lekas-lekas masuk. Dan laki-laki itu biasanya masih berbicara setelah duduk dalam mobilnya.

Kalau saat-saat seperti itu aku tengok, pasti aku melihat film tanpa bayar dan tanpa layar ….

Cermati cara bertutur tokoh aku. Ia seperti bercerita tanpa pretensi, tanpa beban. Tetapi di balik itu, ada sesuatu yang disembunyikan. Pernyataan, “Laki-laki itu ingin bicara terus dan temanku selalu ingin lekas-lekas masuk…. laki-laki itu biasanya masih berbicara setelah duduk dalam mobilnya,” sesungguhnya memberi gambaran psikologis yang cukup mendalam mengenai rasa penasaran si lelaki iseng dan rasa kesal si anak dara, teman tokoh aku. Dan seperti lazimnya di banyak asrama wanita, peristiwa seperti itu, bukanlah hal yang luar biasa lagi.

Demikian pula pernyataan: “Kalau saat-saat seperti itu aku tengok, pasti aku melihat film tanpa bayar dan tanpa layar ….” menunjukkan kearifan Titis Basino yang tidak mau mengatakan adegan “film tanpa bayar dan tanpa layar” secara eksplisit. Meski begitu, kita tahu bahwa itu dimaksudkan sebagai adegan berciuman atau sejenisnya. Jadi, pilihan kata, kalimat dan ungkapan dalam cerpen ini memperlihatkan kecerdasan pengarangnya untuk menjaga agar cara bertuturnya tidak jatuh pada pernyataan-pernyataan yang eksplisit dan vulgar.

Ketika si tokoh aku menimbang-nimbang beberapa temannya yang hendak dipilih menjadi pemimpin rumah pondokan, deskripsi mengenai teman-temannya (Jus, Norma, dan Marselia), juga sepertinya tanpa maksud apa-apa. Padahal, deskripsi itu justru menjadi salah satu bagian penting dalam kerangka membangun tema yang hendak disampaikan. Marselia yang dianggap saleh, misalnya, ternyata menyimpan sisi gelap di belakangnya. Dan si tokoh aku menyampaikannya, juga dengan cara implisit.

Pagi-pagi aku bangun oleh ketukan pintu depan. Dan setengah tidur aku buka pintu. Berdirilah di depanku Marsel dengan bajunya yang hanya bertali kecil di pundaknya.

….

– Aku kira kau sudah siap ke gereja pagi ini. Kiranya pulang juga belum. Aku menyindir tanpa melihat reaksi apa yang ada di mukanya. Marsel diam tidak menyahut. Kediaman tiap pencuri yang ketahuan.

Adakah hal yang aneh dalam kutipan di atas? Perhatikan gambaran baju Marsel yang disampaikan tokoh aku: “… bajunya yang hanya bertali kecil di pundaknya” dapat saja sebenarnya dikatakan: bagian dadanya setengah telanjang atau bajunya setengah terbuka, tanpa bra. Lalu, apa yang terjadi jika seorang dara dengan pakaian yang seperti itu, baru pulang pagi hari? Pasti ada sesuatu yang tak beres, satu penyimpangan norma yang tak perlu disampaikan secara eksplisit. Dan Marsel sendiri mengakui perbuatannya tanpa harus mengatakannya: “Marsel diam tidak menyahut. Kediaman tiap pencuri yang ketahuan.”

Mengapa mesti menggunakan ungkapan: “Kediaman tiap pencuri yang ketahuan” dan bukan “pencuri yang tertangkap basah”? Mengapa pula dianalogikan dengan pencuri? Jelas di sini Titis berusaha menghindar bentuk klise. Selain itu, makna ungkapan “pencuri yang tertangkap basah” cenderung mengesankan sebagai suatu pekerjaan atau perbuatan profesional. Sementara, ungkapan “pencuri yang ketahuan” lebih bermakna mencuri sebagai keisengan, sekadar coba-coba atau dilakukan seorang amatiran. Kembali soal pilihan kata menjadikan cerpen ini terasa matang.

Tiga nama tokoh (Jus, Norma, dan Marsel) yang disampaikan tokoh aku, boleh jadi merupakan representasi anak-anak dara yang lepas kendali. Jus yang semula dianggap sering marah dan kurang bergaul, justru yang kemudian menceburkan tokoh aku pada lingkungan pergaulan lelaki hidung belang. Norma yang terlalu sering ke luar malam, belakangan malah menjadi orang pertama yang menyadari adanya ketidakberesan dalam pergaulan anak-anak dara di rumah pondokan itu.

***

Kepiawaian Titis tidak hanya pada penggambaran karakter tokoh-tokoh wanita yang memang telah menjadi bagian dari dirinya selaku wanita, tetapi juga pada penggambaran tokoh lelaki. Bagaimana keadaan pesta para lelaki iseng, cara menggombalnya, dan sekaligus taktik menjerat buruannya. Semua disajikan secara cukup meyakinkan. Perhatikan kutipan berikut ini:

Begitulah malam itu aku ada di situ. Di antara orang-orang yang bukan lingkung-anku. Semua tampangnya bulat dan gemuk. Pipinya seperti memakan sesuatu. Tertawanya amat memuakkan.

Aku ingat pesta di sekolah. Semua kelihatan muda dan segar. Sedang yang ada saat itu semua muram dan mesum. Katanya pesta, tapi orang-orangnya hanya minum bir dan merokok. Sambil sebentar-sebentar tertawa antara mereka. ….

Ada kontras yang hendak diangkat di sana: pesta yang bukan lingkungannya dengan pesta di sekolah. Semua tampangnya bulat dan gemuk, semua muram dan mesum, hanya minum bir dan merokok, dan sebentar-sebentar tertawa “ dengan keadaan pesta di sekolah yang semua kelihatan muda dan segar. Tentu pesta di dalam sekolah tidak ada orang minum bir dan merokok. Gambaran orang-orang dengan sosok: bulat-gemuk, muram-mesum, yang ditingkahi bir-rokok, dan tertawa merupakan prototipe para lelaki iseng yang kelebihan uang dan di rumah tak bahagia. Bir-rokok dan tertawa itu juga merupakan bagian penting yang selalu menjadi semacam aksesoris para lelaki semacam itu.

Kontras itu tidak hanya antara pesta anak-anak sekolah dan pesta para lelaki iseng, tetapi juga wajah dan perilaku mereka. Muram dan mesum dengan tertawa menunjukkan betapa para lelaki iseng itu penuh diliputi kemunafikan, kamuflase dari keadaan jiwanya yang tak beres. Dengan deskripsi seperti itu, makin jelas bagaimana anak-anak dara itu mencoba-coba menjadi orang dewasa dan bergaul dengan para lelaki yang sudah sangat matang dalam persoalan yang berkaitan dengan hubungan jantina. Jadi, kembali, cerpen yang tampaknya sederhana ini, sesungguhnya menyimpan problem sosial yang serius.

Gambaran tersebut didukung pula oleh cara lelaki itu menggombal dan menjerat mangsa buruannya. Bahwa tokoh aku kemudian pulang diantar oleh salah seorang lelaki itu dan ia merasa telah ditolong lelaki baik-baik, menunjukkan kemahiran menggombal dan menjerat lelaki itu dan sekaligus juga memperlihatkan keluguan si tokoh aku. Belakangan diketahui bahwa lelaki yang dianggap sebagai orang baik-baik itu, ternyata tunangan Norma, temannya. Dan Norma sendiri menyadari kelakuannya yang kacau.

Di akhir cerita, Norma bermaksud pindah pondokan. Ketika lelaki itu datang dan mengetahui bahwa Norma tak ada di situ, lelaki itu malah mengajak tokoh aku dengan memperlihatkan setumpuk uang. “Aku ternganga. Dia tertawa terkekeh-kekeh dan aku tinggalkan dia menyelesaikan tertawanya.” Sebuah pesan terselubung berhasil disampaikan pengarang. Meninggalkan lelaki itu menyelesaikan tertawanya memperlihatkan sebuah garis demarkasi; dua dunia yang berbeda; tokoh aku punya sikap yang tak tergoda uang, dan si lelaki itu dibiarkan menyelesaikan kamuflasenya.

***

Sebagai sebuah cerpen seorang pemula, karya ini secara jelas memperlihatkan potensi pengarang dalam menyajikan fakta sosial. Kritiknya yang halus dan pesan-pesan moralnya yang terselubung telah menempatkan cerpen ini tidak jatuh pada cerita populer –apalagi sebagai karya propaganda, yang mengharamkan ketaksaaan (ambiguitas) dan mengharuskan pesan disampaikan secara eksplisit.

Menempatkan cerpen ini di dalam konteks kepengarangan Titis Basino, sangat wajar jika sejumlah pengamat sastra menyebut Titis sebagai pengarang yang cerdas, bahasanya lancar dan segar, jujur dalam mengungkapkan perasaan wanita dan berani menelanjangi kebusukan lelaki. Dan semua itu, sudah tampak dalam cerpen pertamanya ini.

(Maman S. Mahayana, Pengajar FSUI, Depok).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest