Maman S Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
“Rumah Dara” adalah cerpen pertama Titis Basino yang dimuat majalah Sastra, No. 12, Th. II, 1962. Sebagai cerpen seorang pemula yang ditulis Titis dalam usia 23 tahun ketika ia menjadi mahasiswa FSUI, tentu saja cerpen ini tergolong mengejutkan. Bahasanya mengalir tenang, potret sosial yang diangkatnya barangkali mewakili kondisi anak dara seusia itu pada zamannya, dan emosi yang dihembuskan si tokoh aku, terkesan begitu arif dan matang. Sepertinya, tokoh aku dalam cerpen itu laksana seorang dewasa yang melihat teman-teman sebayanya berbuat sesuatu yang tak pantas menurut norma.
Secara tematis, cerpen ini mesti diakui, tidaklah terlalu istimewa. Sebuah problem sosial yang sangat mungkin bisa terjadi tidak hanya di kota-kota besar di mana pun, tetapi juga di pedesaan ketika masuk pengaruh luar. Oleh karena itu, tema cerpen ini sesungguhnya universal. Bagaimanapun, peristiwa semacam ini, mungkin pula terjadi kapan saja. Dalam hal ini, ketika seseorang memasuki wilayah usia transisi antara remaja dan dewasa, bisa saja ia tiba-tiba merasa sudah sangat dewasa dan bergaul dengan orang-orang yang jauh lebih dewasa. Maka, berbagai kemungkinan buruk pun dapat saja terjadi. Jadi, Titis pada masa itu sudah dapat mencermati bagaimana perubahan sikap, perilaku, dan kultur, mulai melanda kalangan anak dara masa itu atau perubahan itu terjadi pada seseorang ketika ia memasuki usia-usia transisi.
Dalam hal pelukisan latar tempat, tampak benar penulisnya masih mengesankan kegagapan. Namun, ketika ia mengangkat karakter tokoh-tokohnya, baik teman-teman di pondokannya, maupun para lelaki hidung belang yang baru dikenalnya, Titis berhasil mengungkapkan sebuah potret sosial. Dan keberhasilan itu justru dilakukan melalui penggambaran yang terkesan begitu bersahaja; lugu dan sederhana. Perhatikan kutipan berikut ini:
Kamarku di depan. Aku bisa melihat keluar masuknya teman-teman tiap malam Minggu kalau aku mau; tapi itu merupakan barang yang aku haramkan. Memang hatiku selalu mengajak menengok siapa gerangan teman ke luar mereka malam ini. Dan sekali dua kali keinginan ini tak bisa aku tahan kalau sudah aku dengar betapa sibuk dan riuhnya mereka di depan pintu. Laki-laki itu ingin bicara terus dan temanku selalu ingin lekas-lekas masuk. Dan laki-laki itu biasanya masih berbicara setelah duduk dalam mobilnya.
Kalau saat-saat seperti itu aku tengok, pasti aku melihat film tanpa bayar dan tanpa layar ….
Cermati cara bertutur tokoh aku. Ia seperti bercerita tanpa pretensi, tanpa beban. Tetapi di balik itu, ada sesuatu yang disembunyikan. Pernyataan, “Laki-laki itu ingin bicara terus dan temanku selalu ingin lekas-lekas masuk…. laki-laki itu biasanya masih berbicara setelah duduk dalam mobilnya,” sesungguhnya memberi gambaran psikologis yang cukup mendalam mengenai rasa penasaran si lelaki iseng dan rasa kesal si anak dara, teman tokoh aku. Dan seperti lazimnya di banyak asrama wanita, peristiwa seperti itu, bukanlah hal yang luar biasa lagi.
Demikian pula pernyataan: “Kalau saat-saat seperti itu aku tengok, pasti aku melihat film tanpa bayar dan tanpa layar ….” menunjukkan kearifan Titis Basino yang tidak mau mengatakan adegan “film tanpa bayar dan tanpa layar” secara eksplisit. Meski begitu, kita tahu bahwa itu dimaksudkan sebagai adegan berciuman atau sejenisnya. Jadi, pilihan kata, kalimat dan ungkapan dalam cerpen ini memperlihatkan kecerdasan pengarangnya untuk menjaga agar cara bertuturnya tidak jatuh pada pernyataan-pernyataan yang eksplisit dan vulgar.
Ketika si tokoh aku menimbang-nimbang beberapa temannya yang hendak dipilih menjadi pemimpin rumah pondokan, deskripsi mengenai teman-temannya (Jus, Norma, dan Marselia), juga sepertinya tanpa maksud apa-apa. Padahal, deskripsi itu justru menjadi salah satu bagian penting dalam kerangka membangun tema yang hendak disampaikan. Marselia yang dianggap saleh, misalnya, ternyata menyimpan sisi gelap di belakangnya. Dan si tokoh aku menyampaikannya, juga dengan cara implisit.
Pagi-pagi aku bangun oleh ketukan pintu depan. Dan setengah tidur aku buka pintu. Berdirilah di depanku Marsel dengan bajunya yang hanya bertali kecil di pundaknya.
….
– Aku kira kau sudah siap ke gereja pagi ini. Kiranya pulang juga belum. Aku menyindir tanpa melihat reaksi apa yang ada di mukanya. Marsel diam tidak menyahut. Kediaman tiap pencuri yang ketahuan.
Adakah hal yang aneh dalam kutipan di atas? Perhatikan gambaran baju Marsel yang disampaikan tokoh aku: “… bajunya yang hanya bertali kecil di pundaknya” dapat saja sebenarnya dikatakan: bagian dadanya setengah telanjang atau bajunya setengah terbuka, tanpa bra. Lalu, apa yang terjadi jika seorang dara dengan pakaian yang seperti itu, baru pulang pagi hari? Pasti ada sesuatu yang tak beres, satu penyimpangan norma yang tak perlu disampaikan secara eksplisit. Dan Marsel sendiri mengakui perbuatannya tanpa harus mengatakannya: “Marsel diam tidak menyahut. Kediaman tiap pencuri yang ketahuan.”
Mengapa mesti menggunakan ungkapan: “Kediaman tiap pencuri yang ketahuan” dan bukan “pencuri yang tertangkap basah”? Mengapa pula dianalogikan dengan pencuri? Jelas di sini Titis berusaha menghindar bentuk klise. Selain itu, makna ungkapan “pencuri yang tertangkap basah” cenderung mengesankan sebagai suatu pekerjaan atau perbuatan profesional. Sementara, ungkapan “pencuri yang ketahuan” lebih bermakna mencuri sebagai keisengan, sekadar coba-coba atau dilakukan seorang amatiran. Kembali soal pilihan kata menjadikan cerpen ini terasa matang.
Tiga nama tokoh (Jus, Norma, dan Marsel) yang disampaikan tokoh aku, boleh jadi merupakan representasi anak-anak dara yang lepas kendali. Jus yang semula dianggap sering marah dan kurang bergaul, justru yang kemudian menceburkan tokoh aku pada lingkungan pergaulan lelaki hidung belang. Norma yang terlalu sering ke luar malam, belakangan malah menjadi orang pertama yang menyadari adanya ketidakberesan dalam pergaulan anak-anak dara di rumah pondokan itu.
***
Kepiawaian Titis tidak hanya pada penggambaran karakter tokoh-tokoh wanita yang memang telah menjadi bagian dari dirinya selaku wanita, tetapi juga pada penggambaran tokoh lelaki. Bagaimana keadaan pesta para lelaki iseng, cara menggombalnya, dan sekaligus taktik menjerat buruannya. Semua disajikan secara cukup meyakinkan. Perhatikan kutipan berikut ini:
Begitulah malam itu aku ada di situ. Di antara orang-orang yang bukan lingkung-anku. Semua tampangnya bulat dan gemuk. Pipinya seperti memakan sesuatu. Tertawanya amat memuakkan.
Aku ingat pesta di sekolah. Semua kelihatan muda dan segar. Sedang yang ada saat itu semua muram dan mesum. Katanya pesta, tapi orang-orangnya hanya minum bir dan merokok. Sambil sebentar-sebentar tertawa antara mereka. ….
Ada kontras yang hendak diangkat di sana: pesta yang bukan lingkungannya dengan pesta di sekolah. Semua tampangnya bulat dan gemuk, semua muram dan mesum, hanya minum bir dan merokok, dan sebentar-sebentar tertawa “ dengan keadaan pesta di sekolah yang semua kelihatan muda dan segar. Tentu pesta di dalam sekolah tidak ada orang minum bir dan merokok. Gambaran orang-orang dengan sosok: bulat-gemuk, muram-mesum, yang ditingkahi bir-rokok, dan tertawa merupakan prototipe para lelaki iseng yang kelebihan uang dan di rumah tak bahagia. Bir-rokok dan tertawa itu juga merupakan bagian penting yang selalu menjadi semacam aksesoris para lelaki semacam itu.
Kontras itu tidak hanya antara pesta anak-anak sekolah dan pesta para lelaki iseng, tetapi juga wajah dan perilaku mereka. Muram dan mesum dengan tertawa menunjukkan betapa para lelaki iseng itu penuh diliputi kemunafikan, kamuflase dari keadaan jiwanya yang tak beres. Dengan deskripsi seperti itu, makin jelas bagaimana anak-anak dara itu mencoba-coba menjadi orang dewasa dan bergaul dengan para lelaki yang sudah sangat matang dalam persoalan yang berkaitan dengan hubungan jantina. Jadi, kembali, cerpen yang tampaknya sederhana ini, sesungguhnya menyimpan problem sosial yang serius.
Gambaran tersebut didukung pula oleh cara lelaki itu menggombal dan menjerat mangsa buruannya. Bahwa tokoh aku kemudian pulang diantar oleh salah seorang lelaki itu dan ia merasa telah ditolong lelaki baik-baik, menunjukkan kemahiran menggombal dan menjerat lelaki itu dan sekaligus juga memperlihatkan keluguan si tokoh aku. Belakangan diketahui bahwa lelaki yang dianggap sebagai orang baik-baik itu, ternyata tunangan Norma, temannya. Dan Norma sendiri menyadari kelakuannya yang kacau.
Di akhir cerita, Norma bermaksud pindah pondokan. Ketika lelaki itu datang dan mengetahui bahwa Norma tak ada di situ, lelaki itu malah mengajak tokoh aku dengan memperlihatkan setumpuk uang. “Aku ternganga. Dia tertawa terkekeh-kekeh dan aku tinggalkan dia menyelesaikan tertawanya.” Sebuah pesan terselubung berhasil disampaikan pengarang. Meninggalkan lelaki itu menyelesaikan tertawanya memperlihatkan sebuah garis demarkasi; dua dunia yang berbeda; tokoh aku punya sikap yang tak tergoda uang, dan si lelaki itu dibiarkan menyelesaikan kamuflasenya.
***
Sebagai sebuah cerpen seorang pemula, karya ini secara jelas memperlihatkan potensi pengarang dalam menyajikan fakta sosial. Kritiknya yang halus dan pesan-pesan moralnya yang terselubung telah menempatkan cerpen ini tidak jatuh pada cerita populer –apalagi sebagai karya propaganda, yang mengharamkan ketaksaaan (ambiguitas) dan mengharuskan pesan disampaikan secara eksplisit.
Menempatkan cerpen ini di dalam konteks kepengarangan Titis Basino, sangat wajar jika sejumlah pengamat sastra menyebut Titis sebagai pengarang yang cerdas, bahasanya lancar dan segar, jujur dalam mengungkapkan perasaan wanita dan berani menelanjangi kebusukan lelaki. Dan semua itu, sudah tampak dalam cerpen pertamanya ini.
(Maman S. Mahayana, Pengajar FSUI, Depok).
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar