Jawa Pos, 28 Sep 2008
Imam Muhtarom
Aku duduk dekat jendela. Jarum jam melorot ke bawah, tepat di angka tiga. Kuhabiskan sisa sore yang berkabut menatap langit menggenang. Aku ambil sebotol bir hitam dan sebotol vodka. Kugerojok ke tenggorokan. Aku rasakan cairan itu turun dan tak lama aku rasakan bagaimana napas semakin melemah, tubuh mulai kosong, mati.
Apakah mati begitu mudah? Aku banting gelas di atas meja. Pecahannya memburai ke segenap ruang. Terasa sisa alkohol menyeruak di syaraf-syaraf otakku. ''Apakah aku besok tetap berdiri tegak ketika kematian itu datang?'' tanyaku. Suaraku menggema. Tapi, tak ada jawab.
Aku ingat ibuku pergi ketika usiaku baru sembilan tahun. Ibuku keluar dari rumah belakang dengan tas menggembung. ''Aku ikut, Bu?'' tanyaku. ''Jangan, Ibu cuma sebentar. Ibu mau ke pasar,'' jawab ibu.
Aku lupa kapan aku ingat bahwa ibuku tidak kembali. Mungkin pada usia delapan belas tahun ketika ayahku bermimpi dikejar matahari. Ayahku ketakutan hingga tubuhnya menggigil. Napas ayah mengeras seperti leher ayam terputus dari badannya. Suaranya mengerikan. Aku ketakutan. Ayah mati. Ayah kukubur di belakang rumah dekat pintu. Aku ingin bayangan ayah tidak cepat luntur. Bila suatu pagi aku tidak tahu apa yang kukerjakan, kuambil puisi usang peninggalan PKI. Aku bahagia. Aku bahagia? Jika aku terus-menerus didera pertanyaan itu, aku duduk kembali di kamar dekat kotak jendela dengan botol bir dan vodka.
Tapi, ayahku mungkin orang yang paling beruntung sepanjang hidupnya. Ayah pasti mengalami apa yang oleh para pendeta alami. Sebelum mati, tubuh kurus keringnya menggigil seolah matahari dalam otaknya membesar sampai menelan tubuhnya. Ayah mati. Ayah: tak ada yang lebih indah dari mimpi ditelan matahari. Hari-hariku berjalan tak ubahnya mimpi. Aku berputar sekisaran ruang tamu, ruang makan, dan kamar mandi. Aku berak di ruang makan. Aku makan di kamar mandi. Duduk di atas jamban seraya kutelan sendok demi sendok nasi. Bau sisa tahi kering serasa jadi pendorong nafsu makan. Jika aku bosan, aku kembali duduk di pinggir jendela dengan dua botol di tangan. Di luar sana kulihat daun-daun mencintai kuncupnya sendiri. ''Beri aku tahu tentang manusia!!!" Tapi teriakanku membentur gendang telingaku sendiri.
Mungkin ketika bulan ketiga ditambah empat puluh tahun pertama, aku adalah puing. Aku telah menjadi sesosok manusia dengan tubuh kering. Berjalan tertatih dengan tongkat kayu dengan pegangan kepala ular terbuka. Aku suka. Aku ingin aku seperti ayahku. Aku berusaha merebahkan tubuhku di atas halaman rumah tepat jam 12 siang. Cahaya matahari menyergap setiap pori kulitku. Kau mesti sabar, pesanku pada tubuhku. Kita akan ditelan matahari seperti ayah. Aku lakukan dengan telaten. Setiap hari. Setiap jam 12 siang. Jika mulai gosong aku akan menelepon dokter kulit untuk memeriksa kulitku yang gosong. Bila ada penglihatanku mulai berubah, aku telepon dokter mata. Semua dokter sudah pernah mendatangiku. Empat bulan aku memanaskan tubuhku di halaman rumah. Aku sabar. Aku tahu aku cukup sabar untuk bisa ditelan matahari. Persis di hari terakhir bulan keempat, aku yakin matahari itu akan kasihan dan siap menelanku. Matahari, ayolah telan aku. Aku sudah tak tahan matahari. Ayolah, kenapa kau pilih-pilih orang untuk bisa kautelan. Bukankah aku telah mempersiapkan diri dengan baik agar kau bisa mendapat santapan terbaik? Siapa di dunia ini ada orang sebaik aku? Ayo, jawab matahari. Bahwa ayahku kautelan, dia dalam ketakutan seperti anjing. Kau tahu itu. Aku yakin kau bukan orang tua yang diserang amnesia. Kau kan abadi? Atau, paling tidak, kau telah berusia jutaan tahun dan akan bertambah jutaan tahun lagi.
Sore yang kutunggu-tunggu itu aku benar-benar putus asa. Matahari itu dengan tak acuhnya melorot ke ufuk barat tanpa mengindahkanku. Matahari itu terus melorot seolah ada orang yang lebih baik dari aku di sebelah barat jauh sana sehingga matahari itu tak menoleh sedikit pun kepadaku. Kenapa aku begitu malang, ya? Aku bangkit dengan tenaga terakhir ke arah pintu. Aku merayap seperti tentara takut peluru di halaman rumahku sendiri. Kenapa aku merangkak di halaman rumahku sendiri yang kutinggali tujuh puluh tahun lebih ini? Aku ambil kursi yang telah menjamur di sudut kamar. Kudorong-dorong ke arah jendela. Aku berdiri dengan sekuat tenaga. Ah, lupa. Aku kembali merangkak untuk meneelpon si penjual bir dan vodka terbaik. Aku pesan satu kardus besar untuk bir dan satu kardus ukuran sedang untuk vodka. Baiklah matahari kau memang dengan sengaja meninggalkanku. Akan kupanggil matahari lain agar menelanku.
Aku gerojokkan sebanyak mungkin cairan alkohol ke dalam tubuhku. Sebanyak yang lambung bisa tampung. Aku hampir menghabiskan cairan itu sebelum aku melihat dalam pikiranku cahaya benderang dari ufuk timur. Yah, kaukah matahariku? Kau memang lebih baik daripada matahari siang tadi. Kau pasti matahari yang menelan ayahku. Baik, aku telah siap. Kautelan diriku dan aku ikut ke mana pun kau pergi. Matahariku aku cinta padamu!
***
Para kontraktor bangunan barat kota dekat rawa becek tak lagi berkantor di kota itu. Mereka pindah jauh dari sana ke gedung bertingkat 200 di negara seberang. Mereka sangat lelah, kata redaktur senior koran kota itu kepada walikota. ''Cuma sekian persen dari apa yang diharapkan,'' katanya dengan dua jarinya terarah ke walikota.
''Bukankah proyek telah kuberikan semuanya?'' kata si walikota.
''Boleh Pak Walikota semua telah Anda berikan,'' kata si redaktur senior, ''tapi Anda lupa sesuatu ....''
''Katakan apa itu, cepat!'' kata walikota bersama tubuh gendutnya maju sampai ujung kursi.
''Penduduk kota ini perlu matahari. Mereka tidak memerlukan rumah bagus, tidak kantor bagus. Taman kota bagus. Gedung film bagus..''
''Lalu apa?''
''Matahari!''
''Matahari?''
''Matahari!''
''Matahari?''
''Ya, matahari!''
''Kenapa matahari?''
''Tidak tahu.''
''Oke, kita anggap, benar matahari. Tapi, kenapa kontraktor yang kufasilitasi sampai perlu tipu-menipu ini malah melenggang seperti cecurut?''
''Tidak tahu. Mungkin ....''
''Tidak tahu. Kau ini digaji untuk tahu. Kau ini wartawan!'' sergah si walikota menarik pantatnya ke belakang. Ia menyandarkan punggungnya seraya menatap mata si redaktur senior.
''Aku digaji untuk menuliskan hal-hal yang masuk akal. Bukan matahari sialan itu. Aku bekerja dengan fakta-fakta. Bukan imajinasi!'' katanya dengan mata menghindar dari tatapan si walikota.
''Bukankah perilaku warga itu nyata, bisa dipotret, bisa ditanyai, bisa bicara, kan, mereka?''
''Iya, tapi untuk apa? Anda sebagai walikota mestinya tahu bahwa warga kota ini waras, bukan gila. Apakah ada kekeliruan identifikasi oleh psikolog yang Anda sewa bahwa warga Anda sesungguhnya gila?''
''Tak tahu aku. Sekalipun tahu, aku tidak peduli. Mereka hanya kuperlukan mencoblos kertas untuk memilihku, bukan aku harus tahu apakah mereka waras atau tidak.''
''Terus?''
''Terus apa?''
''Fungsi walikota?''
''Baca sendiri sajalah di panduan kantorku, masak belum kaudapat? Apa pula pekerjaanmu?''
''Pekerjaanku memberitakan kejadian di luar omong kosong matahari gila itu.''
''Lalu kenapa kontraktor cecurut pergi?''
''Tak tahulah. Mungkin juga terobsesi matahari juga. Mereka berkantor di pucuk gedung setinggi satu kilometer. Apa alasannya? Kontraktor itu, kan, tidak banyak uang. Kelas mereka bukan dunia. Mereka itu kelasnya kota ini. Coba?''
''Mungkin sudah ada virus yang disemburkan teroris agar wargaku keracunan keyakinan purba itu.''
''Mungkin saja Pak Wali ....''
Kedua orang itu akhirnya tidak meneruskan pembicaraan. Mereka menelepon penjual bir dan vodka terbaik. Mereka minum sebanyaknya di kantor walikota. Mereka memilih duduk di ruang atas dekat jendela. Dua orang itu perlahan menggerojokkan cairan alkohol ke lambung masing-masing sampai benar-benar penuh rongga tubuh mereka. Mereka menatap matanya ke luar ke daun-daun yang bergoyang. Lama. Sampai kemudian mereka melihat cahaya terang dari ufuk timur.
Ah, indah sekali cahaya itu. Matahari. Matahari yang paling indah yang pernah kulihat. Terasa muncul dorongan kuat mereka untuk masuk ke dalam matahari itu. Mereka akan masuk ke mahacahaya itu hingga mereka adalah bagian cahaya segala cahaya itu.
Sebelum matahari menelan kedua lelaki itu, samar-samar dalam gendang telinga mereka terdengar percakapan dua anak kecil dalam nyanyian merdu bersaut-sautan:
''Kita cari Tuhan!''
''Di mana?''
''Di sana!''
''Tepatnya?''
''Di sini!''
''Di mimpi?''
''Bukan. Di sana-sini!'' (*)
Surabaya-Bogor, 1996 & 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 28 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar