Minggu, 28 September 2008

Matahari

Jawa Pos, 28 Sep 2008
Imam Muhtarom

Aku duduk dekat jendela. Jarum jam melorot ke bawah, tepat di angka tiga. Kuhabiskan sisa sore yang berkabut menatap langit menggenang. Aku ambil sebotol bir hitam dan sebotol vodka. Kugerojok ke tenggorokan. Aku rasakan cairan itu turun dan tak lama aku rasakan bagaimana napas semakin melemah, tubuh mulai kosong, mati.

Apakah mati begitu mudah? Aku banting gelas di atas meja. Pecahannya memburai ke segenap ruang. Terasa sisa alkohol menyeruak di syaraf-syaraf otakku. ''Apakah aku besok tetap berdiri tegak ketika kematian itu datang?'' tanyaku. Suaraku menggema. Tapi, tak ada jawab.

Aku ingat ibuku pergi ketika usiaku baru sembilan tahun. Ibuku keluar dari rumah belakang dengan tas menggembung. ''Aku ikut, Bu?'' tanyaku. ''Jangan, Ibu cuma sebentar. Ibu mau ke pasar,'' jawab ibu.

Aku lupa kapan aku ingat bahwa ibuku tidak kembali. Mungkin pada usia delapan belas tahun ketika ayahku bermimpi dikejar matahari. Ayahku ketakutan hingga tubuhnya menggigil. Napas ayah mengeras seperti leher ayam terputus dari badannya. Suaranya mengerikan. Aku ketakutan. Ayah mati. Ayah kukubur di belakang rumah dekat pintu. Aku ingin bayangan ayah tidak cepat luntur. Bila suatu pagi aku tidak tahu apa yang kukerjakan, kuambil puisi usang peninggalan PKI. Aku bahagia. Aku bahagia? Jika aku terus-menerus didera pertanyaan itu, aku duduk kembali di kamar dekat kotak jendela dengan botol bir dan vodka.

Tapi, ayahku mungkin orang yang paling beruntung sepanjang hidupnya. Ayah pasti mengalami apa yang oleh para pendeta alami. Sebelum mati, tubuh kurus keringnya menggigil seolah matahari dalam otaknya membesar sampai menelan tubuhnya. Ayah mati. Ayah: tak ada yang lebih indah dari mimpi ditelan matahari. Hari-hariku berjalan tak ubahnya mimpi. Aku berputar sekisaran ruang tamu, ruang makan, dan kamar mandi. Aku berak di ruang makan. Aku makan di kamar mandi. Duduk di atas jamban seraya kutelan sendok demi sendok nasi. Bau sisa tahi kering serasa jadi pendorong nafsu makan. Jika aku bosan, aku kembali duduk di pinggir jendela dengan dua botol di tangan. Di luar sana kulihat daun-daun mencintai kuncupnya sendiri. ''Beri aku tahu tentang manusia!!!" Tapi teriakanku membentur gendang telingaku sendiri.

Mungkin ketika bulan ketiga ditambah empat puluh tahun pertama, aku adalah puing. Aku telah menjadi sesosok manusia dengan tubuh kering. Berjalan tertatih dengan tongkat kayu dengan pegangan kepala ular terbuka. Aku suka. Aku ingin aku seperti ayahku. Aku berusaha merebahkan tubuhku di atas halaman rumah tepat jam 12 siang. Cahaya matahari menyergap setiap pori kulitku. Kau mesti sabar, pesanku pada tubuhku. Kita akan ditelan matahari seperti ayah. Aku lakukan dengan telaten. Setiap hari. Setiap jam 12 siang. Jika mulai gosong aku akan menelepon dokter kulit untuk memeriksa kulitku yang gosong. Bila ada penglihatanku mulai berubah, aku telepon dokter mata. Semua dokter sudah pernah mendatangiku. Empat bulan aku memanaskan tubuhku di halaman rumah. Aku sabar. Aku tahu aku cukup sabar untuk bisa ditelan matahari. Persis di hari terakhir bulan keempat, aku yakin matahari itu akan kasihan dan siap menelanku. Matahari, ayolah telan aku. Aku sudah tak tahan matahari. Ayolah, kenapa kau pilih-pilih orang untuk bisa kautelan. Bukankah aku telah mempersiapkan diri dengan baik agar kau bisa mendapat santapan terbaik? Siapa di dunia ini ada orang sebaik aku? Ayo, jawab matahari. Bahwa ayahku kautelan, dia dalam ketakutan seperti anjing. Kau tahu itu. Aku yakin kau bukan orang tua yang diserang amnesia. Kau kan abadi? Atau, paling tidak, kau telah berusia jutaan tahun dan akan bertambah jutaan tahun lagi.

Sore yang kutunggu-tunggu itu aku benar-benar putus asa. Matahari itu dengan tak acuhnya melorot ke ufuk barat tanpa mengindahkanku. Matahari itu terus melorot seolah ada orang yang lebih baik dari aku di sebelah barat jauh sana sehingga matahari itu tak menoleh sedikit pun kepadaku. Kenapa aku begitu malang, ya? Aku bangkit dengan tenaga terakhir ke arah pintu. Aku merayap seperti tentara takut peluru di halaman rumahku sendiri. Kenapa aku merangkak di halaman rumahku sendiri yang kutinggali tujuh puluh tahun lebih ini? Aku ambil kursi yang telah menjamur di sudut kamar. Kudorong-dorong ke arah jendela. Aku berdiri dengan sekuat tenaga. Ah, lupa. Aku kembali merangkak untuk meneelpon si penjual bir dan vodka terbaik. Aku pesan satu kardus besar untuk bir dan satu kardus ukuran sedang untuk vodka. Baiklah matahari kau memang dengan sengaja meninggalkanku. Akan kupanggil matahari lain agar menelanku.

Aku gerojokkan sebanyak mungkin cairan alkohol ke dalam tubuhku. Sebanyak yang lambung bisa tampung. Aku hampir menghabiskan cairan itu sebelum aku melihat dalam pikiranku cahaya benderang dari ufuk timur. Yah, kaukah matahariku? Kau memang lebih baik daripada matahari siang tadi. Kau pasti matahari yang menelan ayahku. Baik, aku telah siap. Kautelan diriku dan aku ikut ke mana pun kau pergi. Matahariku aku cinta padamu!
***

Para kontraktor bangunan barat kota dekat rawa becek tak lagi berkantor di kota itu. Mereka pindah jauh dari sana ke gedung bertingkat 200 di negara seberang. Mereka sangat lelah, kata redaktur senior koran kota itu kepada walikota. ''Cuma sekian persen dari apa yang diharapkan,'' katanya dengan dua jarinya terarah ke walikota.

''Bukankah proyek telah kuberikan semuanya?'' kata si walikota.
''Boleh Pak Walikota semua telah Anda berikan,'' kata si redaktur senior, ''tapi Anda lupa sesuatu ....''
''Katakan apa itu, cepat!'' kata walikota bersama tubuh gendutnya maju sampai ujung kursi.
''Penduduk kota ini perlu matahari. Mereka tidak memerlukan rumah bagus, tidak kantor bagus. Taman kota bagus. Gedung film bagus..''
''Lalu apa?''
''Matahari!''
''Matahari?''
''Matahari!''
''Matahari?''
''Ya, matahari!''
''Kenapa matahari?''
''Tidak tahu.''
''Oke, kita anggap, benar matahari. Tapi, kenapa kontraktor yang kufasilitasi sampai perlu tipu-menipu ini malah melenggang seperti cecurut?''
''Tidak tahu. Mungkin ....''
''Tidak tahu. Kau ini digaji untuk tahu. Kau ini wartawan!'' sergah si walikota menarik pantatnya ke belakang. Ia menyandarkan punggungnya seraya menatap mata si redaktur senior.
''Aku digaji untuk menuliskan hal-hal yang masuk akal. Bukan matahari sialan itu. Aku bekerja dengan fakta-fakta. Bukan imajinasi!'' katanya dengan mata menghindar dari tatapan si walikota.
''Bukankah perilaku warga itu nyata, bisa dipotret, bisa ditanyai, bisa bicara, kan, mereka?''
''Iya, tapi untuk apa? Anda sebagai walikota mestinya tahu bahwa warga kota ini waras, bukan gila. Apakah ada kekeliruan identifikasi oleh psikolog yang Anda sewa bahwa warga Anda sesungguhnya gila?''
''Tak tahu aku. Sekalipun tahu, aku tidak peduli. Mereka hanya kuperlukan mencoblos kertas untuk memilihku, bukan aku harus tahu apakah mereka waras atau tidak.''
''Terus?''
''Terus apa?''
''Fungsi walikota?''
''Baca sendiri sajalah di panduan kantorku, masak belum kaudapat? Apa pula pekerjaanmu?''
''Pekerjaanku memberitakan kejadian di luar omong kosong matahari gila itu.''
''Lalu kenapa kontraktor cecurut pergi?''
''Tak tahulah. Mungkin juga terobsesi matahari juga. Mereka berkantor di pucuk gedung setinggi satu kilometer. Apa alasannya? Kontraktor itu, kan, tidak banyak uang. Kelas mereka bukan dunia. Mereka itu kelasnya kota ini. Coba?''
''Mungkin sudah ada virus yang disemburkan teroris agar wargaku keracunan keyakinan purba itu.''
''Mungkin saja Pak Wali ....''

Kedua orang itu akhirnya tidak meneruskan pembicaraan. Mereka menelepon penjual bir dan vodka terbaik. Mereka minum sebanyaknya di kantor walikota. Mereka memilih duduk di ruang atas dekat jendela. Dua orang itu perlahan menggerojokkan cairan alkohol ke lambung masing-masing sampai benar-benar penuh rongga tubuh mereka. Mereka menatap matanya ke luar ke daun-daun yang bergoyang. Lama. Sampai kemudian mereka melihat cahaya terang dari ufuk timur.

Ah, indah sekali cahaya itu. Matahari. Matahari yang paling indah yang pernah kulihat. Terasa muncul dorongan kuat mereka untuk masuk ke dalam matahari itu. Mereka akan masuk ke mahacahaya itu hingga mereka adalah bagian cahaya segala cahaya itu.

Sebelum matahari menelan kedua lelaki itu, samar-samar dalam gendang telinga mereka terdengar percakapan dua anak kecil dalam nyanyian merdu bersaut-sautan:

''Kita cari Tuhan!''
''Di mana?''
''Di sana!''
''Tepatnya?''
''Di sini!''
''Di mimpi?''
''Bukan. Di sana-sini!'' (*)

Surabaya-Bogor, 1996 & 2008

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest