Rabu, 20 Agustus 2008

Melankolia

Javed Paul Syatha

Adalah Wisata Bahari Lamongan; disana ada hotel yang cukup sederhana untuk para pengunjung yang berdatangan atau sekedar ingin melepas lelah di tepi pantai beberapa waktu, meski sederhana, banyak orang bersepakat bahwa hotel itu cukup nyaman untuk dihuni. Ia terletak pada suatu ketinggian antara laut dan pusat pariwisata kota Lamongan: bagian utama terdiri dari tiga lantai dan ada sayap tambahan yang hanya satu lantai. Sebagian dari kamar-kamar menghadap ke arah laut yang memberikan pandangan indah kepada kota yang terletak sebagai cawan di pantai utara itu.

Sauqi berdiri di jendela kamar hotelnya di lantai dua sembari memperhatikan lampu-lampu yang gemerlapan di beberapa wilayah laut. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, sebagaimana selalu terjadi pada bagian perjalanan masa. Ada perubahan warna yang ditimbulkan matahari dan yang memantul ke langit, kemudian awan yang datang berarak memberikan lanskap yang menggetarkan.

Ia berdiri gamang, merenungkan apa yang akan dikerjakan sesudah itu. Ia datang dari Jogjakarta satu hari yang lalu dalam kedudukan sebagai seorang penulis. Ia datang ke Lamongan atas undangan Rodli, seorang novelis yang mempunyai kepentingan dalam bidang yang sama yang sedang dijalani Sauqi, Rodli sedang lounching novel perdananya berjudul Dazadlove yang akan diseminarkan beberapa hari lagi di Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan, dengan pembicara muda Imanuel ISA juga Sauqi tentunya.

Tempat itu hanya berjarak satu kilo saja dari posisi dimana Sauqi sekarang menginap. Sauqi memenuhi undangan Rodli karena ia memerlukan perubahan suasana. Ia menghadapi suatu keadaan yang tiba-tiba dan mencemaskan. Ia musti mengambil keputusan yang sulit mengenai orang terdekatnya. “Anarose”. Untuk itu ia perlu meninggalkan Jogjakarta, jedah sejenak di tanah kelahirannya yang sudah hampir tiga tahun ditinggalnya, hampir saja ia melupakan betapa lezatnya semangkok soto atau betapa sedap tahu campur yang hampir tiap sore dulu ia santap sebagai menu wajib hari-harinya.

Ia kembali merenungkan apa sesungguhnya yang telah terjadi, perasaan cinta yang sungguh-sungguh dijaga terhadap Anarose sekarang dirasakan begitu asing. Ah, perasaan inilah yang selalu memenuhi ruang batin dan angannya saat ini.

Ia beranjak dari jendela menuju meja kamar yang jaraknya hanya beberpa langkah saja, sambil menenangkan jiwa yang mulai letih, Sauqi meraih Nokia biru muda bertipe 2100 yang ada di samping kanan letak duduknya di antara tumpukan buku yang beberapa waktu lalu ia terbitkan, keempat-empatnya bersampul biru muda “warna favoritnya”, bertitel; Tanpa Syahwat, Interlude di Remang Malam, Dunia Kecil Panggung & Omong Kosong dan Waktu di Pesisir Utara. Tampak juga beberapa buku berserak disana tak terkecuali Dazedlove. Sauqi memutuskan untuk mengirim pesan singkat lewat SMS kepada sahabat kecilnya dahulu:

“haris, aku di pelataran hatimu
ada kangen menyusup raga”

“selamat datang di kota sua abadi duhai kerinduanku
tapi maaf aku sekarang di “walhi” surabaya bersama
kekasih-kekasihku. ha.. ha.. ha...”

Di bawah jendela kamar tidurnya tepat di lantai dua itu, Sauqi menemukan cerita yang begitu indah, seperti ia telah menemukan dirinya kembali; jendela yang langsung menghadap laut itu seperti bercerita tentang suatu perjalanan panjang. “miniatur itu seperti aku pernah melihatnya! Yap 12 tahun silam aku dan keluarga saat Ziarah Wali Songo. Tidak salah lagi” seperti sejenak Sauqi telah melupakan kisah cinta yang menindihnya. Ia merasa seolah-olah dimasa lampau anjungan itu pernah digenangi mutiara hikmah. Ya, bersama keluarganya sesaat di wisata budaya religius itu hampir disetiap waktu selalu dipenuhi para peziarah yang datang dari segala penjuru.

Tiba-tiba ia tersadar dari lamunan panjangnya, seseorang telah mengetuk pintu kamarnya dengan lembut. Sementara Sauqi melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 19.30. Wib. Belum begitu malam pikirnya untuk menerima tamu.

Ia bangkit perlahan beranjak menuju pintu. Walaupun ia menyukai Lamongan dan penduduknya, dari pembawaannya yang kalem bahkan melankolis Sauqi adalah tergolong orang yang hati-hati dan tak ingin membukakan pintu bagi orang yang sama sekali tak dikenalnya. Hal itu dilakukan hanya semata-mata untuk menjaga keselamatan dirinya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu setiap tamunya yang datang berkunjung pasti akan melalui petugas hotel dan petugas itu akan menelponnya dulu ke kamar hotel apa tamu itu diperbolehkan datang langsung ke kamarnya atau tidak.

Ketukan terdengar kembali, dengan perlahan ia membukakan pintu. Seorang pelayan hotel sudah berdiri di depannya dengan penuh hormat.

“Assalamu’alaikum” ia mengucap salam dengan sopan.
“Waalaikumsalam, ada apa Mas?”
“Maaf ada seorang wanita di lantai bawah, ingin bertemu dengan anda”
“Dia mengatakan namanya?” tanyanya penasaran.

“Tidak” pelayan hotel itu nampak agak bingung sambil matanya bermain sedikit banal “Ia datang kepada saya dan Dia akan membayar saya kalau datang ke atas dan meminta anda turun untuk menemuinya di mini resto. Mas datang ya!?”.

Sauqi memandangi pelayan itu dengan rasa ragu. Apakah bijaksana menemui seseorang yang telah membayar pelayan tanpa melalui petugas resepsionis juga tanpa menyebut namanya. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan di balik itu semua?.

“Jika Mas tidak datang, orang itu akan marah sekali kepada saya, dan saya akan sangat malu. Mohon Mas!” pelayan itu menghibah.

Sauqi tahu bahwa pelayan itu menginginkan uang yang ditawarkan orang yang mengaku tamunya itu. Dan bagaimana ia bisa sampai hati menolak permintaan pelayan itu? Toh ia tidak akan kehilangan apa-apa. Tak ada seorangpun yang akan berani mengganggunya di tengah kerumunan orang yang begitu banyak di mini resto, dimana hampir setiap malam sebuah pertunjukan teater sederhana mengadakan pertunjukan disana. Apalagi hanya seorang wanita.

“Saya akan memenuhi panggilan itu” katanya sambil sedikit senyum yang dipaksakan. Wajah pelayan itu cerah seperti baru saja terlepas dari perangkap harimau.

Sauqi mengikuti pelayan kecil itu menuju tangga. Seperti biasa dibeberapa sudut hotel itu penerangannya tampak remang-remang, namun demikian wajah pengunjung yang menduduki kursi-kursi di sekeliling panggung dimana sekelompok anak teater tengah mementaskan cerita-cerita lucu dan nyanyian-nyanyian romantis yang sedikit dengan sentuhan erotik, wajah mereka dapat dikenali dengan mudah.

Seperti sudah terpetakan, dengan lincah pelayan kecil itu megantar Sauqi berjalan di tengah-tengah para pengunjung menuju suatu sudut paling jauh dari pintu. Ia berhenti pada suatu meja dan memastikan apakah tamu pesanan wanita itu masih mengikutinya di belakang. Seketika Sauqi terkejut sekali, ia seperti menahan nafas yang berat ketika melihat seorang wanita yang duduk di kursi itu. Ia hampir saja berbalik arah dan kembali ke kamarnya. Jantungnya berdegup kencang.

“Barangkali dia bukan Anarose, bisa saja orang lain yang mirip dengannya” Sauqi mencoba menenangkan diri. Pada saat itu pelayan yang membawanya sedang berbicara dengan nada yang sedikit dipelankan kepada wanita yang duduk sendirian di hadapannya sambil jarinya menunjuk ke arah Sauqi yang sedang galau berdiri di sampingnya dan hanya beberapa jarak saja. Pelayan hotel itu lantas pergi setelah mendapat upah dari wanita yang telah menyuruhnya dan mempersilahkan Sauqi untuk duduk di kursi yang terbungkus kain putih yang telah tersedia di hadapannya.

“Bagaimana kabarmu Mas?” sapa wanita itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Sauqi.
“Alhamdulillah aku sehat”
“Aku mencarimu Mas”
“Aku hanya butuh waktu sejenak untuk menenangkan pikiran”
“Tapi kenapa Mas tidak memberiku kabar?”
“Aku hanya tidak ingin mengganggu ketenanganmu An”

Mereka terdiam sejenak menyelami pikiran masing-masing. Dalam pertemuan ini sebenarnya Sauqi-lah yang benar-benar merasa tersakiti.

Beberapa waktu lalu Anarose; wanita yang telah dinikahinya tiga minggu silam itu telah berterus terang bahwa dia tidak sanggup melupakan kekasih lamanya. Terlebih setelah pernikahan yang dijodohkan kedua orang tua mereka itu tidak didasari dengan rasa cinta yang kuat, hanya perasaan saling mengerti akan kehendak orang tua saja. Sejak saat itulah Sauqi benar-benar kecewa dan ingin meninggalkan Anarose.

“Aku minta maaf” Anarose mencoba meraih tangan kiri Sauqi dengan lembut namun dia menolaknya, dan Anarose sangat mengerti tentang sikap itu.

Keadaan semakin beku, Sauqi mengambil sebatang Country dari saku jaket kulitnya yang kumal kemudian menyulutnya berlahan, hal demikian memang sering dilakukan oleh Sauqi apabila mengalami kebuntuan atau suntuk dalam menghadapi suatu masalah.

Terlintas kemudian di benak Sauqi untuk memanggil seorang pelayan; sekedar memesan secangkir kopi pahit untuk menghangatkan tubuhnya yang mulai disergap dingin, juga teh hangat untuk Anarose. Atau hanya semacam ekspresi ganjil untuk menenangkan pikiran yang mulai kalut.
***

Di atas panggung sebuah lagu Ketika Semua Harus Berakhir terdengar lirih, lagu yang di populerkan kelompok Band Naff itu terasa menusuk dalam dada.

“Ok. Ini persembahan terakhir kami malam ini, sebuah pembacaan puisi oleh Sastrawan asli Lamongan; kita sambut Nurel Javissyarqi”. Penonton sangat antusias sekali menyambut pembacaan puisi itu. Lampu dimatikan sejenak, kemudian meremang dan tiba-tiba Sastrawan itu sudah berada di tengah-tengah pentas, suasana hening sejenak dan puisi pun dibacakan dengan suara dan ekspresi yang menyihir semuatamu yang hadir. Tak terkecuali Sauqi dan Anarose yang saat itu sedang dalam kecamuk batin.

jangan kaubilang
aku tak mencegatmu
di gerbang halaman
saat kau tanpa pamit
ingin berjalan-jalan, menengok
gebyar di luaran
tahulah,
tak ada ruang lagi di dada
bahkan bagi diriku sendiri

—tuk mengungkapkan hak—

lidah telah dipatahkan cinta
dan apalah tuah kata
jika hanya jadi pagar
yang kau ingin lompat
kau terjang
maka, bersukalah

—cukup bagiku, kau—

dengan sebuah rumah di dada
pelindung panashujan
gebyar di luaran.1

“Puisi yang kedua; ini puisi yang terakhir berjudul Lamongan” ujar Sastrawan itu kepada puluhan tamu yang ada di hadapannya.

lewat celah cakrawala
aku telah membuka
matahari
terlelap diantara rumahrumah sunyi
dengan burung gagak di atasnya.

ohoi,
namai kesaksian ini atas waktu
hampir mati
genggam menuju entah;

pada seluruh ruang sublim bagi jiwa
bagi kemungkinan terburuk sekalipun.
ada yang mengintai di halaman rencana
mengurai isyaratisyarat kelicikan
namun esok, kita musti merebut sekali lagi
kenyataan lamongan ini
yang lunglai menangisi tahuntahun
kecemasan.

“Maaf saya tidak membacakan puisi cinta malam ini, tapi yakinlah bahwa cinta akan selalu ada di hati kita karena cintalah yang memilih kita dan menjadikan kita ada. Terima kasih”.

Sebuah penutup yang indah dari Sastrawan tersebut dan pertunjukan pun diakhiri dengan tepuk tangan yang riuh dari semua penonton yang hadir. Mungkin akhir yang estetis untuk kemudian dibawah dalam ruang istirah yang panjang menjelang tidur. Tapi tidak bagi sepasang suami istri yang dihadapannya sedang membentang jurang yang curam. Digenap 40 hari usia pernikahannya nanti mereka telah bersepakan untuk mengakhiri ikatan pernikahannya di meja Pengadilan Negeri Lamonagn; sehari sebelum bedah buku Dazedlove digelar.
***

Malam beranjak kelam, angin laut seakan berdesir mendesak raga. Sauqi mencium kening Anarose dengan mata tertutup; ciuman yang sama seperti saat setelah akad nikah dikobulkan tapi kali ini ciuman itu untuk yang terakhirkalinya. Lantas mereka menangis dalam ketidakberdayaan dalam diam yang luka.**

Lamongan, 2008
1Sajak AS. Sumbawi berjudul “Jangan Kau Bilang” dalam Antologi Absurditas Rindu, SastraNesia 2006.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

i like......

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest