Jumat, 26 September 2008

Derit Pintu yang Berulang

Pikiran Rakyat, 27 Mei 2005
Marhalim Zaini

Dan ia pulang, setelah larut malam.
“Apa kau mengira, aku tak tahu? Bahkan suara langkahmu, dapat kudengar sejak kau mulai masuk gang di ujung kampung.”
Dan ia membuka pintu kamar. Berderit. Padahal ia sedang tidak ingin mendengar suara derit.

“Apa kau menganggap, aku tak pernah ada? Atau mungkin aku hanya seonggok perabot tua, buku berdebu, sebuah album yang tak sengaja terbuka oleh angin, dan terbiar? Atau aku seperti suara derit pintu kamarmu itu?”

Ia mencampakkan tas tangan di atas meja, brak! Membuka jaket, dan melemparkannya di atas ranjang. Ia tidak sedang menginginkan suara lebih keras dari brak!

“O…begitukah jawabanmu? Ya, aku tak sedih mendengarnya. Bahkan yang lebih keras dari itu. Aku ini kan radio tua yang baik, sesuka hatilah tangan untuk memutarnya pada siaran apapun. Sebuah radio, adalah seorang pelayan yang setia, bukan?”

Ia kini telah bertukar pakaian. Pakaian tidur. Ia belum menutup pintu kamar, sebab ia tidak sedang ingin mendengar suara derit yang berulang.

“Baiklah. Aku tak perlu tahu, ke mana kau pergi setiap malam. Tapi rasanya aku ingin tahu, untuk apa kau pulang larut malam?”

Ia keluar dari kamar menuju dapur. Segelas air putih barangkali dapat memberi ia kelegaan yang lain. Malam yang cukup gerah. Apakah hari akan hujan?

“Apakah kau masih tak memiliki satu kalimat saja untukku? Untuk menjawab pertanyaanku?”
Malam sehening ini, satu suara saja dapat menggerakkan sepi. Ia selesai menenggak segelas air putih, seperti selesai menelan sesuatu yang menyempal di tenggorokan.

“Diammu itu, takkan membuat segalanya selesai…”
Padahal ia baru saja selesai menelannya. Ia membuka termos air, menuangkan ke dalam mug yang telah berisi kopi dan sedikit gula. Ada suara denting sendok kecil, beradu.
“Apa kaukira, kopi dapat membuat aku mengerti tentang kelakuanmu, dan memaafkannya?”

Ia berjalan menuju seperangkat kursi rotan tua. Dengarlah, yang paling khas dari rumah panggung ini, derit lantai papan itu, menirukan bunyi setiap langkah kaki manusia, seperti tuts piano yang bernada minor. Biasanya yang paling keras bunyinya, adalah saat kaki berada tepat di atas papan yang rapuh, yang reot, tempat bersarang ribuan rayap. Dan ia berjalan, seperti selalu berada tepat di atas yang reot, di atas yang rapuh. Ia meletakkan kopi panas di atas meja, yang sebenarnya berdebu. Ia sedang tak melirikkan mata atau menolehkan muka ke wajah lelaki tua, beruban, berkacamata, memakai syal, merokok, duduk bersandar seperti seorang juragan yang sekarat. Dan ia berlalu begitu saja. Meninggalkan yang bakal sia-sia.

“Dan nampaknya, kau memang suka melakukan pekerjaan yang sia-sia.”
Ia tahu, bakal sia-sia. Karena ia juga yang memindahkan dari meja, mug yang masih penuh berisi kopi dingin (yang seperti hitam yang beku), setiap pagi. Dan ia melakukan dengan senang hati. Membuang kopi ke tanah (seperti mengembalikan segalanya ke bumi), lalu mencucinya, dan meletakkan semula di rak-rak piring. Sebenarnya ia telah sampai pada satu perasaan bahwa apa yang telah dilakukannya tidaklah sia-sia. Ia merasa puas, saat ia bisa berbuat sesuatu untuk orang lain. Dan itulah ia. Hidup selalu untuk orang lain.

“Aku takkan pernah minum air dari seorang perempuan yang merasa dirinya paling benar, kau pasti tahu itu!”

Ia kembali masuk ke dalam kamar. Dan ia sedang tak ingin mendengar derit pintu yang berulang. Ia merebahkan tubuhnya. Membenarkan letak bantal. Membenarkan rambut panjangnya yang terhimpit badan, dan melemparkannya ke arah dinding di atas kepala. Mengambil guling, dan memeluknya. Apakah ia akan tidur?

“Hmm, aku tahu kau tidak akan pernah bisa tidur. Dan aku takkan pernah membiarkanmu tidur, selama kau masih menjahit mulutmu itu.”

Ia memang tidak pernah bisa tidur. Saat matanya terpejam, pikirannya justru terbangun. Tidur baginya, adalah sebuah pintu yang terbuka. Peristiwa-peristiwa hadir silang sengkarut seperti bayangan-bayangan hitam yang menakutkan. Dan ia selalu tak mampu menutup pintu, sebab ia sudah terlanjur muak mendengar derit pintu.

“Baik, aku tak peduli, kau mau membuka mulut atau tidak. Tapi aku tidak terima kau memperlakukan aku seperti batu. Sudah ratusan malam, kau pergi dan pulang larut. Tak pernah sepatah pun kau pamit padaku.”

Matanya seperti bulatan yang kosong. Ia takut mengatupkannya. Ia masih memeluk guling, seperti memeluk kehampaan. Dan telinganya, terus berdenyut. Apalagi malam sehening ini, selintas suara saja dapat membangunkan sepi.

“Apa kaukira aku tak tahu apa yang kaukerjakan di luar sana? Apa kau menganggap batu yang duduk dalam rumah tua ini, tak punya telinga untuk menangkap isyarat angin? Ini kampung, bukan Jakarta. Apa yang terjadi di ujung tanjung malam ini, malam ini juga kita dapat mengetahuinya. Dan para lelaki itu. Lelaki yang menjeling setiap lewat di depan rumah ini, apakah kaukira aku tak tahu apa makna jelingan itu?”

Telinganya terus berdenyut, seperti ada seekor coro yang terperangkap.
“Dan kau. Kau memang cantik. Masih muda. Satu kapal lelaki pun pasti masih sanggup kaulayani.”
Kini ada beberapa ekor coro lagi yang tiba-tiba menyumpal ke dalam telinganya, menambah denyut.

“Aku memang sudah reot, sama dengan kursi rotan ini. Sudah tak berguna bagi perempuan muda macam kau. Tapi perlu kauingat, bahwa aku pernah menjadi Ayahmu. Menjadi orang tua yang telah membesarkanmu. Kau mestinya harus bersyukur, sebab kau tidak selamanya menjadi gelandangan di perempatan jalan. Aku sudah mengangkat martabatmu!”

Dan menjatuhkannya kembali. Ia hanya bisa menjawabnya dalam hati. Suaranya telah lama hilang. Kini yang tinggal hanya suara hatinya. Dan suara derit pintu yang membuatnya mual, muak, dan miris…

“Dan kau yang menjatuhkannya kembali. Setelah aku reot dan tak mampu memenuhi kebutuhanmu, kau pergi mencari lelaki lain. Kaujual tubuhmu. Kautinggalkan aku dalam rumah terkutuk ini. Apa ini balasanmu?”

Balasan bagi orang yang telah memperkosaku? Denyut telinganya telah kebas, seperti baru saja kemasukan air bah. Ia tak jenak di atas kasur. Tubuhnya seperti dihuni oleh ribuan ular yang mengeliat-geliat. Ia meremas bantal guling, seperti seseorang yang sedang menahan rasa sakit yang nikmat. Dalam kepalanya, ada seorang lelaki yang sedang memainkan daun pintu, memainkan derit pintu…

“Benar, bahwa aku telah menidurimu. Terserah jika kau menganggapnya aku memperkosamu. Dan tersebab itu, istriku kemudian pergi, dan tak kembali. Aku memilihmu dan membiarkan ia pergi dan tak kembali. Tapi apakah tidak setimpal dengan kebaikanku yang memeliharamu sejak seumur jagung? Kini malah kaudiamkan aku. Kaubuang aku secara diam-diam. Kau lari ke dalam pelukan lelaki-lelaki kampung di simpang jalan. Dasar perempuan gembel!”

Dan derit pintu itu terus berulang. Semakin cepat berulang. Tubuhnya menegang, seperti sebatang kayu yang tumbang. Ingatannya membeku pada seraut wajah lelaki yang membuka pintu kamarnya, pada larut malam yang gerimis. Seorang lelaki yang telah ia anggap sebagai pelindungnya, sebagai Ayahnya. Seorang lelaki yang ditinggal pergi istrinya dan tak kembali. Lelaki yang setiap malam duduk di kursi rotan, memandang kepulan asap putih yang keluar dari mulutnya sendiri. Lelaki beruban, berkacamata, dan memakai syal. Lelaki yang mulutnya berbuih, bau belatung…
***

Orang kampung menganggap rumah panggung tua itu berhantu. Jeritan, denting gelas, derak ranjang, dan yang paling jelas derit pintu yang berulang-ulang, adalah suara yang seringkali didengar saat lewat di depan rumah yang terletak di sudut kampung itu. Terlebih, ada di antara mereka, yang melihat sesosok tubuh perempuan setengah tua berpakaian hitam-hitam, yang duduk di tangga rumah sambil menjahit syal. Yang pasti itu bukan sosok seorang perempuan muda. Ada juga yang menyangka, bahwa itu adalah istri yang telah lama pergi, dan kini kembali. Untuk apa ia kembali? Barangkali ia ingin memastikan keadaan suaminya, dan keadaan seorang perempuan muda, yang pernah mereka angkat sebagai anak, sekaligus yang pernah sangat ia benci. Atau, ia sengaja kembali setelah ia menerima kabar tentang kematian misterius yang menimpa suaminya dan anak angkatnya. Keduanya ditemukan oleh penduduk pada suatu pagi, entah pagi yang keberapa setelah kematian mereka, sudah dalam kondisi yang tidak wajar. Lelaki tua itu ditemukan kaku dan membusuk di atas kursi rotan tengah rumah, dengan syal yang terikat erat di batang lehernya. Sementara perempuan muda ditemukan sudah tergantung dalam kamar dengan leher yang terikat selimut. Orang mengira pastilah perempuan itu bunuh diri. Tapi lelaki tua itu. Entahlah.

Sejak itu, keramatlah rumah pangggung tua itu, dengan suara derit pintu yang terus berulang…
***

Pekanbaru, 2005

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest